Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Senin, 21 Mei 2012

Laporan Kimia dan Kesuburan Tanah

laporan kimia dan kesuburan tanah
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerat dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) dapat mengurangi kesuburan tanah. Karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.KTK pada jenis tanah yang ada berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat.
KTK tanah pada umumnya digunakan sebagai indikator pembeda pada proses klasifikasi tanah. Misalnya tanah Alfisol harus mempunyai KTK <16 Cmol/kg. Pada dasarnya Pada Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK tanah, misalnya tanah dengan mineral liat montmorillonit mempunyai KTK yang lebih besar daripada tanah dengan mineral liat kaolinit. Tanah-tanah yang tua seperti tanah Alfisol mempunyai KTK rendah karena koloidnya banyak terdiri dan seskuioksida.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu melakukan percobaan penentuan KTK untuk mengetahui besarnya nilai KTK pada tanah Alfisol.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum penentuan KTK adalah untuk mengetahui nilai KTK pada tanah Alfisol serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kegunaan dari praktikum penentuan KTK adalah memberi informasi pada jenis-jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas yang dapat dikembangkan pada tanah tersebut.















II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KaTK Tanah Alfisol
Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah dapat didefenisikan sebagai suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation. Kemampuan atau daya jerap unsur hara dari suatu koloid tanah dapat ditentukan dengan mudah. Jumlah unsur hara yang terjerap dapat ditukar dengan barium (Ba+) atau amonium (NH4+), kemudian jumlah Ba atau NH4 yang terjerap ini ditentukan kembali melalui penyulingan. Jumlah Ba atau NH4 yang tersuling akan sama banyak dengan jumlah unsur hara yang ditukar pada koloid tanah tadi (Hakim, dkk., 1986).
Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentukan besarnya KTK tanah, misalnya tanah dengan mineral liat montmorillonit mempunyai KTK yang lebih besar daripada tanah dengan mineral liat kaolinit. Tanah-tanah yang tua seperti tanah Alfisol mempunyai KTK rendah karena koloidnya banyak terdiri dan seskuioksida. Besarnya KTK digunakan sebagai penciri untuk klasifikasi tanah misalnya Alfisol harus mempunyai KTK < 16 cmol (+) ka liat (Hardjowigeno, 2003).
Alfisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan lanjut melalui proses Luxiviasi dan Podsolisasi. Ditandai oleh kejenuhan basa rendah (kurang dari 50% ), Kapasitas Tukat Kation kurang dari 16 meq per me per 100 gram liat, bahan organic rendah sampai sedang, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5) (Hardjowigeno, 2002).

2.2 KTK
Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat, kandungan bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak muatan tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7 (Pairunan, dkk., 1999).
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)
Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnyapun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri yang antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah atau Jumlah Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik; dan 5.) Pangapuran dan Pemupukan (Hakim, dkk., 1986).
Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah.(Harjowigeno, 2002)
KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.(Hakim, 1986)
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah dikemukakan bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah KTKnya.(Rosmarkam dan Yuwono, 2002)
Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang bermuatan tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik, maka KTK akan meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan perubahan pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK tanah (Hakim, dkk., 1986).


















III. BAHAN DAN METODE


3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum Penentuan KTK dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Jumat, tanggal 22 Oktober 2010, pada pukul 13.00 WITA sampai selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum Penentuan KTK adalah timbangan, botol polyethylene, botol roll film, tabung destilasi, erlenmeyer, rak tabung, dan penitrasi.
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Penentuan KTK adalah sampel tanah Alfisol, Ammonium Acetat, kertas saring, alcohol 70%, larutan MgO, larutan NaOH 10 N, larutan Boric Acid, larutan HCL 0,1 N, tissu rol, dan kertas label.
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur Kerja Penentuan KTK adalah :
1. Menimbang 5 gram tanah Alfisol kemudian dimasukkan ke dalam botol polyethylene
2. Menambahkan Ammonium Acetat sebanyak 25 ml
3. Mengocok selama 1 jam
4. Menyaring sampai semua tanah pindah ke kertas saring (untuk analisa KTK) selama 1 x 24 jam
5. Mengencerkan hasil saringan sampai 50 ml (untuk analisa Ca, Mg, K, Na)
6. Mencuci tanah pada kertas saring dengan alcohol 70% sampai bebas NH3
7. Menambahkan 0,5 gr MgO setelah bebas NH3
8. Memasukkan ke dalam tabung destilasi, kemudian menambahkan NaOH 10 N sebanyak 25 ml
9. Menampung destilasi ke dalam erlenmeyer yang berisi 20 ml Boric Acid
10. Menitrasi dengan HCL 0,1 N
11. Menghitung dengan menggunakan rumus :
KTK (cmol/kg) = ml Penitar x N x 100/5
gr sampel
















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan nilai KTK dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6: Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) Pada percobaan.
Jenis tanah Nilai KTK Kriteria
Alfisol 15,5 cmol/kg Rendah
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, KTK pada tanah alfisol yang menjadi sampel pada percobaan ini adalah 15,5 dengan kriteria rendah. Hal ini diebabkan karena pada tanah Alfisol yang menjadi sampel pada percobaan ini mengandung bahan orgnik yang rendah sehingga KTK tanah menjadi rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah KTKnya dan begitupun sebaliknya.
Rendahnya KTK yang dikandung pada tanah Alfisol menyebabkan kurang tersedianya hara bagi tanaman sehingga menyebabkan rendahnya kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno(2002) bahwa Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerat dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya KTK pada tanah Alfisol adalah rendahnya bahan organik yang dikandung, rendahnya PH tanah hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (1986) bahwayang antara lain adalah: 1.) Reaksi tanah atau pH; 2.) Tekstur Tanah atau Jumlah Liat; 3.) Jenis Mineral Liat; 4.) Bahan Organik. Sedangkan menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) rendahnya KTK pada tanah Alfisol disebabkan Karena tanah-tanah yang tua seperti tanah Alfisol mempunyai KTK rendah karena koloidnya banyak terdiri dan seskuioksida.















V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada tanah Alfisol yang dijadikan sampel dalam percobaan KTK tanah yaitu 15,5.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai KTK tanah Alfisol menjadi rendah adalah rendahnya pH tanah, rendahnya bahan Organik, dan koloidnya banyak terdiri dari koloid seuskosida.

5.2. Saran
Sebaiknya, tanah Alfisol yang diujikan dalam percobaan ini diketahui lokasi pengambilan sampelnya sehingga mudah dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan KTK pada tanah tersebut.






DAFTAR PUSTAKA


Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung

Hardjowigeno, H. Sarwono., 2002. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta

., 2003. Klasifkasi Tanah dan pedogenesis. Akademika Pressindo,
Jakarta

Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1999. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur, Makassar

Rosmarkam dan Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius, Jakarta

Diposkan oleh pusat peradaban di 20:58

Tidak ada komentar: