Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Minggu, 20 Mei 2012

Laporan Dastan tentang Angka-angka Atterberg


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH

ACARA V
(PENETAPAN ANGKA-ANGKA ATTERBERG)



Semester :
Genap 2011/2012

Disusun Oleh :
          Nama           : Kustam
          NIM             : A1L111053
          Rombongan : 14
          Asisten         : Ratri Noorhidayah
             Soffa Zukhrofati
             Nova Margareth
             Septia Lindia


KEMENTERIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ringan beratnya suatu tanah bukan saja berhubungan dengan mudah tidaknya tanah diolah, namun juga berhubungan dengan gaya menahan air tanah, infiltrasi, dan perkolasi. Untuk menghindari faktor subyektif dalam mengklasifikasikan tanah berat atau ringan, dipakai standar angka.
Atterberg menggunakan angka – angka konsistensi tanah. Angka – angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah, karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. Mohr mempraktekan hal ini untuk tanah – tanah di Indonesia. Batas – batas yang dipakai untuk mencirikan berat ringannya tanah adalah Batas Cair (BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG), dan Batas Berubah Warna (BBW).
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rendah dan tingginya indeks plastisitas (Angka Atterberg) yaitu :
1.    Komposisi butiran dari tanah. Karena partikel liat dikelilingi oleh lapisan rangkap, yang terutama terdiri dari air, maka dengan mudah saling bergerak. Hal ini berlawanan dengan partikel pasir, tidak berkaitan satu dengan lainnya.
2.    Pada kenyataan tipe mineral tanah juga penting. Tanah Kaolinit akan menjadi  plastis pada kair yang rendah disbanding dengan montmorilonit.
3.    Bentuk partikel.  Oleh karena liat terdiri dari lempeng-lempeng (laminer) yang dapat berdekatan satu sama lain pada pengeringan, maka liat dapat berpengaruh terhadap tenaga adhesi yang tinggi.berbeda dengan butiran pasir dengan bentuk bentuk bundar dan tajam, tidak  perperan yang  penting.
4.    Dengan adanya bahan organic, maka kadar air  baik pada batas cair maupun batas plastis terendah menjadi meningkat.
Pada pengujian di laboratorium, menggunakan batas-batas untuk mencirikan berat ringannya tanah yaitu Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG) dan Batas Berubah Warna (BBW).


B.  Tujuan
1.      Mengetahui Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC)
2.      Mengetahui Batas Lekat (BL)
3.      Mengetahui Batas Gulung (BG)
4.      Mengetahui Batas Berubah Warna (BBW)


BAB II
 METODE KERJA
A.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Acara V Penetapan Angka-angka Atterberg ini diantaranya Casagrande, stop watch, colet/spatel, timbangan analitik, botol semprot, lap/serbet, kertas label, lempeng kaca, oven dan eksikator. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Contoh tanah kering udara, halus berdiameter 0,5 mm (Inseptisol, Andisol, Ultisol, Vertisol, Entisol).

B.  Prosedur Kerja.
1.      Batas Cair
·      Alat casagrande yang mempunyai tinggi 1 cm disiapkan.
·      Tanah basah yang homogen dibuat pasta secukupnya dengan cawan porselin.
·      Latihan memutar alat casagrande dengan kecepatan konstan 2x per detik.
·      Pasta tanah yang telah dibuat di atas cawan casagrande dan permukaannya diratakan dengan colet sampai setebal 1 cm, kemudian dengan colet pembelah pasta tanah dibelah di tengahnya dengan gerakan tegak lurus pada bidang cawan. Hasilnya pada dasar cawan harus terlihat bagian yang bersih dari tanah, lebar alur yang terjadi 2mm.
·      Alat casagrande segera diputar dengan kecepatan konstan (2x per detik). Diamati sampai alur menutup selebar 1cm, putaran dihentika dan catat jumlah putaran yang diperlukan tadi.
·      Setelah diperoleh jumlah ketukan antara 10-40, ambil pasta tanah disekitar alur yang menutup sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar air tanahnya.
·      Kerjakan untuk 4 ulangan dengan banyak ketukan diatas 25, dua ulangan dan dibawah 25 (2 ulangan).

2.      Batas Lekat.
·      Sisa pasta tanah dari acara BC diambil, gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet kdalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1cm per detik. Dapat juga dijalankan dengan menggumpalkan pasta tanah dengan ujung colet sepanjang 2,5cm ada didalamnya dan kemudian colet ditarik dengan kecepatan 0,5 detik.
·      Permukaan colet diperiksa: 1) bersih, tidak ada tanah lebih kering, 2) tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari BL.
·      Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2, pasta tanah dibasahi atau dikurangi kelembabannya, dan langkah ke-1 diulang-ulang lagi sampai dicapai keadaan dipermukaan colet disebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 kali dalamnya penusukan (kira-kira 0,8cm)
·      Tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar airnya.
·      Dikerjakan untuk 2 ulangan.

3.      Batas Gulung.
·      Pasta tanah diambil kurang lebih 15 gram dan bentuk bulat sosis atau pita tanah dengan cara menggulung-gulungkan diatas lempeng kaca dengan telapak tangan yang digerakkan maju mundur tanpa ditekan. Pada waktu menggolek-golekkan pasta tanah, gerakan jari memanjang.
·      Tabung tanah yang terbentuk diperiksa: 1) tidak menunjukkan keretakan sewaktu mencapai tebal 3mm, 2) sudah retak-retak pada diameter lebih dari 3mm. Pada kejadian 1) pasta tanah lebih basah dari BG dan pada kejadian 2) pasta tanah lebih kering.
·      Praktikum diulangi lagi sampaidiperoleh tambang tanah yang retak pada diameter 3mm. Ambil tambang tanah yang retak tersebut, masukkan ke dalam botol timbang untuk ditetapkan kadar airnya, kerjakan untuk dua ulangan.

4.      Batas Berubah Warna.
·      Dengan colet pasta tanah diratakan tipis dan permukaan licin mengkilat di atas permukaan papan kayu dan dibuat bentuk elips. Tebal bagian tengah 3mm, makin ketepi makin menipis.
·      Hasil kerja tadi diletakkan pada tempat teduh dan yang diperangin-anginkan, air akan mulai menguap dan kering mulai dari tepi (bagian yang tipis) berjalan ketengah.
·      Setelah jalur yang kering pada bagian tepi mulai mengering selebar 0,5cm, ambil bagian yang kering dan pada bagian tanah yang berwarna gelap selebar 1cm (atau maing-masing selebar 0,5cm)
·      Kemudian dimasukkan kedalam botol imbang dan tentukan kadar airnya, dikerjakan untuk 2 ulangan.

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Contoh Tanah Vertisol
1)      Tabel Batas Cair (BC)

Ulangan
Ketukan ke
Botol timbang kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b setelah dioven (c) gr
KA %
1
14
22,30
33,89
29,39
63,47 %
2
18
22,50
31,52
28,02
58,51 %
3
30
23,65
36,46
31,31
58,37 %
4
39
22,69
32,51
28,95
56,87 %

2)      Tabel Batas Lekat (BL)

Ulangan
Botol Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b ) gram
b setelah dioven
KA %
1
22,36
27,78
25,82
56,65 %
2
22,06
28,21
26,02
55,30 %

     3) Tabel Batas Gulung (BG)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,75
25,55
24,65
47,37 %
2.
22,67
25,71
24,73
47,57 %

     4) Tabel Batas Berubah Warna (BBW)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,55
25,06
24,61
21,36 %
2.
22,64
26,13
25,46
23,76 %


Perhitungan :
BC   = Ka n (N/25) 0,121
BC1 = 63,47 (14/25) 0,121 (0,56)
 =  63,47
 =  59,02 %
BC2 =  62,86 (18/25) 0,121
 =  62,86 (0,96)
 =  60,41 %
BC3 =  58,37 (30/25)  0,121 (1,02)
 =  58,47
 =  59,67 %
BC4 =  56,87 (39/25) 0,121 (1,05)
 =  56,87
 =  60,01 %
BC   =  BC1 + B2 + B3 + B4
4
 =  59,02 + 60,41 + 59,67 + 60,01
4
 =  59,77 %

B. Pembahasan
Atterberg menggunakan angka-angka konsistensit anah. Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah., karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. (Black, 1965)
Batas mengalir (batas cair) adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak tanah bersama air akan mengalir. Dalam hal ini tanah diaduk dulu dengan air sehingga tanah bukan dalam keadaan alami. Hal ini berbeda dengan istilah kapasitas lapang (field capacity) yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah dalam keadaan alami atau undisturbed.  (Foth, 1998)
BL ( Batas Lekat) yaitu kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain.  Bila tanah yang telah mencapai batas mengalir atau batas melekat tersebut dapat membentuk gulungan atau pita yang tidak mudah patah maka dikatakan plastis, bila tanah tidak dapat dibentuk pita atau gulungan ( selalu patah- patah) maka disebut tidak plastis (Harjowigeno, 2010)
Batas gulung atau batas menggolek adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek-golekkan lagi. Kalau digolek-golekkan tanah akan pcah-pecah ke segala jurusan. Pada kadar air lebih kecil dari batas menggolek tanah sukar diolah. (Hardjowigeno,2010)
Batas berubah warna atau titik ubah adalah jika tanah yang telah mencapai batas menggolek, masih dapat terus kehilangan air, sehingga tanah lambat laun akan menjadi kering dan pada suatu ketika tanah menjadi berwarna lebih terang. Titik ini dinamakan titk batas ganti warna atau titik ubah. (Hardjowigeno,2010)
Vertisol adalah tanah – tanah mineral yang mempunyai liat 30 % atau lebih, retakannya lebar dan dalam bila kering, dan kedua mukroreliefnya gilgai, sisi antar bagiannya licin, atau struktur agregat berbentuk baji, menikam pada suatu sudut dari garis horisontal. ( Henry, 1988).

Sedangkan menurut sarwono (2010), vertisol adalah tanah dengan kandungan liat 30% atau lebih, mempunyai sifat mengembang dan mengerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak retak karena mengerut, kalau basah mengembang dan lengket.

Tanah Vertisol memilki tekstur liat karena cirinya rasa agak licin ,  membentuk bola dalam keadaan dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat. Karena tanah  ini dikembangkan  dari bahan induk liat dimanailkim musim basah dan kering jelas (Foth,1988).
Dari data dan perhitungan Batas Cair yang kami lakukan mendapatkan hasil bahwa tanah Vertisol mempunyai Persamaan Regresi sebesar 73,39 %. Hasil perhitungan Batas Lekat  sampel I dan II masing – masing adalah 56,59 % dan 64,00 %. Pada perhitungan sampel Batas Gulung yaitu I = 22,91 % dan II = 63,05 %. Perhitungan Batas Berubah Warna   sampel didapat hasil yang masing – masing memiliki kadar air 13,07 % dan -90,75 %. Hasil yang didapatkan negative dikarenakan kurang akuratnya praktikan dalam melakukan pengukuran. Seharusnya bobot setelah dioven akan lebih kecil dibandingkan bobot sebelum dioven. Dengan adanya kesalahan tersebut, maka hasil yang didapatkan menjadi negative.
Harkat angka-angka Atterberg menurut Harjowigeno (2010) adalah
Harkat
Batas Mengalir
Indeks Plastisitas
Jangka Olah
........................................................(% kadar air)........................................................
Sangat rendah
<20
0-5
1-3
Rendah
20-30
6-10
4-8
Sedang
31-45
11-17
9-15
Tinggi
46-70
18-30
16-25
Sangat tinggi
71-100
31-43
26-40
Ekstrim tinggi
>100
>43
>40








BAB IV
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Angka-angka Atterberg merupakan metode untuk menentukan klasifikasi suatu konsistensi tanah dalam pengolahan tanah. Penentuan angka atterberg dengan menetapkan Batas Cair, Batas Lekat, Batas Gulung dan Batas Berubah Warna. Untuk Batas Cair tanah Tanah Vertisol dapat diperoleh data KA berturut-turut dengan ketukan ke 13, 11, 37, 37 adalah 64,72 % , 63,91 % , 59,41 % , dan 68,11 %.Untuk nilai BL didapat 56,59 % dan 64,00 %. Untuk BG didapat 22,91 % dan 63,05 %. Untuk BBW, setelah dioven diperoleh data 13,07 % dan -90,75 %. Nilai BBW seharusnya bernilai positif, akan tetapi karena kesalahan dalam praktikum, hasil yang didapat bernilai negative.





















DAFTAR PUSTAKA
Black, C. A. 1965. Methods of Soil Analysis part.1. Am. Soc. Agron. Publ. Madison.
Wisconsin : USA.

Foth, Henry d. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Munir, Moch. 1996.  Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.

Struktur organisasi Fungsional dan Divisional (Dasmen)


TUGAS TERSTRUKTUR
DASAR-DASAR MANAGEMEN

STRUKTUR ORGANISASI
(BERDASARKAN DIVISIONAL DAN FUNGSIONAL)



Semester :
Genap 2011/2012

Disusun Oleh :
                      Nama   : Kustam
                      NIM     : A1L111053
                                                 Prodi    : Agroteknologi




KEMENTERIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap kegiatan perlu diorganisasikan, yang  berarti bahwa kegiatan tersebut harus    disiapkan,   disusun    dan   dialokasikan    serta  dilaksanakan     oleh   para  unsur organisasi   tersebut   sehingga   tujuan   organisasi   dapat   tercapai   secara   efisien   dan efektif. Proses ini meliputi perincian pekerjaan, pembagian pekerjaan dan koordinasi pekerjaan yang terjadi daiam suatu lingkup dan struktur tertentu.
 Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan dan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi atau orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi. Struktur ini mengandung unsure-unsur spesialis kerja, standarlisasi, koordinasi, sentralisasi  atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan atau besaran satuan kerja
Soekanto (1983) membagi struktur organisasi menjadi lima kelompok yaitu struktur    organisasi    fungsional,    struktur   organisasi   proyek,    struktur   organisasi matriks, struktur organisasi usaha (ventura) dan struktur organisasi tim kerja (task force ).

1.  Struktur Organisasi Fungsional
Struktur organisasi fungsional terdiri dari Bagian Pemasaran, Bagian Produksi, Bagian   Personalia   dan   Bagian   Pembelanjaan   serta   Bagian   Umum.   Pada   struktur organisasi   fungsional   apabila  ada  seseorang   yang   diserahi  tugas   untuk   mengelola suatu proyek biasanya orang tersebut sudah terlanjur setia pada bagian mana  dia dahulu   bekerja.   Oleh   karena   itu  seyogyanya   offing   tersebut   tidak  memanfaatkan menarik seluruh orang-orang dari bagiannya dahulu, tetapi sebaiknya juga menarik orang-orang pada bagian lain yang mampu sehingga pengalaman dan pengetahuan dapat   dinikmati  bersama.   Struktur  organisasi   fungsional   yang   menangani  proyek- proyek dapat dilihat pada Gambar 1.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghD8AaIioAvGEBWUlk5Jgo3Lr7krHj_B_FEDojExIyefMkui21hra35ebq_vILXQ86FI_S-6-GjF3zE7cpwgipvrzmH5-D_NvKJNdMtnRPfzbgkElCLM98Vx6GjyDP2ZmAE2prX3DpTdg/s320/Fungsional.jpg
·         Fungsional
Pada Struktur organisasi fungsional apabila ada seseorang yang diserahi tugas untuk mengelola suatu proyek biasanya orang tersebut sudah terlanjur setia pada bagian mana dahulu dia bekerja. Oleh karena itu seyogyanya offing tersebut tidak memanfaatkan menarik orang-orang dari bagiannya dahulu, tetapi sebaliknya juga menarik orang-orang pada bagian lain yang mampu sehingga pengalaman dan pengetahuan dapat dinikmati bersama.

2.  Struktur Organisasi Divisional
Banyak perusahaan besar, dengan banyak jenis produk, diorganisasikan menurut struktur organisasi divisional. Bila departementalisasi perusahaan menjadi terlalu komplek dan tidak praktis bagi struktur fungsional, manajer perlu membentuk divisi-divisi semi otonomi, dimana setiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendirinya
Organisasi divisional dapat mengikuti pembagian divisi-divisi atas dasar produk, wilayah (geografis), langganan,dan proses atau peralatan. Lebih jelasnya sebagai berikut:
Struktur organisasi divisional atas dasar produk. Setiap departemen bertanggung jawab atas suatu produk atau sekumpulan produk yang berhubungan (garis produk). Divisionalisasi produk adalah pola logik yang dapat diikuti bila jenis-jenis produk mempunyai teknologi pemrosesan dan metoda-metoda pemasaran yang sangat berbeda satu dengan yang lain dalam organisasi (lihat gambar 6.2). Dalam gambar terlihat bahwa perusahaan diorganisasikan atas dasar produk pada tingkat manajer umum, dan pada tingkat selanjutnya menggunakan pendekatan fungsional.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPtNJK32AQIzcG4m7h5qKpnclDSJNMs2qeqURofTaUK4N-np8fczozdIkI2XY9mno-Vypo2swqc13wefRQUIU-otvrv_iMc8Lgrv576_zfIViFLdQhiywL79z6NC6d8GrDoUoZvbHWWWc/s320/Divisional.jpg

·         Divisional
Departemen yang dikelompokkan ke dalam divisi mandiri terpisah berdasarkan pada kesamaan produk, program, atau daerah geografis. Perbedaan keterampilan merupakan dasar departementalisasi, dan bukannya kesamaan keterampilan




Struktur organisasi divisional atas dasar langganan.Departementalisasi langganan adalah pengelompokan kegiatan-kegiatan yang dipusatkan pada penggunaan produk atau jasa tertentu
 Faktor-faktor Perancangan Struktur Organisasi
 Faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah sebagai berikut:
1.    strategi organisasi untuk mencapai tujuannya. strategi menjelaskan bagaimana aliran   wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara para pimpinan dan bawahan.
2.    teknologi yang digunakan. perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang atau jasa akan membedakan struktur organisasi.
3.    anggota (pegawai / karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi. kemanapun dan cara berfikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerja sama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi.
4.    ukuran organisasi. besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan kerjanya yang sangat mempengaruhi struktur organisasi. semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks dan harus dipilih struktur yang tepat.
A.  Unsur-unsur Struktur Organisasi terdiri dari:
1. Spesialisasi kegiatan 
2. Standarisasi kegiatan
3. Koordinasi kegiatan
4. Sentralisasi dan Desentralisasi pembuatan keputusan
5. Ukuran satuan kegiatan
    B.  Kelompok Kerja Formal:
1. Pembagian kerja
2. Menejer dan bawahan atau rantai perintah
3. Tipe pekerjaan yang dilaksanakan
4. Pengelompokan segmen pekerjaan
5. Tingkat manajemen

    C.  Organisasi mempunyai tiga tipe utama kelompok-kelompopk kerja formal yaitu:
1. Kesatuan tugas khusus (task forces)
2. Panitia:
             a. tetap (standing committess) disebut juga panitia structural
   b. tidak tetap (ad hoe)
3. Dewan (boards) dan komisi
tujuan dibentuknya panitia manajemen adalah untuk mengkoordinasikan dan mempertukarkan informasi, memberi saran manajemen, atau bahkan membuat keputusan sendiri.






PEMBAHASAN

Berdasarkan sistem struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Graha Buana Cikarang (1996) dan berdasarkan uraian teori-teori sistem struktur organisasi yang ada, dapat dilihat bahwa struktur organisasi yang digunakan tidak spesifik mengikuti satu pola/tipe    struktur oanisasi tertentu, tetapi merupakan gabungan dari beberapa pola/tipe struktur   organisasi  teoritis.   Walaupun demikian secara garis besar dapat dilihat bahwa struktur organisasi PT. Graha Buana Cikarang memiliki ciri tertentu yang merupakan dasar pembentukannya. Ciri dasar tersebut dibentuk dari sistem struktur organisasi matriks ( Soekanto, 1983 ). Struktur organisasi matriks tersebut  secara   fungsional   membagi   ruang  lingkup   pekerjaan   atas  beberapa   divisi manajemen        dan   tiap-tiap ivisi manajemen memiliki tugas/wewenang masing- masing serta bertanggung jawab penuh terhadap kelancaran tugas-tugasnya. Sehubungan dengan tujuan dan kondisi   perusahaan   yang   meliputi jumlah proyek yang ditangani, jumlah karyawan, jenis bisnis   yang   ditangani,  hubungan pemilik  terhadap   perusahaan   konsultan   dan   perusahaan  kontraktor,   lokasi   proyek terhadap   kantor   pusat,   dan   sebagainya   maka   sistem   struktur   organisasi   matriks pada   aplikasinya   tidak   dapat   berdiri   sendiri,   tetapi   masih   harus  dilengkapi   oleh beberapa divisi fungsional yang lain, yang tidak terlepas dari penggunaan beberapa jenis/ tipe struktur organisasi teoritis.
Hubungan  antara   pemilik,   konsultan rencana dan para kontraktor pada struktur organisasi PT. Graha Buana Cikarang mengambil sistem struktur organisasi menurut Barrie dan Paulson (1984) yang meliputi struktur organisasi putar kunci dan struktur organisasi manajemen       konstruksi profesional. Sedangkan keberadaan General Manager sehubungan dengan harus adanya wakil pemilik di proyek, struktur organisasi  PT. Graha  Buana Cikarang  menganut  sistem Ivancevich dan Matteson(1987) yaitu struktur organisasi divisi Oldmobile. Selanjutnya divisi-divisi lain pada sistem struktur organisasi PT.Graha Buana Cikarang   tidak terlepas dari pengaruh system struktur organisasi teoritis yang ada.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem struktur organisasi    PT. Graha Buana Cikarang merupakan gabungan dari sistem struktur organisasi teoritis yang ada. Sistem struktur organisasi gabungan ini pada kenyataannya telah mengalami penyesuaian dan penyelarasan terhadap kondisi dan tujuan perusahaan PT. Graha Buana Cikarang yang memiliki lahan bisnis yang besar, jumlah karyawan yang banyak, letak proyek terhadap kantor pusat, dan sebagainya. Sistem struktur organisasi yang digunakan ternyata cukup cocok dengan kondisi dan tujuan dari perusahaan PT. Graha Buana Cikarang. Keuntungan yang lain dari penggunaan sistem struktur organisasi gabungan ini yaitu para pimpinan pusat dan pimpinan di proyek dapat  mengawasi dengan   baik sistem keuangan dan prestasi kerja antara divisi-divisi manajemen yang ada   sehingga   terciptanya efisiensi dan efektifitas kerja yang tinggi.

PT TELKOM. Dalam organisasinya, PT Telekomunukasi Indonesia, Tbk memiliki sebuah Dewan Komisaris yang yang terdiri dari satu ketua dan empat anggita serta sebuah Dewan Direksi yang beranggotakan satu orang Presiden Direktur  dan empat anggota Dewan Direksi lainnya ysng memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda seperti direktur sumberdaya dan bisnis pendukung. Direktur bisnis jaringan telekomunikasi, Direktur  Bisnis dan Jasa Telekomunikasi, dan Direktur Keuangan. PT Telekomunikasi  Indonesia, Tbk memiliki beberapa anak perusahaan terafiliasi seperti PT Telekomunikasi Seluler Seluruh Indonesia yang bergerak sebagai penyelenggara jasatelekomunikasi bergerak seluler.
PT Indonusa Telemedia yang menangani bisnis multimedia penyiaran dan internet dengan nama produk TELKOM Vision PT Infomedia Nusantara yang mengelola bisnis penerbitan  Buku petunjuk Telepon ( Yellow Pages) dn Call Center. Selain anak perusahaan tadi, dalam  menjalankan operasi perusahaan, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk telah mengelompokkan unit-unit yang ada dalam organisasi kedalam bentukDivisi. Secara umum, Divisi yang ada terbagi dua kriteria besar yaitu Divisi Inti (Core Division) dan Divisi Pendukung (Support Division).

http://htmlimg1.scribdassets.com/8hjg3qwmiomlgwu/images/27-0e8edd0a7f.jpg

Core Division dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk adalah sebagai berikut:
1.      Divisi Regional 1 untuk wilayah Sumatera
2.      Divisi Regional 2 untuk wilayah Jabotabek Sekapur
3.      Divisi Regional 3 untuk wilayah Jawa Barat dan Banten
4.      Divisi Regional 4 untuk wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
5.      Divisi Regional 5 untuk wilayah Jawa Timur
6.      Divisi Regional 6 untuk wilayah Kalimantan
7.      Divisi Regional 7 untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan kawasan Timur Indonesia
8.      Divisi Network (Divisi longdistance)
9.      Divisi Multimedia
.
DEPARTEMENTALISASI
Ada beberapa cara diamana organisasi dapat mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang bermacam-macam untuk dilaksanakan. Sekali lagi, proses penentuan cara bagaimana kegiatan-kegiatan dikelompokkan disebut departementalisasi aatau departementasi
.
DEPARTEMENTALISASI FUNGSIONAL
Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan sjanis untuk membentuk satu satuan organisasi. Semua individu-individu yang melaksanakan fungsi yang sama dikelompokkkan bersama seperti seluruh personalia, penjualan, akuntansi, programmer computer, dan sebagainya.

Kebaikan pendekatan fungsional:
Kebaikan utama pendekatan fungsional adalah bahwa pendekatan ini menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi-fungsi utama, menciptakan efisiensi melalui spesialisasi, memusatkan keahlian organisasi, dan memungkinkan pengawasan manajemeb puncak lebih ketat terhadap fungsi-fungsi 

Kelemahan struktur fungsional:
Bagaimanapun juga pendekatan fungsional mempunyai berbagai kelemahan. Struktur fungsional dapat meniptakan konflik antar fungsi-fungsi, menyebabkan kemacetan-kemacatan pelaksanaan tugas yang berurutan, memberikan tanggapan lebih lambat terhadap perubahan, hanya memusatkan pada kepentingan tugas-tugasnya, dan menyebabkan para anggota berpandangan lebih sempitserta kurang inovatif.


DEPARTEMENTALISASI DIVISIONAL
Banyak perusahaan besar dengan banyak jenis produk, diorganisasikan menurut struktur organisasi divisional. Bila departementalisasi perusahaan menjadi terlalu kompleks dan tidak praktis bagi struktur fungsional, manajer perlu membentuk divisi-divisi semi otonomi, diman setiap divisi merancang, memproduksi dan memasarkan produknya sendiri. Tidak seprti departemantalisasi fungsional, suatu divisi menyerupai perusahaan yang terpisah kepala divisi terutama memusatkan perhatiannya bersaing dengan satuan-satuan lainnya dalam perusahaan yang sama. Tetapi suatu divisi bukan merupakan satuan bebas seperti halnya perusahaan terpisah. Dalam hal ini, seorang menejer divisi tidak dapat membuat keputusan-keputusan sebebas pemilik perusahaan terpisah, karena dia masih harus melaporkan kegiatannya kepada direktur pusat. Sebagai pedoman umum wewenang kepala divisi terbatas bila keputusan-keputusannya akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan divisi-divisi lain.

Kebaikan struktur disisional:
Organisasi atas dasar divisi mempunyai beberapa kebaikan. Karena semua kegiatan, kerampilan dan keahlian yang diperlukan untuk memproduksi dan memasarkan produk dikelompokkan menjadi satu dibawah seorang kepala, keseluruhan pekejaan dapat lebih mudah dikoordinasikan dan prestasi kerja yang tinggi dipelihara. Disampingitu, baik kualitas dan kecepatan pembuatan keputusan meningkat, karena keputusan-keputusan yang dibuat pada tingkat divisi dekat dengan kancah kegiatan.

Kelemahan struktur divisional:
Bagaimanapun juga struktur divisional mempunyai berbagai kelemahan. Kepentingan divisi mungkin ditempatkan diatas tujuan dan kebutuhan organisasi keseluruhan. Setiap divisi mempunyai para anggota staf dan spesialis sendiri, sehingga akan meningkatkan biaya administrasi dan terjadi duplikasi ketrampilan.
































KESIMPULAN DAN SARAN

Ø   Kesimpulan
1.      Penerapan sistem struktur organisasi suatu perusahan tertentu tidak harus menganut satu pola/ tipe struktur organisasi teoritis yang ada.
2.      Sistem struktur organisasi yang digunakan oleh suatu perusahaan tertentu bisa merupakan gabungan dan beberapa pola/ tipe struktur organisasi teoritis yang ada.
3.      Antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya bisa  memiliki sistem struktur  organisasi yang berbeda. Hal ini tergantug dari kondisi dan tujuan perusahaan tersebut.
Ø   Saran
Sebaiknya masing-masing perusahaan menerapkan sistem struktur organisasinya sesuai dengan kebutuhan serta berdasarkan kondisi dan tujuan peusahaan tersebut. Sebab teori yang bersumer dari makalah ini dibuat  berdasarkan pengalaman penulis selama bekerja di PT. Graha Buana   Cikarang.  Istilah-istilah yang digunakan  masih menggunakan istilah asing. Jadi diharapkan  pada  para pemakai untuk  menyesuaikannya dengan  kondisi  pada perusahaan yang bersangkutan.
PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOM) Sebaiknya perlu ditingkatkan kembali layanan yang dipubloikasikan, untuk menunjang kedepan yang lebih baik dan profesianal demi mengembangkan  SUBDITDATA  (Sub Direktorat Pengolahan Data)
                                    























DAFTAR PUSTAKA

Soekanto Reksohadiprodjo, 1983, Manajemen Proyek, BPFE, Yogyakarta
Ivancevich, J.M., Matteson,M.T., 1987, Organizational Rehavior and Management, Business Publications Inc., Texas
Barrie, D.S.[and] Paul son, RC. 1984. Professional Construction Management, 2nd edition, McGraw Hill Inc. New York.
Certo, Samuel & Paul Peter, 1990, Strategic Management, New York :McGraw Hill
Beteson,John E,. G. 1991. Service Marketing. Prentice HallInternational, New Jersey