PROSPEK DAN
APLIKASI
TEKNOLOGI IRADIASI SINAR
GAMMA
UNTUK PERBAIKAN MUTU BENIH DAN
BIBIT TANAMAN HUTAN
Oleh :
Muhammad Zanzibar dan Dede J. Sudrajat
Balai Penelitian
Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO
Box.
105 Bogor 16001, Telp/Fax:(0251)8327768
ABSTRACT
Ionizing radiation is currently
a very important
way to create genetic variability that
is not exists in nature
or that is not available to the breeder. Therefore, there are many
papers aimed to determine the best radiation dose to
be applied
in plant breeding work.
As a
result it has been defined intervals gamma radiation useful for many cultivated species, though the determination of the radiosensitivity of tissues by
exposure to different intensities of radiation. However, most studies have been conducted have been designed to evaluate the biological response to high doses of
radiation, while in relatively few studies have used
low doses
to stimulate
physiological processes (radiostimulation) although the
ionizing radiation hormesis
has been widely supported. Hormesis is the excitation, or stimulation, by small doses of any agent
in
any
sistem. The
beneficial
effect of hormesis
has been
well documented in
species of agricultural importance. However, there is limited
information about its use in
forestry, especially
in Indonesia.
Keywords: forestry,
genetic variability, hormesis, ionizing radiation, plant breeding.
I. PENDAHULUAN
Iradiasi adalah suatu proses ionik sebagai salah satu metode
modifikasi fisik polisakarida alami (Hai et al., 2003; Rombo et al., 2004; Relleve et al., 2005). Proses ini juga sangat berguna dalam memecahkan berbagai permasalahan pertanian, seperti penanganan pasca panen
(menekan perkecambahan dan kontaminasi), eradikasi dan
pengendalian hama dan
penyakit, mengurangi penyakit yang terbawa bahan makanan, dan
pemuliaan varietas tanaman
unggul dan tahan penyakit (Andress,
1994; Emovon, 1996).
Dalam hubungannya dengan perbaikan mutu benih dan bibit, iradiasi sinar gamma telah banyak diaplikasikan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih
(Piri et al., 2011; Iglesias-Andreu et al., 2012) dan meningkatkan keragaman genetik dalam rangka
pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul pada banyak jenis tanaman (de Mico et al., 2011; Santosa et al., 2014), terutama jenis-jenis tanaman pertanian.
Penggunaan radiasi seperti sinar
X, Gamma, dan neutrons
serta mutagen kimiawi untuk menginduksi variasi pada tanaman telah banyak dilakukan. Induksi
mutasi telah digunakan untuk peningkatan variasi tanaman penting
seperti gandum, padi,
barley, kapas,
kacang
tanah, dan kacang-kacangan
lainnya yang diperbanyak melalui biji (Ahlowalia dan Maluszynski, 2001).
Menurut data FAO/IAEA hingga
tahun 2009, sekitar 3100
mutan dari 190 jenis telah dibudidayakan. Jumlah varietas mutan terbesar dihasilkan negara-negara Asia (1858 mutan, terutama
di India, Jepang dan
China), dikuti
Eropa
(899 mutan),
Amerika
Utara (202 mutan),
Afrika (62 mutan),
Amerika Latin
(48 mutan) dan Kawasan Australia/Pasifik (10 mutan)
(Poster and Shu, 2012). Di Indonesia,
pemuliaan mutasi telah
diaplikasikan pada berberapa jenis
tanaman, seperti padi (Sobrizal, 2007; Ishak,
2010), sorghum (Surya dan Soeranto, 2006), kedelai (Soeranto dan Sihono, 2010), pisang (Indrayanti et al.,
2011), tanaman hias seperti
mawar dan
krisan
(Hutami
et al., 2006; Handayani,
2013). Untuk jenis tanaman kehutanan, khususnya jenis-jenis tropik Indonesia, teknologi ini belum banyak dikembangkan.
Induksi mutasi menggunakan iradiasi menghasilkan mutan paling banyak
(sekitar 75%) bila dibandingkan menggunakan perlakuan lainnya seperti mutagen kimia. Sinar gamma merupakan gelombang
elektromagnetik pendek dengan energi
tinggi berinteraksi dengan atom-atom atau molekul untuk
memproduksi radikal bebas dalam
sel. Radikel bebas tersebut akan
menginduksi mutasi dalam
tanaman
sebab radikel tersebut akan menghasilkan kerusakan sel atau pengaruh penting
dalam komponen sel tanaman (Kovacs dan Keresztes, 2002). Keuntungan menggunakan sinar
gamma adalah dosis yang
digunakan lebih akurat dan penetrasi penyinaran ke
dalam sel bersifat homogen. Tidak seperti pemuliaan konvensional yang melibatkan kombinasi gen-gen yang
ada
pada tetuanya (di alam), iradiasi sinar gamma
menyebabkan kombinasi gen-gen baru
dengan frekwensi mutasi tinggi. Mutasi
digunakan untuk
memperbaiki banyak karakter yang bermanfaat yang mempengaruhi ukuran tanaman, waktu berbunga dan kemasakan buah, warna buah, ketahanan terhadap penyakit dan karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter agronomi penting yang berhasil dimuliakan dengan mutasi pada
beberapa jenis tanaman
di antaranya
adalah
tanaman tahan penyakit, buah-buahan tanpa biji, tanaman buah-buahan yang lebih pendek dan
genjah (IAEA, 2009).
Sebagian besar penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma dirancang
untuk mengevaluasi respons biologi terhadap dosis radiasi tinggi, dan penelitian yang
relatif
terbatas juga telah dilakukan dengan menggunakan iradiasi pada dosis rendah untuk
menstimulasi proses
fisiologi (radiostimulation) tanaman
melalui eksitasi, atau stimulasi dengan
dosis rendah, atau dikenal dengan istilah
hormesis (Luckey,
1980). Pengaruh yang
menguntungkan dari hormesis telah banyak dilakukan pada jenis-jenis tanaman pertanian (Luckey, 2003; Piri et al., 2011),
namun informasi penggunaan teknologi tersebut dalam bidang kehutanan masih terbatas (Iglesias-Andreu et al.,
2012).
Meskipun masih sedikit informasi mengenai fenomena
hormosis ini, Vaiserman (2010)
memberi indikasi adanya
kemungkinan hubungan antar
hormosis dengan pengaruh epigenetik (perubahan yang diturunkan pada fungsi genom, yang
terjadi tanpa perubahan susunan urutan DNA)
sebagai
suatu
respons
adaptif. Efigenetik
bersifat sementara dan individu yang termutasi dapat
kembali normal.
Tulisan ini akan memberikan tinjauan penggunaan iradiasi sinar
gamma jenis-
jenis tanaman, khususnya
untuk
memberbaiki perkecambahan benih
dan pertumbuhan, serta potensinya untuk mendapatkan variaetas mutan unggul pada
beberapa jenis tanaman
hutan
.
II. PENGARUH IRADIASI
TERHADAP PERKECAMBAHAN
DAN PERTUMBUHAN
Ketika radiasi ionisasi diserap ke dalam material biologis, radiasi tersebut akan beraksi secara langsung terhadap target sel kritis atau secara tidak langsung
melalui pembangkitan metabolit
yang dapat memodifikasi komponen-komponen sel penting.
Penggunaan
irasiasi sinar gamma dengan berbagai dosis
dalam
hubungannya
dengan perkecambahan benih telah dicoba pada berbagai tanaman (Tabel 1). Hasil- hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis yang
digunakan dan pengaruhnya terhadap perkecambahan benih
berbeda-beda untuk tiap
jenis dan genotipe. Namun
secara umum, dosis iradiasi yang lebih
tinggi cenderung menghambat
perkecambahan.
Tabel 1. Pengaruh
dosis iradiasi sinar gamma pada beberapa jenis tanaman pertanian
Jenis
|
Dosis sinar
gamma
|
Pengaruh
|
Pustaka
|
Sorghum
vulgare (L)
|
1-10 kR
|
Pengurangan
rata-rata tinggi bibit
|
Iqbal (1980)
|
Salix
nigra Marsh.
|
0,1-100
kR
|
Dosis rendah meningkatkan
kecepatan
pertumbuhan
|
Gehring
(1985)
|
Allium cepa L.
|
10, 20, 40,
80, dan 100 kR
|
Persentase bibit abnormal
meningkat dengan meningfkatnya
dosis iradiasi
|
Amjad dan
Akbar (2003)
|
Jenis
|
Dosis sinar
gamma
|
Pengaruh
|
Pustaka
|
Triticum aestivum L.
|
10, 20, 30,
dan 40 kR
|
Benih teriradiasi menunjukkan
lebih superior dibandingkan
kontrol untuk beberapa
karakter
|
Singh
dan
Balyan
(2009)
|
Sesamum indicum L.
|
200, 400,
600 dan 800
Gy
|
Pengaruh mutagenik oleh
penyusunan kembali kromosom
intergenomik
|
Kumar dan
Singh
(2010)
|
Daucus carota
L.
|
0,5 dan 1
kR
|
Iradiasi mempercepat
perkecambahan
benih
|
Bassam dan
Simon
(1996)
|
Capsicum annuum
L.
|
2, 4, 8, dan
16 Gy
|
Dosis rendah merangsang
pertumbuhan dan resitensi cekaman
|
Kim et al.
(2005)
|
Triticum durum
|
10, 20 Gy
|
Meningkatkan
daya dan kecepatan
berkecambah
|
Melki dan
Marouani
(2009)
|
Lactuca
sativa
|
5, 30 Gy
|
Merangsang parameter
pertumbuhan
(perkecambahan, panjang akar dan
hipokotil)
|
Marcu et al.
(2012)
|
Terminalia arjuna
|
25 Gy
|
Meningkatkan
daya
berkecambahn,
indeks vigor,
laju rata-rata pertumbuhan
|
Akshatha et
al.
(2013)
|
Peningkatan atau
penurunan persentase
perkecambahan sebagai akibat dari
perlakuan sinar gamma pada
beberapa jenis tanaman telah banyak diteliti. Chan dan
Lam (2002) melaporkan juga bahwa iradiasi benih pepaya dosis 10 Gy
meningkatkan persentase
perkecambahan
menjadi 50% dari kontrol 30%. Sementara itu,
Habba (1989) melaporkan bahwa
peningkatan dosis iradiasi hingga 100 Gy, secara gradual meningkatkan
perkecambahan benih, namun kemudian perkecambahan
benih menurun sejalan
dengan meningkatnya dosis iradiasi. Hasil tersebut
juga sama dengan yang
ditemukan Hell et al. (1974), Marcu et al. (2012) dan yang
menyatakan bahwa iradiasi
dosis tinggi dapat mengurangi
perkecambahan benih. Fenomena ini dikenal
dengan istilah pengaruh hormesis yang didefinisikan Luckey (2003) sebagai stimulasi
dengan dosis rendah iradiasi ionisasi dan penghambatan pada dosis yang tinggi. Dosis
rendah didefinisikan sebagai suatu dosis di antara tingkat radiasi lingkungan dan ambang batasnya yang menandai batas
antara pengaruh
biopositif dan bionegatif.
Respon iradiasi ionisasi bervariasi antar tanaman, tergantung
dari morfologi
dan
fisiologi tanaman,
jenis, umur, ukuran dan komposisi genom, dosis irradiasi, tipe
iradiasi, dan sebagainya. Pengaruh stimulasi sinar gamma terhadap perkecambahan
mungkin disebabkan oleh aktivasi sintesa RNA
atau sintesa protein, yang terjadi selama tahap awal perkecambahan setelah benih diradiasi (Kuzin et al., 1975; Kuzin et al.,
1976;
Abdel-Hady
et
al., 2008). Hipotesa
lainnya
menyatakan adanya
percepatan pembelahan sel (Zaka et al., 2004) atau stimulasi langsung/tidak
langsung gen-gen
yang responsif terhadap
auksin (Kovalchuk
et
al., 2007). Perubahan biokimia mempengaruhi proses metabolisma
sel yang pada tingkat
tertentu dapat menguraikan
bahan kimia
penghambat perkecambahan (Busby, 2008) dan
meningkatkan pembelahan sel sehingga
tidak hanya
berpengaruh terhadap perkecambahan tetapi juga terhadap pertumbuhan bibit (Piri et al., 2011). Fan et al. (2003) memberi indikasi bahwa radikel bebas yang dibangkitkan dalam tanaman yang
disebabkan iradiasi sinar gamma
akan bertindak sebagai sinyal stres dan merangsang
respon stres dalam tanaman, yang menghasilkan peningkatan sintesa asam polifenol yang notabenenya mempunyai kegunaan antioksidatif. Sjodin (1962) melaporkan
bahwa bahan dan energi yang diperlukan selama pertumbuhan awal tersedia dalam benih, sehingga dosis
iradiasi rendah mungkin meningkatkan
aktivasi enzim dan
membangkitkan embrio muda,
yang menghasilkan
stimulasi terhadap laju pembelahan sel dan meningkatkan
tidak hanya proses
perkecambahan, tetapi jga
pertumbuhan vegetatif.
Selain terhadap perkecambahan, pengaruh
iradiasi sinar gamma
pun telah dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator respon tanaman berbeda. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sering
dijadikan ukuran respon terhadap dosis radiasi berbeda. Beberapa
penelitian melaporkan penggunaan irradiasi
dosis rendah, seperti pada padi yang memberikan pengaruh positif terhadap perakaran
dan
pertumbuhannya. Radiasi gamma dosis
rendah (10-30 Gy) merangsang kemunculan persentase tunas kentang (Solanum tuberosum), sedangkan pada 40-50
Gy, tinggi dan panjang akar secara signifikan terhambat, dan pada dosis tingi (60 Gy)
tidak ada tunas yang muncul
(Cheng et
al. 2010).
Kuzin (1997) menyimpulkan bahwa penyinaran jaringan tanaman dengan
radiasi atomik dosis rendah
akan
menginduksi
radiasi sekunder yang
merangsang
pembelahan sel-sel dan mendisain radiasi
ini sebagai radiasi biogenik
sekunder yang mengaktifkan reseptor membran sel.
Radiasi ini membawa informasi yang
diterima
reseptor membran dan informasi
tersebut
diperlukan untuk memfungsikan dan mengembangkan sel-sel organisme
hidup. Sementara, radiasi benih dengan sinar gamma
dosis tinggi mengganggu sintesa
protein, keseimbangan hormon,
pertukaran gas, pertukaran air dan aktivitas enzim (Hameed et al., 2008), yang memicu gangguan
terhadap
morfologi
dan
fisiologi
tanaman dan menghambat
pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
III. PENGGUNAAN
IRADIASI SINAR
GAMMA DOSIS RENDAH PADA BENIH TANAMAN HUTAN
Pada jenis-jenis tanaman hutan, perlakuan radiasi sinar gamma
pada dosis rendah mampu memperbaiki perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit
(Iglesias- Andreu et al., 2012; Akshatha et al., 2013). Selain itu, radiasi sinar gamma
juga
mampu menunda pembusukan buah (WHO, 1988), mengurangi populasi
bakteri, jamur, serangga dan pathogen lainnya (Gruner et al., 1992) sehingga potensial diaplikasikan untuk meningkatkan daya simpan benih. Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk mengetahui pegaruh
iradiasi terhadap perbaikan mutu benih dan bibit
seperti
pada jenis jati, suren,
jabon putih, tembesu, bambang lanang, kayu
bawang dan jenis-jenis
tanaman hutan lainnya (Tabel
2).
Tabel 2. Penerapan
dosis rasiasi sinar gamma pada beberapa jenis
tanaman
hutan
Jenis
|
Dosis sinar
gamma
|
Pengaruh
|
Pustaka
|
Jati (Tectona
grandis)
|
10,
20, 30, 40,
dan
50 kR
|
Memperbaiki laju
perkecambahan
benih
|
Bhargava
dan
Khalatkar
(1987)
|
Suren (Toona
sinensis)
|
5, 20 Gy
|
Meningkatkan
perkecambahan
benih dan
pertumbuhan
bibit
|
Zanzibar,
et
al. (2008)
|
Tembesu (Fagraea
fragrans)
|
5 dan 10 Gy
|
Meningkatkan
daya berkecambah
dan daya
simpan benih
|
Zanzibar, et
al. (2015)
|
Jabon
putih
(Anthocephalus
cadamba)
|
15 dan 20 Gy
|
Meningkatkan
perkecambahan
benih dan
pertumbuhan
bibit
|
Zanzibar, et
al. (2014)
|
Jabon
merah
(Anthocephalus macrophylus)
|
10 – 30 Gy
|
Meningkatkan
perkecambahan
benih dan pertumbuhan bibit
|
Zanzibar, et
al.
(2014)
|
Bambang lanang
(Magnolia
champaca)
|
10 Gy
|
Meningkatkan
perkecambahan
benih (daya dan
indeks berkecambah) dan
meningkatkan
daya simpan benih
|
Zanzibar dan
Sudrajat, 2015
|
Pada benih bambang lanang, perlakuan iradiasi pada dosis 10 Gy (LD50 = 30-
35 Gy) menghasilkan peningkatan perkecambahan (indeks perkecambahan dan nilai perkecambahan) (Gambar 1b-c). Namun, pada
dosis
yang lebih
tinggi cenderung
mengalami penurunan. Benih
yang diiradiasi
yang disimpan selama 3 bulan juga
memberikan perkecambahan yang lebih baik dibanding kontrol
hingga dosis 20 Gy,
dan
kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi.
Pada dosis 10 Gy
juga
memberikan rata-rata bertumbuhan yang
lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan dosis lainnya (Gambar 1d).
Penggunaan dosis 2,5 Gy sampai 120 Gy pada benih tembesu yang disimpan selama 2 bulan mampu meningkatkan
jumlah kecambah, sedangkan
penggunaan
dosis
240 Gy
mengalami penurunan jumlah kecambah (Gambar 2). Pada perlakuan benih iradiasi tanpa penyimpanan, jumlah kecambah
yang muncul sebagian besar tidak
berbeda nyata dengan benih tanpa iradiasi
(kontrol). Pada perlakuan iradiasi benih
tanpa penyimpanan, dosis 5 Gy
memberikan jumlah kecambah terbanyak (303
kecambah per 0.1 gram), sedangkan pada perlakuan iradiasi benih dengan penyimpanan selama 2 bulan, dosis 10 Gy menghasilkan jumlah kecambah terbanyak
(346 kecambah per
0.1 gram).
70
60
50
40 LD50
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Gamma irradiation (Gy)
(a)
|
|
(d)
(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Jumlah
kecambah benih tembesu pada berbagai dosis
iradiasi sinar gamma (a);
Pertumbuhan kecambah pada umur 40
hari setelah tabur: dosis 10 Gy
(b)
dan dosis 240 Gy (c)
Benih tembesu
yang telah diiradiasi
mengalami perubahan
komposisi biokimia, seperti energi total, kadar abu, lemak total, protein dan karbohidrat total (Tabel 3). Semakin tinggi dosis iradiasi yang
diberikan maka benih tembesu akan mengalami peningkatan kadar protein dan penurunan kadar
karbohidrat total serta energi total, terutama pada dosis 240 Gy. Kadar karbohidrat dan energi total yang
lebih rendah membuat proses
perkecambahan menjadi terhambat dan banyak
kecambah abnormal yang tumbuh.
Tabel 3. Komposisi
biokimia benih tembesu akibat perlakuan iradiasi dengan sinar
gamma
Parameter
|
0
Gy
|
20
Gy
|
60
Gy
|
240
Gy
|
Energi
total (kkal/100 g)
|
362.67
|
356.28
|
359.61
|
260.18
|
Kadar abu (%)
|
1.76
|
1.83
|
1.78
|
1.87
|
Lemak total
(%)
|
1.11
|
0
|
0.73
|
0.70
|
Protein (%)
|
14.55
|
15.6
|
15.74
|
15.97
|
Karbohidrat total
(%)
|
73.62
|
73.47
|
72.52
|
72.50
|
Umumnya
pada
jenis-jenis tanaman
hutan, dosis iradiasi rendah mampu memperbaiki perkecambahan
benih. Beberapa penelitian
lainnya juga melaporkan
kecenderungan yang sama, yaitu terjadi perbaikan perkecambahan benih pada
perlakuan sinar gamma dosis rendah dan cenderung
menurun pada dosis yang
tinggi, seperti pada Pinus sylvestris (Sokolov
et al., 1998), Tectona grandis (Bhargava and Khalatkar, 2004), Cicer arietinum (Khan et al., 2005; Toker et al., 2005), Triticum
aestivum (Singh dan Balyan, 2010), dan Terminalia arjuna (Akshatha et al. 2013).
Iradiasi sinar gamma dalam dosis yang
tinggi umumnya menghasilkan pengaruh
inhibitor terhadap perkecambahan (Kumari dan Singh, 1996), menurunnya
kadar auksin atau
kerusakan kromoson (Sparrow, 1961), sedangkan radiasi dengan dosis
rendah umumnya menghasilkan pengaruh
stimulasi terhadap perkecambahan melalui
peningkatan aktivitas enzim,
perbaikan sel-sel respirasi, dan meningkatkan
produksi struktur reproduksi
(Luckey,
1998).
IV. POTENSI
IRADIASI SINAR GAMMA
UNTUK PEMULIAAN
MUTASI
TANAMAN HUTAN
Metode
pemulian pada prinsipnya dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 sistem, yaitu pemuliaan rekombinasi, pemuliaan mutasi,
dan
pemuliaan transgenik. Setiap
sistem mempunyai cara yang unik untuk mendapatkan keragaman dan menseleksi individu target (Tabel 4). Pada pemuliaan mutasi, pembangkitan alel-alel termutasi baru merupakan dasar dan karakter yang unik. Genetik dibalik
pemuliaan mutasi
meliputi perbedaan dalam
sensitivitas genotipe berbeda
dan jaringan tanaman terhadap mutagen berbeda, yang sering
diukur dengan “lethal doses”; genetik yang terbentuk setelah perlakuan mutagenik berpengaruh
terhadap alel-alel dan segregasi
pada generassi berikutnya (Shu, 2013).
Mutasi merupakan salah satu teknik yang telah dikembangkan
secara luas sebagai upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman
untuk mendapatkan
sifat baru sebagai sarana untuk perbaikan genetik tanaman,
terutama pada tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman genetiknya rendah atau untuk mendapatkan karakter
baru dimana sifat
tersebut tidak dijumpai pada gene poll yang ada.
Kerugian dari pemuliaan mutasi adalah terbatasnya kemampuan untuk membangkitkan alel-alel dominan yang mungkin diharapkan, dan juga kurang efektif dibandingkan perkawinan silang untuk
suatu sifat-sifat kombinasi multi alel, seperti
toleran terhadap cekaman lingkungan. Frekwensi
mutasi
yang rendah juga memerlukan populasi
yang besar
untuk menyeleksi mutan-mutan yang diharapkan
(Shu, 2013).
Tabel 4. Perbedaan tiga sistem pemuliaan tanaman berdasarkan beberapa tolok ukur pemuliaan
|
Pemuliaan konvensional/
rekombinan
|
Pemuliaan mutasi
|
Pemuliaan
transgenik
|
Sumber
variasi genetik
|
Rekombinasi alel-alel gen
dari tetuanya
|
Alel-alel baru
dibuat
secara acak dari endogenous gen
|
Memasukan gen
baru
atau
memodikasi
endogenous gen
|
Transmisi,
ekspresi dan
sifat
penurunan
|
Tidak ada transmisi,
berhubungan dengan
segregasi alel-alel
berkerabat
|
Menginduksi mutasi
untuk seleksi diploid
dan haploid
|
Ekpresi transgenik
|
Sifat aksi
gen
|
Dominan, alel-alel yang
resesif
|
Sebagian besar alel-
alel resesif
|
Sebagian besar alel
dominan
|
Generasi
pemuliaan
|
Sekitar 10
generasi
|
2-3 generasi
|
Sekitar 3
generasi
|
Mutasi
buatan untuk tujuan pemuliaan tanaman
dapat dilakukan
dengan memberikan mutagen. Mutagen yang dapat digunakan untuk mendapatkan mutan ada
dua golongan yaitu mutagen fisik (sinar
x, sinar
gamma dan sinar ultra violet) dan
mutagen kimia (Ethyl Methan
Sulfonat, Diethyl sulfat, Ethyl Amin
dan
kolkisin). Perubahan yang ditimbulkan karena pemberian mutagen baik fisik
maupun kimia dapat terjadi pada tingkat genom, kromosom, dan DNA.
Mutasi dibedakan menjadi mutasi kecil (mutasi gen) dan mutasi besar (mutasi kromosom).
Mutasi kecil adalah perubahan yang
terjadi pada susunan molekul gen (DNA), sedangkan lokus gennya
tetap, sedangkan mutasi besar adalah
perubahan yang terjadi
pada struktur dan susunan kromosom. Mutasi gen disebut juga
mutasi titik. Mutasi ini terjadi karena
perubahan urutan basa pada DNA atau dapat dikatakan sebagai perubahan nukleotida
pada DNA. Mutasi Kromosom terjadi pada kromosom yang merupakan struktur di dalam sel berupa
deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA yang
menghubungkan
gen sebagai kelompok satu
rangkaian. Kromosom
memiliki dua lengan, yang
panjangnya kadangkala sama dan kadangkala tidak sama, lengan-lengan itu bergabung
pada sentromer (lokasi menempelnya benang spindel selama pembelahan mitosis dan meiosis). Pengaruh
bahan mutagen, khususnya radiasi, yang
paling
banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom (chromosome breakage
atau chromosome aberration).
Mutasi kromosom meliputi
perubahan jumlah kromosom dan perubahan struktur kromosom mutasi pada
tingkat
kromosom disebut aberasi.
Menurut van Harten (1998),
keberhasilan program induksi mutasi sangat
bergantung pada materi tanaman yang
mendapat perlakuan mutagen. Qosim (2006)
dalam penelitiannya terhadap kalus nodular manggis, menyebutkan bahwa
induksi radiasi sinar gamma menghasilkan keragaman
genetik dengan menggunakan teknik
RAPD dengan keragaman genetik antara 60-91%. Sementara Harahap (2005) dalam
penelitian dengan menggunakan biji manggis hasil iradiasi sinar
gamma yang di tanan
secara in vitro, didapat keragaman genetik yang diperoleh sebesar 62-100%. Sobir dan Poerwanto (2007) menyatakan berdasarkan analisis RAPD pada
bibit manggis hasil iradiasi
sinar gamma menggunakan lima primer
acak,
terbukti keragaman genetik tanaman hasil iradiasi lebih
besar (62%) dibandingkan variabilitas aksesi manggis di Jawa (27%). Dalam penelitian ini, keragaman genetik yang
diperoleh dari hasil iradiasi sinar gamma sebesar
77-95%, meningkat sebesar
5% dibandingkan
kontrol.
Untuk
jenis-jenis tanaman kehutanan,
pemuliaan mutasi
sangat
potensial, terutama untuk membangkitkan keragaman baru pada jenis-jenis yang keragaman di alamnya relatif sempit atau untuk mendapatkan karakter-karakter tanaman yang
lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Pada
tingkat bibit, peningkatan tinggi bibit hasil iradiasi sinar gamma
untuk jenis bambang lanang
mampu mencapai 77% pada dosis 80 Gy
(Zanzibar dan Sudrajat, 2015),
sementara pada jenis suren, peningkatannya mencapai 600% dibandingkan dengan kontrol (Zanzibar dan Witjaksono, 2011) (Gambar 3).
(a)
(b) (c)
Gambar 3. Pertumbuhan bibit suren umur 6 bulan yang berasal dari benih yang
diperlakukan dengan
penuan
dan iradiasi. Bibit dari
benih dengan perlakuan penuaan
selama 2 hari - iradiasi 5 Gy
(a),
penuaan 0 hari -
tanpa iradiasi (b)
dan penuaan 0 hari-iradiasi 5 Gy (c).
Penggunaan iradiasi
sinar
gamma
untuk pemuliaan mutasi tanaman
hutan
telah dilakukan pada jenis jati malabar pada tingkat kalus (invitro)
dosis 2.5 – 30 Gy. Perlakuan mampu meningkatkan keragaman
populasi dasar serta diperolehnya klon yang produktivitasnya lebih tinggi melalui seleksi yang ketat, baik pada tingkat bibit
maupun pertumbuhan tanaman melalui uji multi lokasi.
Pertumbuhan hingga umur 8
tahun
di Muna (jarak tanam 4 x 4 m2) diperoleh rata-rata diameter dan tinggi, masing-
masing 32 cm dan
19
meter (lokal
Muna, diameter = 16 cm
dan tinggi 13.6 meter)(Gambar 4).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4. Penampilan tegakan jati lokal Muna umur 5 dan 8 tahun (a dan c) dan jati
hasil pemuliaan
mutasi pada umur yang sama (b dan d) di
Muna.
KESIMPULAN
Dosis iradiasi sinar gamma dengan dosis rendah dapat dijadikan
sebagai
perlakuan benih (seed treatment) yang mampu memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan bibit beberapa jenis tanaman hutan. Bagaimana pun, untuk
mencapai hasil tersebut sangat penting
untuk menseting ambang batas hormetik suatu jenis yang
juga
tergantung dari tipe jaringan yang
diiradiasi dan jumlah kelembaban di dalam
jaringan. Radiasi hormesis memberikan kemampuan kepada
benih untuk memperbaiki metabolismenya dan
meningkatkan viabilitas serta vigor benih dan
bibit. Selain itu, iradiasi juga mampu menciptakan keragaman baru yang
sangat penting
untuk proses seleksi (pemuliaan mutasi) terhadap individu-individu tanaman dengan karakter-karakter yang diinginkan yang mampu meningkatkan
produktivitas hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Hady,
M.S., Okasha, E.M., Soliman, S.S.A., and
Tallat,
M. 2008. Effect of
gamma radiation
and gibberellic acid on germination and alkaloid
production
in Atropa belladonna L. Australian Journal of Basic and Applied Sciences
2:401-405.
Ahlowalia, B.S. and M. Maluszynski. 2001. Induced mutation-A
new
paradigm in
plant breeding. Euphytica 118:167-173.
Akshatha, Chandrashekar, K.R., Somashekarappa, H.M., and Souframanien, J. 2013.
Effect of gamma
irradiation on germination, growth, and
biochemical parameters
of Terminalia arjuna Roxb. Radiat
Prot
Environ 36:38-44.
Amjad, M. and Akbar, A. 2003. Effect of post-irradiation
storage on the radiation- induced
damage in onion
seeds. Asian Journal
of Plant
Science 2(9):702-707.
Andress, E.L.,
Delaplane, K.S.,
and Schuler, G.A. 1994. Food Irradiation. Fact
sheet HE 8467 (Institute of Food and Agricultural Sciences University
of Florida, USA).
Bhargava, Y. and Khalatkar, A. 2004. Improve
performance of Tectona grandis seeds
with gamma irradiation.
Acta Hortic.
215:51-54.
Chan, Y.K. and Lam,
P.F. 2002. Irradiation-induced mutations in papaya with
special emphasis on papaya ringspot resistance and
delayed
fruit ripening. Working
Material – Improvement of tropical
and subtropical fruit
trees through induced mutations and biotechnology. IAEA, Vienna, Austria. pp 35
– 45.
De Micco, V., C. Arena. D. Pignalosa, and M. Durante. 2011. Effects of sparsely and
densely ionizing radiation on plants. Radiat. Environ. Biophys. 50:1-19.
Emovon, E.U. 1996. Keynote
Address: Symposium
Irradiation for National
Development (Shelda Science and Technology
Complex, SHESTCO, Abuja,
Nigeria). pp.
156-164.
Fan, X., Toivonen, P.M.A., Rajkowski, K.T., and Sokorai, K.J.B. 2003.
Warm water
treatment in combination with modified atmosphere packaging
reduces
undesirable effects of irradiation on the quality
of fresh-cut iceberg lettuce. Journal of Agricultural and
Food Chemistry 51:1231–1236.
Gehring, R. 1985. The effect of gamma radiation
on Salix nigra Marsh. Cuttings.
Arkansas
Academy of Science Proceedings, 39:40-43.
Gruner, M.M.,
Horvatic, D.,
Kujundzic, and Magdalenic, B. 1992. Effect of gamma
irradiation on the lipid components of soy protein products. Nahrung, 36: 443-
450.
Habba, I.E. 1989. Physiological effect of gamma rays on growth and productivity of
Hyoscyamus
muticus L. and Atropa belladonna L. Ph.D.
Thesis, Fac. Agric.
Cairo Univ., Cairo, Egypt.
65-73.
Hai, L., Diep,
T.B., Nagasawa,
N., Yoshii, F., and Kume,
T. 2003. Radiation depolymerization of chitosan to prepare oligomers. Nucl. Instrum. Methods
Phys. Res. B,
208: 466–470.
Hameed, A., Shah, T.M., Atta, M.B., Haq, M.A., and Sayed, H. 2008. Gamma irradi- ation effects on seed germination and growth, protein content, peroxidase
and protease activity, lipid peroxidation in desi and
kabuli chickpea.
Pakistan Journal of Botany 40:1033–1041.
Handayati, W. 2013. Perkembangan pemuliaan mutasi tanaman hias di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.
9 (1): 67- 80.
Harahap, F. 2005. Induksi variasi genetik tanaman manggis (Garcinia mangostana)
dengan radiasi sinar gamma. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hell, K.G., and Silveira, M. 1974. Imbibition and germination of gamma irradiation
Phaseolus
vulgaris seeds.
Field Crop Abst., 38(6): 300.
Hutami, S., Mariska,
I., dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan
keragaman genetik
tanaman melalui keragaman
somaklonal. Jurnal
Agro Biogen 2(2):81-88.
IAEA. 2009. Induced Mutation in Tropical Fruit Trees. IAEA-TECDOC-1615. Plant Breeding
and
Genetics Section. International Atomic Energy
Agency, Vienna,
Austria. p161.
Iglesias-Andreu, L.G., Octavio-Aguilar,
P.
and Bello-Bello, J. 2012. Current
importance and potential use of low doses
of gamma
radiation in forest
species. In Gamma radiation (Adrovic, F., Ed.). InTech Europe. Rijeka, Croatia.
p. 265-280.
Indrayanti,
R.,
N.A. Mattjik, A. Setiawan, Sudarsono.
2011.
Radiosensitivity of banana cv.
Ampyang
and
potential
application
of
gamma irradiation
for
variant induction.
J. Agron. Indonesia 39:112-118.
Iqbal, J. 1980.
Effects of acute gamma irradiation,
developmental stages and
cultivar
differences on growth and yiel of wheat and sorghum plants. Environmental
and Experimental Botany,
20(3):219-231.
Ishak. 2012. Agronomic traits, heritability and G x E interaction of upland rice (Oryza sativa L.) mutant
lines. J. Agron. Indonesia 40:105-111.
Khan M.R., Qureshi, A.S., Syed, A.H. and Ibrahim, M. 2005.
Genetic variability
induced by gamma irradiation and its modulation
with
gibberellic acid in M2
generation of Chickpea (Cicer
arietinum L.). Pakistan
J. Bot.
37(2):285-292.
Kim, J.; Chung, B.; Kim, J. and Wi, S.
2005). Effects of in planta gamma-irradiation on growth, photosynthesis, and antioxidative capacity of red pepper
(Capsicum annuum L.) plants.
Journal
of Plant Biology, 48(1): 47-56.
Kovacs E, and Keresztes A. 2002. Effect of gamma and UV‑B/C radiation on plant
cell.
Micron, 33:199‑210.
Kovalchuk, I., Molinier, J., Yao, Y., Arkhipov, A., and Kovalchuk, O. 2007. Tran-
scriptome analysis reveals fundamental differences in plant response to acute and
chronic exposure to
ionizing radiation.
Mutation
Research 624:101–113.
Kumar, G. and Singh, Y. 2010. Induced intergenomic chromosomal rearrangements in Sesamum indicum L. CYTOLOGIA, 75 (2):157-162.
Kumari, R. and Singh, Y.
1996. Effect of
gamma rays and EMS on seed germination and
plant
survival of Pisum
sativum
L., and
Lens culinaris. Med. Neo
Botanica, 4(1): 25-29.
Kuzin, A.M.,
Vagabova, M.E., and Revin, A.F. 1976. Molecular mechanisms of the stimulating action of ionizing radiation
on seeds. 2. ctivation of protein and
high molecular RNA synthesis. Radiobiologiya,
16: 259-261.
Kuzin, A.M., Vagabova,
M.E., and Prinak-Mirolyubov, V.N. 1975. Molecular mechanisms of the stimulating
effect of ionizing radiation on seed. Activation of
RNA synthesis. Radiobiologiya.,
15: 747-750.
Kuzin, A.M. 1997.
Natural atomic radiation
and pehnomenon
of life. Bulletin of
Experimental Biology and Medicine 123:313–315.
Luckey,
T. 2003. Radiation hormesis
overview. RSO Magazine
4:19–36.
Luckey, T. 1998. Radiation hormesis: Biopositive
effect of radiation.
Radiation
Science and Health. CRC
press. Boca Raton, FLO, USA.
Marcu, D., Cristea, V., and L. Daraban. 2012. Dose-dependent effects of gamma
radiation on lettuce (Lactuca sativa var. capitata) seedlings. International
Journal
of Radiation Biology, 1–5.
Melki,
M., and Morouani,
A. 2009. Effects
of gamma rays irradiation
on seed germination and growth of hard
wheat. Environ Chem Lett.
8:307-310.
Piri, I., Babayan, M., Tavassoli, A. and Javaheri,
M. 2011. The use of gamma
irradiation in
agriculture. African
Journal of Microbiology Research
5(32):5806-5811.
Poster, B.P., and
Shu,
Q.Y. 2012. Plant Mutagenesis in Crop Improvement: Basic Terms and Applications. In Plant Mutation Breeding and Biotechnology
(Shu, Q.Y., Poster, B.P. and Nakagawa, Eds.). Joint FAO/IAEA Division of
Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria.
Qosim, W.A.
2006. studi Irradiasi Sinar
Gamma Pada Kultur Kalus Nodular
Manggis
Untuk Meningkatkan Keragaman
Genetik Dan Morfologi Regeneran. [Disertasi].
Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Relleve, L., Nagasawa, N., Luan, L.Q., Yagi, T., Aranilla, C., and Abad, L. 2005.
Degradation of carrageenan by radiation. Polymer Degradation and Stability,
87:
403–410.
Rombo, G.O., Taylor, J.R.N., and Minnaar, A. 2004. Irradiation of
maize and bean
flours: Effects on starch physicochemical properties. J. Sci. Food Agric., 84:
350–356.
Santosa, E., Pramono, S., Mine
Y., and N. Sugiyama. 2014. Gamma Irradiation on Growth
and Development
of Amorphophallus muelleri Blume.
J. Agron. Indonesia
42 (2) : 118-123.
Shu, Q.Y. 2013. Plant
Mutation Breeding. Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria.
Singh, N. K. and Balyan H. S.
2009 Induced mutations in bread wheat (Triticum
aestivum L.) CV. ”Kharchia 65” for
reduced plant height and improve grain quality traits. Advances
in Biological Research, 3(5-6):215-221.
Sjodin, J. 1962. Some observations in X1 and X2 of Vicia faba L. after treatment with
different mutagens. Hereditas 48:565–573. Sjodin J. 1962. Some observations
in
X1
and X2 of Vicia
faba
L. after treatment
with
different
mutagens. Hereditas 48:565–573.
Sobir dan Poerwanto, R. 2007. Mangosteen genetic and improvement. Intl J Pl Breed
1(2):
105-111.
Sobrizal.
2007.
Rice
mutation on candidate
of
restorer
mutant
lines.
J. Agron.
Indonesia
35:75-80.
Soeranto, H. dan Sihono. 2010. Sorghum breeding for
improved drought tolerance using
induced mutation with
gamma irradiation. J.
Agron. Indonesia 38:95-99.
Sokolov, M.; Isayenkov, S.
and Sorochynskyi, B. 1998. Low-dose irradiation can
modify viability characteritics of common pine (Pinus sylvestris) seeds.
Tsitologiya Genetika, 32(4): 65-
71.
Sparrow, A. and
Woodwell, G. (1962). Prediction
of the sensitivity of plants to chronic gammairradiation. Radiation Botany,
2(1): 9-12.
Surya, M.I. dan Soeranto R. Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan
Sorgum manis (Sorghum bicolor L.). Risalah
Seminar Ilmiah Aplikasi
lsotop dan Radiasi, 2006. Pp206-215.
Toker C., B.
Uzen,
H. Canci and F.O. Ceylan.
2005.
Effects of gamma
irradiation on the shoot length of
Cicer seeds. Radiation Physics and Chemistry. 73:365-367.
Vaiserman, A.
(2010). Hormesis, adaptive
epigenetic reorganization, and implications
for human health and
longevity. Dose Response, 8(1):16–21.
Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding. Theory and Practical Aplication. Press
Syndicate of the Univ.
of Cambridge. UK.
WHO (World Health
Organization). 1988. Food
irradiation: A technique
for preserving and improving the safety
of food (WHO Publication in Collaboration with FAO).
pp. 144-149.
Zaka, R., Chenal, C., and Misset,
M.T. 2004. Effect of low doses of short-term gamma irradiation
on growth and development through two
generation of Pisum
sativum. Science of the Total Environment 320:121–129.
Zanzibar, M dan Witjaksono. 2011. Pengaruh Penuaan dan Iradiasi Benih dengan Sinar
Gamma (60C) Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni Blume
Merr). Jurnal
Penelitian Hutan
Tanaman.
8 (2):89-95.
Zanzibar, M. and Sudrajat, D.J. 2015. Effect of Gamma Irradiation
on Seed Germination, Storage, and Seedling Growth of Magnolia champaca (L.) Baill.
ex
Pierre. Belum dipublikasikan.
Zanzibar, M., Sudrajat, D.J., Putra, P.G.,
dan
Supardi, E. 2008. Teknik Invigorasi Benih Tanaman Hutan. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan. Bogor.