Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Selasa, 03 November 2020

Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp.

BIOMA, Juni  2009                         ISSN: 1410-8801
Vol. 11, No. 1, Hal. 24-32
 

Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun
dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp.

Isolat Lokal
Susiana Purwantisari dan Rini Budi Hastuti
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Undip
Abstract
Trichoderma spp. merupakan jamur asli tanah yang bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat
antagonis yang tinggi terhadap jamur-jamur patogen tanaman budidaya. Mekanisme pengendalian yang bersifat
spesifik target dan mampu meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan tersendiri bagi jamur
Trichoderma spp. ini sebagai agen pengendali hayati. Pemanfaatan Trichoderma spp. sebagai agen pengendali hayati
jamur patogen Phytopthora infestans merupakan salah satu alternatif penting untuk mengendalikan jamur patogen
tersebut tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Penelitian bertujuan untuk memperoleh jamurjamur
antagonis
spesifik
lokasi

Trichoderma
spp.
untuk
mengendalikan
pertumbuhan
jamur
patogen
Phytophthora
infestans
secara
in
vitro
dengan
uji
antagonisme.
Metode
penelitian
yang
digunakan
adalah
(1) isolasi
dan
identifikasi
jamur
patogen
penyebab
penyakit
lodoh
di
sentra
pertanaman
kentang
di
Kedu
Temanggung,
(2)
isolasi
dan
identifikasi
jamur-jamur
tanah
spesifik
lokasi
Trichoderma
spp.
(3)
uji
antagonisme
Trichoderma
spp.terhadap
pertumbuhan
jamur

patogen
Phytophthora
infestans
secara
in
vitro.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa penyebab
penyakit
busuk
daun
dan
umbi
tanaman
kentang
di
sentra
pembibitan
tanaman
kentang
di
Kledung
Temanggung
Provinsi
Jawa
Tengah
adalah
 Phytophthora
infestans.
Terdapat
7
isolat
jamur
tanah
yang
berhasil
diisolasi
dari
tanah
pembibitan
tanaman
kentang
tersebut
dan
salah
satunya
adalah
Trichoderma
sp.
Uji antagonisme
secara in
vitro
menunjukkan
bahwa
jamur
antagonis
spesifik
lokasi
 Trichoderma
sp.
berpotensi
menghambat
pertumbuhan
jamur
patogen
Phytophthora
infestans.
Key words: Trichoderma spp, Phytopthora infestans
PENDAHULUAN
Kentang merupakan salah satu jenis
tanaman hortikultura yang bernilai ekonomis
tinggi. Sebagai sumber karbohidrat, kentang
merupakan sumber bahan pangan yang dapat
mensubstitusi bahan pangan karbohidrat lain yang
berasal dari beras, jagung dan gandum (Samadi,
1997). Mengacu pada program pemerintah akan
diversifikasi sumber pangan karbohidrat non beras
akhir-akhir ini, kentang merupakan  salah satu
alternatif penting untuk keragaman bahan pangan
non beras. Sebagai komoditas pertanian andalan di
Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa Tengah yang
bernilai ekonomi tinggi, maka peningkatan
produksi adalah satu-satunya pertimbangan utama
dalam usaha tani kentang. Usaha peningkatan
produksi kentang dipengaruhi adanya faktor
pembatas penting di lapangan antara lain adanya
serangan hama dan penyakit tumbuhan
(Rukmana, 1997).
Penyakit busuk daun dan umbi tanaman
kentang oleh jamur patogen Phytophthora
infestans sejak lama menjadi masalah bagi para
petani kentang dan penyakit ini merupakan
penyakit yang paling serius di antara penyakit dan
hama yang menyerang tanaman kentang di
Indonesia (Katayama & Teramoto, 1997).
Penyakit ini tergolong sangat penting karena
kemampuannya yang tinggi merusak jaringan
tanaman. Serangan patogen dapat menurunkan
produksi kentang hingga 90% dari total produksi
kentang dalam waktu yang amat singkat
(Rukmana, 1997). Sampai saat ini kapang patogen
penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang
tersebut masih merupakan masalah krusial dan
belum ada varietas kentang yang benar-benar
tahan terhadap penyakit tersebut (Cholil, 1991).
Penyakit akan mudah sekali berkembang baik pada
daerah dingin dan lembab karena kapang patogen
yang menyebabkannya mudah tumbuh dan
berkembang baik pada kondisi dingin seperti di
daerah Dieng dan Wonosobo (Djafaruddin, 2000).
Pada saat ini penyakit busuk daun dan
umbi kentang ini sedang berkembang pada
25      Susiana Purwantisari dan Rini Budi Hastuti
pertanaman kentang di Wonosobo. Ninin
(komunikasi pribadi) mengemukakan bahwa
hampir seluruh sentra pertanaman kentang di
Wonosobo terinfeksi jamur tersebut seiring dengan
datangnya musim penghujan tahun ini. Ninin,
2006 menyatakan bahwa pada musim tanam 2006
pada kebun milik BPPTAL  Wonosobo dijumpai
serangan jamur  Phytophthora infestans berkisar
40- 90 %. Sedangkan pada kebun kentang milik
PT Murakabi Buana, Desa Ngablak Kabupaten
Magelang didapatkan serangan mencapai 80%.
Memasuki pasar global persyaratan
produk-produk pertanian ramah lingkungan akan
menjadi primadona. Persyaratan kualitas produk
pertanian akan menjadi lebih ketat kaitannya
dengan pemakaian pestisida sintetik. Salah satu
alternatif upaya peningkatan kuantitas dan kualitas
produk pertanian khususnya kentang dapat
dilakukan dengan pemanfaatan agen hayati
(biopestisida) sebagai pengganti pestisida sintetik
yang selama ini telah diketahui banyak berdampak
negatif dalam mengendalikan penyakit-penyakit
tanaman. Seperti terbunuhnya mikroorganisme
bukan sasaran, membahayakan kesehatan dan
lingkungan (Samways,1983).  Berdasarkan
keadaan ini maka eksplorasi dan skrining agen
hayati pada keanekaragaman hayati yang kita
punya harus dilakukan dalam rangka untuk
menemukan sumberdaya genetik baru yang
berpotensi sebagai agen pengendalian hayati
penyakit tanaman yang ramah lingkungan.
Trichoderma spp. adalah jamur saprofit
tanah  yang secara alami merupakan parasit yang
menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit
tanaman (spektrum pengendalian luas). Jamur
Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada
beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman,
pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi
penyakit untuk tanaman tingkat tinggi.
Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah
berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis
dan lisis (Trianto dan Gunawan Sumantri, 2003).
Menurut Rifai, 1969, jenis Trichoderma yang
umum dijumpai di Indonesia adalah: T.
piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T.
koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T.
longibrachiatum. T. psudokoningii, dan T. viride.  
Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa Trichoderma spp. dapat mengendalikan
penyakit yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia
solani. Hasil penelitian Susanna, 2000 dalam
Trianto dan Gunawan. S., 2003, menunjukkan
bahwa Trichoderma spp. isolat Lampung mampu
menekan pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum
pada tanaman pisang. Nurjannani, 2001 dalam
Trianto dan Gunawan. S., 2003, bahwa pemakaian
Trichoderma spp. dapat mengendalikan penyakit
layu bakteri Ralstonia solanacearum. Kaji terap
yang dilaksanakan pada Laboratorium PHPT
Semarang menunjukkan bahwa Trichoderma spp.
cukup efektif untuk mengendalikan penyakit
Alternaria sp pada bawang merah.
Luas pertanaman kentang saat ini
mencapai 70.500 hektar dan tersebar di berbagai
provinsi seperti Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Di
Jawa Tengah kentang umumnya ditanam di
dataran tinggi seperti di daerah Dieng Wonosobo.
Untuk meningkatkan produksi ini dibutuhkan
benih yang bermutu dan pengendalian terhadap
organisme pengganggu tanaman. Organisme
pengganggu ini diperkirakan mencapai 67 spesies.
Sebuah jumlah yang cukup banyak dan mudah
mengancam produksi kentang. Pada musim hujan,
benih kentang rentan terhadap jamur
Phytophthora infestans, sedangkan di gudang
penyimpanan benih rawan serangan hama
(Purbani, dkk, 2007).  Dengan kondisi itu petani
banyak tergantung pada herbisida dan insektisida.
Trichoderma spp. merupakan jamur
antagonis yang sangat penting untuk pengendalian
hayati Mekanisme pengendalian Trichoderma spp.
yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer
dengan cepat dan melindungi akar dari serangan
jamur patogen, mempercepat pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan hasil produksi
tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen
pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan
melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan
benih maupun melalui kompos.  Selain itu
Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah
dibiakkan secara massal, mudah disimpan dalam
waktu lama dan dapat diaplikasikan  sebagai seed
furrow dalam bentuk tepung atau granular /butiran
(Arwiyanto, 2003). Beberapa keuntungan dan
keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah
mudah dimonitor dan dapat berkembang biak,
sehingga keberadaannya di lingkungan dapat
bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan
dan manusia lantaran tidak menimbulkan residu
kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah
(Anonim, 2002).
Penggunaan jamur antagonis sebagai agen
hayati harus dalam bentuk formulasi yang tepat
dengan bahan yang mudah tersedia (Lewis dan
Papavizas, 1991). Menurut Weller dan Cook, 1983
bahwa untuk menstabilkan efektifitas agensia
hayati harus diformulasikan. Beberapa laporan
menyebutkan bahwa P. fluorescens, Gliocladium
dan Trichoderma telah diformulasikan dalam
bentuk cair, tepung dan kompos.
Perkembangbiakan Trichoderma spp. akan terjadi
bila hifa jamur mengadakan kontak dengan bahan
organik seperti kompos, bekatul atau beras jagung.
Bertaha Hapsari, 2003 menunjukkan bahwa jamur
menguntungkan tersebut dapat bertahan selama 3
bulan jika disimpan dalam kulkas atau sebulan di
suhu kamar pada medium beras jagung yang telah
difermentasi. Sedangkan bahan yang dapat dibuat
sebagai pengemas antara lain talk dan kaolin. (
Trianto dan Sumantri, 2003).
Berdasarkan potensi yang dimiliki
Trichoderma spp. maka pemanfaatan jamur
tersebut sebagai agen hayati untuk pengendalian
jamur patogen Phytophthora infestans pada
tanaman kentang yang berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan sangatlah penting di dalam
menunjang program PHT. Oleh karena itu perlu
adanya upaya pengembangan ke depan yaitu
dengan pembuatan formulasi yang ditujukan untuk
menciptakan produk agen hayati yang efektif
untuk mengendalikan penyakit tanaman.
Pengendalian hayati dengan agen hayati
Trichoderma spp. yang terseleksi ini sangatlah
diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dan
mengatasi dampak negatif dari pemakaian
pestisida sintetik yang selama ini masih dipakai
untuk mengendalikan penyakit pada tanaman
kentang di Indonesia.
BAHAN DAN METODE
3.1. Isolasi dan Identifikasi Jamur Busuk Daun
dan Umbi Tanaman Kentang  pada sentra
Tanaman Kentang
Pengambilan sampel tanaman sakit
dilakukan di sentra pertanaman kentang di
Wonosobo. Isolasi dilakukan dengan teknik direct
                 Uji Antagonisme Jamur Patogen      26
plating (Malloc, 1997) dengan meletakkan irisan
daun / umbi kentang yang sakit pada medium PDA
steril yang telah ditambah kloramfenikol dalam
cawan petri steril, kemudian diinkubasi pada suhu
25
o
C selama 3-5 hari. Koloni-koloni yang tumbuh
diidentifikasi untuk memastikan adanya
Phytophthora infestans. Selain itu isolasi juga
dilakukan di tanah sekitar tanaman kentang yang
menunjukkan gejala penyakit dengan
menggunakan  metode   umpan dengan
menggunakan buah apel varietas Manalagi. Jamur
yang diperoleh kemudian dibiakkan dalam media
PDA miring dan disimpan dalam paraffin cair
steril untuk uji berikutnya (Tsao, 1983).
             Identifikasi jamur Phytophthora infestans
dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil isolasi jamur yang berupa biakan murni,
dideterminasi berdasarkan morfologi
mikroskopisnya dengan menggunakan kunci
determinasi jamur hingga pada marga dan jenisnya
(Barnett dan Hunter, 1972; Malloch, 1997);
Barnes, Ervin H., 1997).
3.2. Isolasi dan Identifikasi Jamur Antagonis
Trichoderma spp.
Pengambilan sampel tanah dilakukan
diberbagai area di lahan tanaman kentang di
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Perakaran
beserta tanah di sekitarnya dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan disimpan dan termos es.
Sampel tersebut segera dibawa ke Laboratorium
Klinik Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian UGM untuk diisolasi jamur
Trichoderma spp. yang bersifat antagonis terhadap
Phytophthora infestans  penyebab penyakit busuk
daun dan umbi pada tanaman kentang.
Isolasi Trichoderma spp. dilakukan dengan
menggunakan metode pengenceran (dilution
method) hingga 10
3
 pada medium umum (Potato
dextrose Agar) dan spesifik untuk jamur
Trichoderma spp. (Trichoderma Specific Medium)
(Srilakshmi et al., 2001). Hasil isolasi dibiakkan
dalam medium PDA miring dan disimpan dalam
parafin cair untuk uji selanjutnya (Tsao, 1983).
Hasil isolasi jamur yang berupa biakan murni,
dideterminasi berdasarkan morfologi
mikroskopisnya (Salma dan Gunarto, 1996; Zaini
et al., 1997).
25      Susiana Purwantisari dan Rini Budi Hastuti
3.3. Uji Antagonisme Trichoderma spp.
Terahadap Jamur Patogen Busuk Daun  dan
Umbi Tanaman Kentang secara In vitro.
Uji antagonisme mengacu pada metode dua
biakan (dual culture method) ( Benhamou dan
Chet, 1993). Pada medium PDA dalam petridish
dilakukan inokulasi pada dua tempat yang berbeda
baik dengan jamur antagonis terbawa tanah
Trichoderma spp. dan  Phytophthora infestans.
Kemudian diinkubasikan selama 7 hari pada suhu
kamar. Pada hari terakhir pengamatan dilihat
penghambatan pertumbuhan Phytophthora
infestans oleh jamur Trichoderma spp. tersebut
atau adanya hiperparasitisme oleh  jamur
Trichoderma spp. tersebut terhadap Phytophthora
infestans. Jenis-jenis jamur Trichoderma  yang
mampu menghambat diuji sebanyak dua kali lagi
dengan medium dan metode yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Isolasi patogen penyebab busuk daun dan
umbi tanaman kentang
Kapang patogen Phytophthora infestans
berhasil diisolasi dari beberapa lembar daun
kentang yang telah positif terinfeksi kapang
patogen tersebut yang diambil dari lokasi
perkebunan (pembibitan) kentang di Kledung,
Kedu Temanggung Jawa Tengah yang ditunjukkan
pada gambar-gambar di bawah.
Gambar 1: Busuk daun (late blight) pada daun
tanaman kentang oleh kapang patogen
Phytophthora infestans
Gambar 2: Isolasi langsung daun tanaman
kentang yang terinfeksi kapang patogen
Phytophthora infestans pada medium PDA dan
TEA
 
Gambar 3: Koloni dan gambar mikroskopi
kapang patogen  Phytophthora infestans pada
medium PDA
Hasil isolasi langsung dengan mengambil
sampel tanah di sekitar rizosfer pertanaman
kentang  juga menunjukkan bahwa patogen yang
terdapat di sekitar sistim perakaran tanaman
kentang yang sakit adalah Phytopthora infestans.
Patogen ini dicirikan dengan morfologi
sporangium yang berbentuk bulat dengan papila
pada ujungnya serta hifa yang tidak bersekat
(Gambar 3). Pada medium PDA koloni jamur
berwarna putih dengan miselium yang lembut
menyerupai kapas. Pustaka acuan pada umumnya
menyebutkan bahwa penyebab penyakit busuk
daun dan umbi tanaman kentang disebabkan oleh
jamur patogen Phytopthora infestans (Semangun,
1989)
2.  Isolasi dan identifikasi jamur antagonis
indigenous Trichoderma spp.
Isolasi jamur tanah dilakukan di rizosfer
tanaman kentang di Balai Benih Kentang Kledung
Wonosobo, Jln. Kledung Wonosobo Km  4.
Provinsi Jawa Tengah. Isolat-isolat kemudian
ditumbuhkan pada medium PDA. Dari isolasi
tersebut diperoleh  beberapa isolat jamur tanah
salah satunya adalah jamur antagonis Trichoderma
sp. Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan
bahwa dari 1 kelompok jamur antagonis isolat
lokal yang telah didapatkan merupakan kelompok/
marga Trichoderma sp. yang dicirikan dengan
adanya banyak percabangan konidiofor dan
konidium terbentuk secara bergerombol pada
permukaan sel konidiofornya (Gambar 2).
Identifikasi isolat didasarkan pada perbedaan
morfologi koloni (warna dan bentuk koloni) isolat
jamur pada medium PDA tersebut untuk tiap-tiap
sampel tanah. Beberapa isolat tersebut adalah
Penicillium sp., Trichoderma harzianum,
Aspergillus sp., Rhizopus sp., Humicola sp.,
Fusarium sp. dan  Phytophthora infestans. Isolat
tersebut telah diidentifikasi menurut buku
identifikasi jamur oleh Barnett, H.L. dan B.B.
Hunter, 1972. Berikut adalah gambar- gambar
jamur tanah yang diambil dari pemotretan
preparat/ isolate pada mikroskop cahaya
perbesaran 1000 kali.
Gb 1. Pennicillium sp
Gb 2. Trichoderma harzianum
Gb 3. Aspergillus sp.
                 Uji Antagonisme Jamur Patogen      26
Gb 4. Phytophthora infestans
Gb 5. Humicola sp.
Gb 6. Fusarium sp.
Gb 7. Rhizopus sp.
3. Uji antagonisme secara in vitro
Uji antagonisme secara in vitro dilakukan
dengan metode dual method pada médium PDA
dalam cawan petri berdiameter 10 cm. Mekanisme
penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme
ini adalah antibiosis dan hiperparasit yang dapat
diamati dengan terbentuknya zona bening sebagai
zona penghambatan pertumbuhan bagi
Phytophthora infestans (antibiosis) dan
pertumbuhan miselium  Trichoderma sp. yang
25      Susiana Purwantisari dan Rini Budi Hastuti
menutupi seluruh permukaan medium termasuk
koloni Phytophthora infestans (hiperparasit).
Pengamatan penghambatan pertumbuhan
Phytophthora infestans dilakukan sejak inkubasi
hari ketiga sampai hari ketujuh. Pada hari pertama
dan kedua selama pengamatan, belum terjadi
mekanisme antagonis antara kedua kapang dimana
masing-masing tumbuh tanpa saling
mempengaruhi karena jarak tumbuh kedua biakan
tersebut cukup labar yakni 5 cm. Pada hari ketiga
telah tampak bahwa pertumbuhan kedua biakan
tersebut saling mandekati sehingga terbentuklah
zona penghambatan bagi Phytophthora infestans
(lebih dari 5mm). Zona penghambatan ini tidak
bersifat tetap selama pengamatan. Sampai pada
hari ketujuh lebar zona bening yang terbentuk
semakin menyempit (kurang dari 5 mm).
Di sisi lain, pertumbuhan Trichoderma sp
semakin cepat dengan diameter yang hampir
memenuhi cawan Petri sehingga Phytophthora
infestans semakin terdesak karena kahabisan rung
tumbuh. Akibatnya jari-jari pertumbuhan biakan
Phytophthora infestans yang mendekati biakan
Trichoderma sp lebih kecil daripada yang
menjauhi Trichoderma sp. Ruang dalam medium
sudah benar-benar habis, maka Phytoptora
infestans  tumbuh dengan arah tumbuh ke atas.
Pada pengamatan setelah hari ketujuh
menunjukkan bahwa spora Trichoderma sp telah
menyerang Phytophthora infestans dengan
mekanisme penetrasi hifa yaitu kemampuan
Trichoderma sp melilit hifa Phytophthora
infestans.
Tabel 1. Persentase Penghambatan Trichoderma
sp terhadap penghambatan pertumbuhan
Phytophthora infestans dengan metode biakan
ganda pada Uji Antagonisme
Besar Presentase Penghambatan (%)
Ulangan
Hari
III
Hari
IV
Hari V Hari
VI
1 12 25 30,56 32,50 41,30
2 4,55 15,38 31,43 38,10 48
3 9,09 16 18,52 20 31,25
RataRata
8,55 18,79 26,84 30,20 40,18
Hari
VII
A
B
C
D
E
Gb 9: Perkembangan pertumbuhan Phytophthora infestans dan
Trichoderma harzianum pada medium PDA dalam masing-
masing cawan petri umur 3 hari (A), 4 hari (B), 5 hari (C), 6 hari
(D) dan 7 hari (E).
A  B
C  D
E
    a.       b.
     b.
  a.
Gambar 10. Penampakan mikroskopis pelilitan
hifa Trichoderma sp. terhadap Phytophtora
infestans. a. Trichoderma sp., b. Phytophtora
infestans
Pengamatan makroskopis pada uji
antagonisme masa inkubasi 7 hari menunjukkan
bahwa bagian tepi koloni jamur patogen  P.
infestans mulai tersdesak oleh jamur antagonis
spesifik lokasi Trichoderma sp. dan pertumbuhan
koloni jamur patogen P. infestans cenderung
tumbuh kearah atas. (Hawker, 1950), menyatakan
bahwa adanya kompetisi ruang dan makanan pada
kedua jamur yang saling berinteraksi
menyebabkan pertumbuhan salah satu jamur
terdesak di sepanjang tepi koloninya, sehingga
                 Uji Antagonisme Jamur Patogen      26
pertumbuhannya akan ke atas tidak menyamping.
Adanya hambatan perkembangan pertumbuhan
koloni jamur pathogen P. infestans oleh jamur
antagonis spesifik lokasi Trichoderma sp.
disebabkan karena pertumbuhan koloni jamur
antagonis  Trichoderma sp. jauh lebih cepat
dibanding jamur pathogen P. infestans (Gambar
11). Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb et
al. (1989). Dalam Suharna & Widhyastuti (1966),
bahwa jamur yang tumbuh cepat mampu
mengungguli dalam penguasaan ruang dan pada
akhirnya bisa menekan pertumbuhan jamur
lawannya. Selain itu diduga karena selulase yang
dimiliki oleh jamur antagonis  Trichoderma sp.
akan merusak dinding sel selulosa jamur pathogen
P. infestans. Sesuai dengan pernyataan Salma dan
Gunarto (1999) bahwa  Trichoderma sp. mampu
menghasilkan selulase untuk menguraikan selulosa
menjadi glukosa. Selulosa merupakan komponen
utama penyusun dinding sel jamur pathogen P.
infestans.   
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan analisa hasil penelitian ini
dapat disimpulkan:
1. Hasil isolasi secara langsung pada daun
tanaman kentang yang sakit menunjukkan
bahwa patogen yang terdapat pada daun
tanaman kentang adalah  Phytophthora.
infestans.
2.  Trichoderma sp. adalah salah satu jamur
antagonis spesifik lokasi yang
menunjukkan kemampuannya dalam uji
antagonisme secara in vitro dalam
mengendalikan pertumbuhan jamur
patogen P. infestans penyebab penyakit
busuk daun tanaman kentang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Pedoman Penerapan Agen Hayati
Dalam Pengendalian OPT
             Tanaman Sayuran. Direktorat Jenderal
Bina Produksi Hortikultura. Direktorat
             Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hal.
Barnes, Ervin H. 1997. Atlas and Manual of Plant
Pathology. Apleton- Century-
             Crofts. New York. Hal.126-130
Barnett, H.L. dan B.B. Hunter. 1972. Illustrated
Genera of Imperfect Fungi. Burgess
25      Susiana Purwantisari dan Rini Budi Hastuti
             Publ. Co. Minneapolis.
Benhamou, N dan I. Chet. 1993. Hyphal
Interactions Between Trichoderma
             harzianum and Rhizoctonia solani:
Ultrastructure and Gold Cytochemistry
             of the Mycoparasitic process.
Phytopathology 83: 1062- 1071
Bertha Hapsari, 2003. Stop Fusarium dengan
Trichoderma. Trubus 404- XXX. Hal.
              42-43).
Cholil, A dan Latief Abadi. 1991. Penyakit-
penyakit penting tanaman pangan.
              Pendidikan Program Diploma  Satu
Pengendalian Hama Terpadu. Fakultas
              Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Cliquet, S. dan R.J. Scheffer. 1996. Biological
Control of Damping- off caused by
              Phythium ultimum and Rhizoctonia solani
using Trichoderma spp. Applied
              as industrial Film Coating Seeds. Europ.
J. Plant Pathol. 102: 247-255.
Djafarudin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian
Penyakit Tanaman. Bumi Aksara.
              Jakarta
Katayama, Katsumi, dan Teramoto, Takeshi. 1997.
Seed Potato Production and
              Control of Insect Pest and Diseases in
Indonesia, in Agrochemicals Japan
              Journal. Japan-Plant Protection.
Lewis, J.A. and G.C. Papavizas. 1983. Production
of Clamidospores and Conidia by
              Trichoderma sp. In Liquid and Solid
Growth Media. Soil Biology and
              Biochemistry, 15 (4): 351-357.
Malloch, D. 1997. Moulds Isolation, Cultivation,
Identification, Mycology. Toronto:
              Departement of Botany, University of
Toronto.
Ninin A. Kurniawati, 2006. Pemanfaatan
Trichoderma lignorum untuk
               Mengendalikan Serangan Phytopthora
infestans pada Tanaman Kentang.
               Skripsi. Jurusan Biologi UNDIP
Semarang.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan
Pestisida Ramah Lingkungan. Agro
               Media Pustaka. Jakarta. 94 hal.
Nuryani, Wakiah, Hanudin, I Djatnika, Evi Silvia
dan Muhidin. 2003. Pengendalian
               Hayati Layu Fusarium pada Anyelir
dengan Formulasi Pseudomonas
                fluorescens, Gliocladium sp., dan
Trichoderma harzianum. Jurnal
               Fitopatologi Indonesia (Vol 7) No. 2: 71-
75 pp.
Purbani, Enny; Yan Suhendar; Imam; Muhanda.
2007. Ayo Garap Bisnis Benih.
               Dalam Agrina Vol. 2- No 47. Hal. 4-7.
Purwantisari, Susiana. 2004. Uji Potensi Kapang
Antagonis Trichoderma lignorum
               Sebagai Agen Pengendali Hayati Kapang
Patogen Phytopthora infestans
               Penyebab Penyakit Utama Tanaman
Kentang. Laporan Penelitian. FMIPA
               Universitas Diponegoro Semarang.
Rukmana, Rachmad. 1997. Kentang: Budidaya
dan Pasca Panen. Yogyakarta:
               Kanisius.
Rukmana, Rachmad dan Saputra. 1997. Penyakit-
penyakit tanaman Hortikultura
               dan Teknik Pengendalian. Yogyakarta:
Kanisius.
Salma, S dan L. Gunarto. 1999. Enzim Selulase
dari Trichoderma spp. Buletin
               AgriBio Vol. (2) No. 2. Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan.
               Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Bogor.
Samways, M. J. 1981. Biological Control of Pest
and Weeds. Bangalore. India: Mac.
               Millan.
Semangun, H. 1989. Penyakit- Penyakit Tanaman
Hortikultura. Gadjah Mada Press.
              Yogyakarta. 808 p.
Srilakhsmi, P., R.P. Thakur, K. Satya Prasad, V.P.
Rao. 2001. Identification of
              Trichoderma species and their
Antagonistic Potential Against Aspergillus
              flavus in Groundnut. International
Arachis Newaletter 21: 40-43.
Tsao, P.H. 1983. Factors Affecting Isolation &
Quantitation of Phytophthora from
             soil. In D.C. Erwin, S.B. Garcia dan P.H.
Tsao. Phytophthora its Biology,
             Taxonomy and Ecology. The American
Phytopatological Society. St. Paul.
             Hal. 219-236.
Wahyuno, Dono, Dyah Manohara dan Karden
Mulya. 2003.  Peranan Bahan
             Organik pada Pertumbuhan dan Daya
Antagonisme  Trichoderma
             harzianum dan pengaruhnya terhadap
Phytopthora capsici. Jurnal
             Fitopatologi Indonesia  (Vol 7) No. 2: 38-
44 pp.
Wibowo, Arif dan Suryanti. 2003. Isolasi dan
Identifikasi Jamur-jamur Antagonis
             terhadap Patogen Penyebab Penyakit
Busuk Akar dan Pangkal Batang
             Pepaya. Jurnal Fitopatologi Indonesia
(Vol 7) No. 2: 38-44 pp.
                 Uji Antagonisme Jamur Patogen      26
Yuliani, Emi. 2002. Pengendalian Kapang
Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Busuk
            Batang pada Tanaman Kacang Tanah
dengan menggunakan Kapang
            Antagonis Trichoderma lignorum. Laporan
Penelitian. Lembaga
            Penelitian Universitas Diponegoro
Semarang.
Zimand, G., Y. Elad dan I. Chet. 1996. Effect of
Trichoderma harzianum on Botrytis
           cinerea Phathogenecity. Phytopathology
86: 1255-1260.

Tidak ada komentar: