Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Sabtu, 27 Juni 2020

PROSPEK DAN APLIKASI TEKNOLOGI IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN MUTU BENIH DAN BIBIT TANAMAN HUTAN

PROSPEK DAN APLIKASI TEKNOLOGI IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PERBAIKAN MUTU BENIH DAN BIBIT TANAMAN HUTAN

Oleh :
Muhammad Zanzibar dan Dede J. Sudrajat
Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO Box. 105 Bogor 16001, Telp/Fax:(0251)8327768



ABSTRACT

Ionizing radiation is currently a very important way to create genetic variability that is not exists in nature or that is not available to the breeder. Therefore, there are many papers  aimed  to  determine the best  radiation  dose to  be applied  in  plant breeding work. As a result it has been defined intervals gamma radiation useful for many cultivated species, though the determination of the radiosensitivity of tissues by exposure to different intensities of radiation. However, most studies have been conducted have been designed to evaluate the biological response to high doses of radiation,  while  in  relatively  few  studies  have  used  low  doses  to  stimulate physiological processes (radiostimulation) although the ionizing radiation hormesis has been widely supported. Hormesis is the excitation, or stimulation, by small doses of  any  agent  in  any  sistem.  The  beneficial  effect  of  hormesis  has  been  well documented in species of agricultural importance. However, there is limited information about its use in forestry, especially in Indonesia.

Keywords: forestry, genetic variability, hormesis, ionizing radiation, plant breeding.



I.   PENDAHULUAN

Iradiasi adalah suatu proses ionik sebagai salah satu metode modifikasi fisik polisakarida alami (Hai et al., 2003; Rombo et al., 2004; Relleve et al., 2005).  Proses ini juga sangat berguna dalam memecahkan berbagai permasalahan pertanian, seperti penanganan pasca panen (menekan perkecambahan dan kontaminasi), eradikasi dan pengendalian hama dan penyakit, mengurangi penyakit yang terbawa bahan makanan, dan pemuliaan varietas tanaman unggul dan tahan penyakit (Andress, 1994; Emovon, 1996).

Dalam hubungannya dengan perbaikan mutu benih dan bibit, iradiasi sinar gamma telah banyak diaplikasikan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih (Piri et al., 2011; Iglesias-Andreu et al., 2012) dan meningkatkan keragaman genetik dalam rangka pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul pada banyak jenis tanaman (de Mico et al., 2011; Santosa et al., 2014), terutama jenis-jenis tanaman pertanian. Penggunaan radiasi seperti sinar X, Gamma, dan neutrons serta mutagen kimiawi untuk menginduksi variasi pada tanaman telah banyak dilakukan. Induksi

mutasi telah digunakan untuk peningkatan variasi tanaman penting seperti gandum, padi, barley, kapas, kacang tanah, dan kacang-kacangan lainnya yang diperbanyak melalui biji (Ahlowalia dan Maluszynski, 2001).   Menurut data FAO/IAEA hingga tahun 2009, sekitar 3100 mutan dari 190 jenis telah dibudidayakan.  Jumlah varietas mutan terbesar dihasilkan negara-negara Asia (1858 mutan, terutama di India, Jepang dan  China),  dikuti  Eropa  (899  mutan),  Amerika  Utara  (202  mutan),  Afrika  (62 mutan), Amerika Latin (48 mutan) dan Kawasan Australia/Pasifik (10 mutan) (Poster and Shu, 2012).  Di Indonesia, pemuliaan mutasi telah diaplikasikan pada berberapa jenis tanaman, seperti padi (Sobrizal, 2007; Ishak, 2010), sorghum (Surya dan Soeranto, 2006), kedelai   (Soeranto dan Sihono, 2010), pisang (Indrayanti  et al.,
2011), tanaman hias seperti mawar dan krisan (Hutami et al., 2006; Handayani, 2013). Untuk jenis tanaman kehutanan, khususnya jenis-jenis tropik Indonesia, teknologi ini belum banyak dikembangkan.

Induksi mutasi menggunakan iradiasi menghasilkan mutan paling banyak (sekitar 75%) bila dibandingkan menggunakan perlakuan lainnya seperti  mutagen kimia. Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik pendek dengan energi tinggi berinteraksi dengan atom-atom atau molekul untuk memproduksi radikal bebas dalam sel. Radikel bebas tersebut akan menginduksi mutasi dalam tanaman sebab radikel tersebut akan menghasilkan kerusakan sel atau pengaruh penting dalam komponen sel tanaman (Kovacs dan Keresztes, 2002).  Keuntungan menggunakan sinar gamma adalah dosis yang digunakan lebih akurat dan penetrasi penyinaran ke dalam sel bersifat homogen. Tidak seperti pemuliaan konvensional yang melibatkan kombinasi gen-gen yang ada pada tetuanya (di alam), iradiasi sinar gamma menyebabkan kombinasi gen-gen baru dengan frekwensi mutasi tinggi. Mutasi digunakan untuk memperbaiki banyak karakter yang bermanfaat yang mempengaruhi ukuran tanaman, waktu berbunga dan kemasakan buah, warna buah, ketahanan terhadap penyakit dan karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter agronomi penting yang berhasil dimuliakan dengan mutasi pada beberapa jenis tanaman di antaranya adalah  tanaman tahan penyakit, buah-buahan tanpa biji, tanaman buah-buahan yang lebih pendek dan  genjah (IAEA, 2009).

Sebagian besar penelitian penggunaan iradiasi sinar gamma dirancang untuk mengevaluasi respons biologi terhadap dosis radiasi tinggi, dan penelitian yang relatif terbatas juga telah dilakukan dengan menggunakan iradiasi pada dosis rendah untuk

menstimulasi proses fisiologi (radiostimulation) tanaman melalui eksitasi, atau stimulasi dengan dosis rendah, atau dikenal dengan istilah hormesis (Luckey, 1980). Pengaruh yang menguntungkan dari hormesis telah banyak dilakukan pada jenis-jenis tanaman pertanian (Luckey, 2003; Piri et al., 2011), namun informasi penggunaan teknologi tersebut dalam bidang kehutanan masih terbatas (Iglesias-Andreu et al.,
2012).   Meskipun   masih   sedikit   informasi   mengenai   fenomena   hormosis   ini, Vaiserman (2010) memberi indikasi adanya kemungkinan hubungan antar hormosis dengan pengaruh epigenetik (perubahan yang diturunkan pada fungsi genom, yang terjadi  tanpa  perubahan  susunan  urutan  DNA)  sebagai  suatu  respons  adaptif. Efigenetik bersifat sementara dan individu yang termutasi dapat kembali normal.

Tulisan ini akan memberikan tinjauan penggunaan iradiasi sinar gamma jenis- jenis  tanaman,  khususnya  untuk  memberbaiki  perkecambahan  benih  dan pertumbuhan, serta potensinya untuk mendapatkan variaetas mutan unggul pada beberapa jenis tanaman hutan .



II. PENGARUH IRADIASI TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN

Ketika radiasi ionisasi diserap ke dalam material biologis, radiasi tersebut akan beraksi secara langsung terhadap target sel kritis atau secara tidak langsung melalui pembangkitan metabolit yang dapat memodifikasi komponen-komponen sel penting.  Penggunaan irasiasi sinar gamma dengan berbagai dosis dalam hubungannya dengan perkecambahan benih telah dicoba pada berbagai tanaman (Tabel 1). Hasil- hasil tersebut menunjukkan bahwa dosis yang digunakan dan pengaruhnya terhadap perkecambahan  benih  berbeda-beda untuk  tiap  jenis  dan  genotipe.  Namun  secara umum, dosis iradiasi yang lebih tinggi cenderung menghambat perkecambahan.


Tabel 1. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma pada beberapa jenis tanaman pertanian

Jenis
Dosis sinar gamma
Pengaruh
Pustaka
Sorghum vulgare (L)
1-10 kR
Pengurangan rata-rata tinggi bibit
Iqbal (1980)
Salix nigra Marsh.
0,1-100 kR
Dosis rendah meningkatkan
kecepatan pertumbuhan
Gehring
(1985)
Allium cepa L.
10, 20, 40,
80, dan 100 kR
Persentase bibit abnormal
meningkat dengan meningfkatnya dosis iradiasi
Amjad dan
Akbar (2003)


Jenis
Dosis sinar gamma
Pengaruh
Pustaka
Triticum aestivum L.
10, 20, 30,
dan 40 kR
Benih teriradiasi menunjukkan
lebih superior dibandingkan kontrol untuk beberapa karakter
Singh dan
Balyan (2009)
Sesamum indicum L.
200, 400,
600 dan 800
Gy
Pengaruh mutagenik oleh
penyusunan kembali kromosom intergenomik
Kumar dan
Singh (2010)
Daucus carota L.
0,5 dan 1
kR
Iradiasi mempercepat
perkecambahan benih
Bassam dan
Simon (1996)
Capsicum annuum
L.
2, 4, 8, dan
16 Gy
Dosis rendah merangsang
pertumbuhan dan resitensi cekaman
Kim et al.
(2005)
Triticum durum
10, 20 Gy
Meningkatkan daya dan kecepatan
berkecambah
Melki dan
Marouani
(2009)
Lactuca sativa
5, 30 Gy
Merangsang parameter
pertumbuhan (perkecambahan, panjang akar dan hipokotil)
Marcu et al.
(2012)
Terminalia arjuna
25 Gy
Meningkatkan daya
berkecambahn, indeks vigor, laju rata-rata pertumbuhan
Akshatha et
al. (2013)


Peningkatan atau penurunan persentase perkecambahan sebagai akibat dari perlakuan sinar gamma pada beberapa jenis tanaman telah banyak diteliti. Chan dan Lam (2002) melaporkan juga bahwa iradiasi benih pepaya dosis 10 Gy meningkatkan persentase perkecambahan  menjadi  50% dari  kontrol  30%. Sementara itu,  Habba (1989) melaporkan bahwa peningkatan dosis iradiasi hingga 100 Gy, secara gradual meningkatkan   perkecambahan   benih,   namun   kemudian   perkecambahan   benih menurun sejalan dengan meningkatnya dosis iradiasi. Hasil tersebut juga sama dengan yang ditemukan Hell et al. (1974), Marcu et al. (2012) dan  yang menyatakan bahwa iradiasi dosis tinggi dapat mengurangi perkecambahan benih. Fenomena ini dikenal dengan istilah pengaruh hormesis yang didefinisikan Luckey (2003) sebagai stimulasi dengan dosis rendah iradiasi ionisasi dan penghambatan pada dosis yang tinggi. Dosis rendah didefinisikan sebagai suatu dosis di antara tingkat radiasi lingkungan dan ambang batasnya yang menandai batas antara pengaruh biopositif dan bionegatif.

Respon iradiasi ionisasi bervariasi antar tanaman, tergantung dari morfologi dan fisiologi tanaman, jenis, umur, ukuran dan komposisi genom, dosis irradiasi, tipe iradiasi, dan sebagainya. Pengaruh stimulasi sinar gamma terhadap perkecambahan mungkin disebabkan oleh aktivasi sintesa RNA  atau sintesa protein,  yang terjadi selama tahap awal perkecambahan setelah benih diradiasi (Kuzin et al., 1975; Kuzin et  al.,  1976;  Abdel-Hady  et  al.,  2008).    Hipotesa  lainnya  menyatakan  adanya

percepatan pembelahan sel (Zaka et al., 2004) atau stimulasi langsung/tidak langsung gen-gen  yang  responsif  terhadap  auksin  (Kovalchuk  et  al.,  2007).     Perubahan biokimia mempengaruhi  proses metabolisma  sel  yang pada tingkat  tertentu  dapat menguraikan bahan kimia penghambat perkecambahan (Busby, 2008) dan meningkatkan pembelahan sel sehingga tidak hanya berpengaruh terhadap perkecambahan tetapi juga terhadap pertumbuhan bibit (Piri et al., 2011).  Fan et al. (2003) memberi indikasi bahwa radikel bebas yang dibangkitkan dalam tanaman yang disebabkan iradiasi sinar gamma akan bertindak sebagai sinyal stres dan merangsang respon stres dalam tanaman, yang menghasilkan peningkatan sintesa asam polifenol yang notabenenya mempunyai kegunaan antioksidatif.   Sjodin (1962) melaporkan bahwa bahan dan energi yang diperlukan selama pertumbuhan awal tersedia dalam benih, sehingga dosis iradiasi rendah mungkin meningkatkan aktivasi enzim dan membangkitkan   embrio   muda,   yang   menghasilkan   stimulasi   terhadap   laju pembelahan sel dan meningkatkan tidak hanya proses perkecambahan, tetapi jga pertumbuhan vegetatif.

Selain terhadap perkecambahan, pengaruh iradiasi sinar gamma pun telah dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator respon tanaman berbeda. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman sering dijadikan ukuran respon terhadap dosis radiasi berbeda. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan irradiasi dosis rendah, seperti pada padi yang memberikan pengaruh positif terhadap perakaran dan pertumbuhannya. Radiasi gamma dosis rendah (10-30 Gy) merangsang kemunculan persentase tunas kentang (Solanum tuberosum), sedangkan pada 40-50
Gy, tinggi dan panjang akar secara signifikan terhambat, dan pada dosis tingi (60 Gy)

tidak ada tunas yang muncul (Cheng et al. 2010).

Kuzin (1997) menyimpulkan bahwa penyinaran jaringan tanaman dengan radiasi atomik dosis rendah akan menginduksi radiasi sekunder yang merangsang pembelahan sel-sel dan mendisain radiasi ini sebagai radiasi biogenik sekunder yang mengaktifkan reseptor membran sel.  Radiasi ini membawa informasi yang diterima reseptor membran dan informasi tersebut diperlukan untuk memfungsikan dan mengembangkan sel-sel organisme hidup. Sementara, radiasi benih dengan sinar gamma dosis tinggi mengganggu sintesa protein, keseimbangan hormon, pertukaran gas, pertukaran air dan aktivitas enzim (Hameed et al., 2008), yang memicu gangguan

terhadap  morfologi  dan  fisiologi  tanaman  dan  menghambat  pertumbuhan  dan perkembangan tanaman.



III. PENGGUNAAN IRADIASI SINAR GAMMA DOSIS RENDAH PADA BENIH TANAMAN HUTAN

Pada jenis-jenis tanaman hutan, perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis rendah mampu memperbaiki perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit (Iglesias- Andreu et al., 2012; Akshatha et al., 2013). Selain itu, radiasi sinar gamma juga mampu menunda pembusukan buah (WHO, 1988), mengurangi populasi bakteri, jamur, serangga dan pathogen lainnya (Gruner et al., 1992) sehingga potensial diaplikasikan untuk meningkatkan daya simpan benih. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pegaruh iradiasi terhadap perbaikan mutu benih dan bibit seperti pada jenis jati, suren, jabon putih, tembesu, bambang lanang, kayu bawang dan jenis-jenis tanaman hutan lainnya (Tabel 2).

Tabel 2.  Penerapan dosis rasiasi sinar gamma pada beberapa jenis tanaman hutan

Jenis
Dosis sinar gamma
Pengaruh
Pustaka
Jati (Tectona
grandis)
10, 20, 30, 40,
dan 50 kR
Memperbaiki laju perkecambahan
benih
Bhargava dan
Khalatkar
(1987)
Suren (Toona
sinensis)
5, 20 Gy
Meningkatkan perkecambahan
benih dan pertumbuhan bibit
Zanzibar, et
al. (2008)
Tembesu (Fagraea
fragrans)
5 dan 10 Gy
Meningkatkan daya berkecambah
dan daya simpan benih
Zanzibar, et
al. (2015)
Jabon putih
(Anthocephalus cadamba)
15 dan 20 Gy
Meningkatkan perkecambahan
benih dan pertumbuhan bibit
Zanzibar, et
al. (2014)
Jabon merah
(Anthocephalus macrophylus)
10 – 30 Gy
Meningkatkan perkecambahan
benih dan pertumbuhan bibit
Zanzibar, et
al. (2014)
Bambang lanang
(Magnolia champaca)
10 Gy
Meningkatkan perkecambahan
benih (daya dan indeks berkecambah) dan meningkatkan daya simpan benih
Zanzibar dan
Sudrajat, 2015



Pada benih bambang lanang, perlakuan iradiasi pada dosis 10 Gy (LD50 = 30-

35 Gy) menghasilkan peningkatan perkecambahan (indeks perkecambahan dan nilai perkecambahan) (Gambar 1b-c). Namun,  pada  dosis  yang lebih  tinggi  cenderung mengalami penurunan. Benih  yang diiradiasi  yang disimpan selama 3 bulan juga

memberikan perkecambahan yang lebih baik dibanding kontrol hingga dosis 20 Gy, dan kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi.   Pada dosis 10 Gy juga memberikan rata-rata bertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan dosis lainnya (Gambar 1d).

Penggunaan dosis 2,5 Gy sampai 120 Gy pada benih tembesu yang disimpan selama 2 bulan mampu meningkatkan jumlah kecambah, sedangkan penggunaan dosis
240 Gy mengalami penurunan jumlah kecambah (Gambar 2). Pada perlakuan benih iradiasi  tanpa penyimpanan,  jumlah kecambah  yang muncul  sebagian  besar tidak berbeda nyata dengan benih tanpa iradiasi (kontrol).   Pada perlakuan iradiasi benih tanpa penyimpanan, dosis 5 Gy memberikan jumlah kecambah terbanyak (303 kecambah per 0.1 gram), sedangkan pada perlakuan iradiasi benih dengan penyimpanan selama 2 bulan, dosis 10 Gy menghasilkan jumlah kecambah terbanyak (346 kecambah per 0.1 gram).

70

Text Box: Germination percentage (%)60

50

40                          LD50
30

20

10

0
0   10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Gamma irradiation (Gy)



(a)






















(b)
 
(c)



(b)
 
Gambar 1. Lethal dosis (a), indek perkecambahan benih (b), nilai berkecambah benih yang disimpan 3 bulan (c), dan penampilan bibit umur 6 bulan pada dosis iradiasi sinar gamma 0, 5 dan 10 Gy (d).

(d)




(a)

























(b)

(c)

















Gambar 2. Jumlah kecambah benih tembesu pada berbagai dosis iradiasi sinar gamma (a); Pertumbuhan kecambah pada umur 40 hari setelah tabur: dosis 10 Gy (b) dan dosis 240 Gy (c)

Benih   tembesu   yang   telah   diiradiasi   mengalami   perubahan   komposisi biokimia, seperti energi total, kadar abu, lemak total, protein dan karbohidrat total (Tabel 3). Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan maka benih tembesu akan mengalami peningkatan kadar protein dan penurunan kadar karbohidrat total serta energi total, terutama pada dosis 240 Gy.   Kadar karbohidrat dan energi total yang lebih rendah membuat proses perkecambahan menjadi terhambat dan banyak kecambah abnormal yang tumbuh.

Tabel 3. Komposisi biokimia benih tembesu akibat perlakuan iradiasi dengan sinar gamma
Parameter
0 Gy
20 Gy
60 Gy
240 Gy
Energi total (kkal/100 g)
362.67
356.28
359.61
260.18
Kadar abu (%)
1.76
1.83
1.78
1.87
Lemak total (%)
1.11
0
0.73
0.70
Protein (%)
14.55
15.6
15.74
15.97
Karbohidrat total (%)
73.62
73.47
72.52
72.50


Umumnya pada jenis-jenis tanaman hutan, dosis iradiasi rendah mampu memperbaiki  perkecambahan  benih.  Beberapa penelitian  lainnya juga melaporkan kecenderungan yang sama, yaitu terjadi perbaikan perkecambahan benih pada perlakuan sinar gamma dosis rendah dan cenderung menurun pada dosis yang tinggi, seperti pada Pinus sylvestris (Sokolov et al., 1998), Tectona grandis (Bhargava and Khalatkar, 2004), Cicer arietinum (Khan et al., 2005; Toker et al., 2005), Triticum aestivum (Singh dan Balyan, 2010), dan Terminalia arjuna (Akshatha et al. 2013). Iradiasi sinar gamma dalam dosis yang tinggi umumnya menghasilkan pengaruh inhibitor terhadap perkecambahan (Kumari dan Singh, 1996), menurunnya kadar auksin atau kerusakan kromoson (Sparrow, 1961), sedangkan radiasi dengan dosis rendah umumnya menghasilkan pengaruh stimulasi terhadap perkecambahan melalui peningkatan aktivitas enzim, perbaikan sel-sel respirasi, dan meningkatkan produksi struktur reproduksi (Luckey, 1998).



IV. POTENSI IRADIASI SINAR GAMMA UNTUK PEMULIAAN MUTASI TANAMAN HUTAN

Metode pemulian pada prinsipnya dapat diklasifikasikan ke dalam 3 sistem, yaitu pemuliaan rekombinasi, pemuliaan mutasi, dan pemuliaan transgenik. Setiap sistem mempunyai cara yang unik untuk mendapatkan keragaman dan menseleksi individu target (Tabel 4). Pada pemuliaan mutasi, pembangkitan alel-alel termutasi baru merupakan dasar dan karakter yang unik.  Genetik dibalik pemuliaan mutasi meliputi  perbedaan  dalam  sensitivitas  genotipe  berbeda  dan  jaringan  tanaman terhadap mutagen berbeda, yang sering diukur dengan lethal doses; genetik yang terbentuk setelah perlakuan mutagenik berpengaruh terhadap alel-alel dan segregasi pada generassi berikutnya (Shu, 2013).

Mutasi merupakan salah satu teknik yang telah dikembangkan  secara luas sebagai upaya untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman untuk mendapatkan sifat baru sebagai sarana untuk perbaikan genetik tanaman, terutama pada tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif sehingga keragaman genetiknya rendah atau untuk mendapatkan karakter baru dimana sifat  tersebut tidak dijumpai pada gene poll yang ada.   Kerugian dari pemuliaan mutasi adalah terbatasnya kemampuan untuk membangkitkan alel-alel dominan yang mungkin diharapkan, dan juga kurang efektif dibandingkan perkawinan silang untuk suatu sifat-sifat kombinasi multi alel, seperti toleran   terhadap   cekaman   lingkungan.   Frekwensi   mutasi   yang   rendah   juga memerlukan populasi yang besar untuk menyeleksi mutan-mutan yang diharapkan (Shu, 2013).



Tabel 4. Perbedaan tiga sistem pemuliaan tanaman berdasarkan beberapa tolok ukur pemuliaan


Pemuliaan konvensional/
rekombinan
Pemuliaan mutasi
Pemuliaan
transgenik
Sumber
variasi genetik
Rekombinasi alel-alel gen
dari tetuanya
Alel-alel baru dibuat
secara acak dari endogenous gen
Memasukan gen baru
atau memodikasi endogenous gen
Transmisi,
ekspresi dan sifat penurunan
Tidak ada transmisi,
berhubungan dengan segregasi alel-alel berkerabat
Menginduksi mutasi
untuk seleksi diploid dan haploid
Ekpresi transgenik
Sifat aksi
gen
Dominan, alel-alel yang
resesif
Sebagian besar alel-
alel resesif
Sebagian besar alel
dominan
Generasi
pemuliaan
Sekitar 10 generasi
2-3 generasi
Sekitar 3 generasi

Mutasi buatan untuk tujuan pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan memberikan mutagen. Mutagen yang dapat digunakan untuk mendapatkan mutan ada dua golongan yaitu mutagen fisik (sinar x, sinar gamma dan sinar ultra violet) dan mutagen kimia (Ethyl Methan Sulfonat, Diethyl sulfat, Ethyl Amin dan kolkisin). Perubahan  yang ditimbulkan karena pemberian mutagen baik fisik maupun kimia dapat terjadi pada tingkat genom, kromosom, dan DNA. Mutasi dibedakan menjadi mutasi kecil (mutasi gen) dan mutasi besar (mutasi kromosom).  Mutasi kecil adalah perubahan yang terjadi pada susunan molekul gen (DNA), sedangkan lokus gennya tetap,  sedangkan  mutasi  besar   adalah  perubahan  yang  terjadi  pada  struktur  dan susunan kromosom. Mutasi gen disebut juga mutasi titik. Mutasi ini terjadi karena perubahan urutan basa pada DNA atau dapat dikatakan sebagai perubahan nukleotida

pada DNA. Mutasi Kromosom terjadi pada kromosom yang merupakan struktur di dalam sel berupa deret panjang molekul yang terdiri dari satu molekul DNA yang menghubungkan gen sebagai kelompok satu rangkaian. Kromosom memiliki dua lengan, yang panjangnya kadangkala sama dan kadangkala tidak sama, lengan-lengan itu bergabung pada sentromer (lokasi menempelnya benang spindel selama pembelahan mitosis dan meiosis). Pengaruh bahan mutagen, khususnya radiasi, yang paling banyak terjadi pada kromosom tanaman adalah pecahnya benang kromosom (chromosome breakage  atau chromosome aberration). Mutasi kromosom meliputi perubahan jumlah kromosom dan perubahan struktur kromosom mutasi pada tingkat kromosom disebut aberasi.

Menurut van Harten (1998), keberhasilan program induksi mutasi sangat bergantung pada materi tanaman yang mendapat perlakuan mutagen. Qosim (2006) dalam penelitiannya terhadap kalus nodular manggis, menyebutkan bahwa induksi radiasi sinar gamma menghasilkan keragaman genetik dengan menggunakan teknik RAPD dengan keragaman genetik antara 60-91%. Sementara Harahap (2005) dalam penelitian dengan menggunakan biji manggis hasil iradiasi sinar gamma yang di tanan secara in vitro, didapat keragaman genetik yang diperoleh sebesar 62-100%. Sobir dan Poerwanto (2007) menyatakan berdasarkan analisis RAPD pada bibit manggis hasil  iradiasi  sinar  gamma  menggunakan  lima  primer  acak,  terbukti  keragaman genetik  tanaman hasil  iradiasi  lebih  besar (62%) dibandingkan  variabilitas  aksesi manggis di Jawa (27%). Dalam penelitian ini, keragaman genetik yang diperoleh dari hasil iradiasi sinar gamma sebesar 77-95%, meningkat sebesar 5% dibandingkan kontrol.

Untuk jenis-jenis tanaman kehutanan, pemuliaan mutasi sangat potensial, terutama untuk membangkitkan keragaman baru pada jenis-jenis yang keragaman di alamnya relatif sempit atau untuk mendapatkan karakter-karakter tanaman yang lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Pada tingkat bibit, peningkatan tinggi bibit hasil iradiasi sinar gamma untuk jenis bambang lanang mampu mencapai 77% pada dosis 80 Gy (Zanzibar dan Sudrajat, 2015), sementara pada jenis suren, peningkatannya mencapai 600% dibandingkan dengan kontrol (Zanzibar dan Witjaksono, 2011) (Gambar 3).





























(a)                                                   (b)                                             (c)



Gambar 3.   Pertumbuhan bibit suren umur 6 bulan yang berasal dari benih yang diperlakukan dengan penuan dan iradiasi. Bibit dari benih dengan perlakuan penuaan  selama 2 hari - iradiasi 5 Gy (a),   penuaan 0 hari - tanpa iradiasi (b) dan penuaan 0 hari-iradiasi 5 Gy (c).



Penggunaan  iradiasi  sinar  gamma  untuk  pemuliaan  mutasi  tanaman  hutan telah dilakukan pada jenis jati malabar pada tingkat kalus (invitro) dosis 2.5 30 Gy. Perlakuan mampu meningkatkan keragaman populasi dasar serta diperolehnya klon yang produktivitasnya lebih tinggi melalui seleksi yang ketat, baik pada tingkat bibit maupun pertumbuhan tanaman melalui uji multi lokasi.  Pertumbuhan hingga umur 8
tahun di Muna (jarak tanam 4 x 4 m2) diperoleh rata-rata diameter dan tinggi, masing-

masing  32  cm  dan  19  meter  (lokal  Muna,  diameter  =  16  cm  dan  tinggi  13.6 meter)(Gambar 4).

(a)                                                                                    (b)


















(c)                                                                                      (d)














Gambar 4. Penampilan tegakan jati lokal Muna umur 5 dan 8 tahun (a dan c) dan jati hasil pemuliaan mutasi pada umur yang sama (b dan d) di Muna.




KESIMPULAN

Dosis iradiasi sinar gamma dengan dosis rendah dapat dijadikan sebagai perlakuan benih (seed treatment) yang mampu memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan bibit beberapa jenis tanaman hutan.   Bagaimana pun, untuk mencapai hasil tersebut sangat penting untuk menseting ambang batas hormetik suatu jenis yang juga tergantung dari tipe jaringan yang diiradiasi dan jumlah kelembaban di dalam jaringan.    Radiasi hormesis memberikan kemampuan kepada benih untuk memperbaiki metabolismenya dan meningkatkan viabilitas serta vigor benih dan bibit. Selain itu, iradiasi juga mampu menciptakan keragaman baru yang sangat penting untuk proses seleksi (pemuliaan mutasi) terhadap individu-individu tanaman dengan karakter-karakter yang diinginkan yang mampu meningkatkan produktivitas hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Hady, M.S., Okasha, E.M., Soliman, S.S.A., and Tallat, M. 2008. Effect of gamma radiation and gibberellic acid on germination and alkaloid production in Atropa belladonna L. Australian Journal of Basic and Applied Sciences
2:401-405.

Ahlowalia, B.S. and M. Maluszynski. 2001. Induced mutation-A new paradigm in plant breeding. Euphytica 118:167-173.

Akshatha, Chandrashekar, K.R., Somashekarappa, H.M., and Souframanien, J. 2013.
Effect  of  gamma  irradiation  on  germination,  growth,  and  biochemical parameters of Terminalia arjuna Roxb. Radiat Prot Environ 36:38-44.

Amjad, M. and Akbar, A. 2003. Effect of post-irradiation storage on the radiation- induced damage in onion seeds. Asian Journal of Plant Science 2(9):702-707.

Andress, E.L., Delaplane, K.S., and Schuler, G.A. 1994. Food Irradiation. Fact sheet HE 8467 (Institute of Food and Agricultural Sciences University of Florida, USA).

Bhargava, Y. and Khalatkar, A. 2004. Improve performance of Tectona grandis seeds with gamma irradiation. Acta Hortic. 215:51-54.

Chan, Y.K. and  Lam,  P.F.   2002.   Irradiation-induced mutations in papaya with special emphasis on papaya ringspot resistance and delayed fruit ripening. Working  Material   Improvement  of  tropical  and  subtropical  fruit  trees through induced mutations and biotechnology.  IAEA, Vienna, Austria. pp 35
– 45.

De Micco, V., C. Arena. D. Pignalosa, and M. Durante. 2011. Effects of sparsely and densely ionizing radiation on plants. Radiat. Environ. Biophys. 50:1-19.

Emovon, E.U. 1996. Keynote Address: Symposium Irradiation for National Development (Shelda Science and Technology Complex, SHESTCO, Abuja, Nigeria). pp. 156-164.

Fan, X., Toivonen, P.M.A., Rajkowski, K.T., and Sokorai, K.J.B. 2003. Warm water treatment in combination with modified atmosphere packaging reduces undesirable effects of irradiation on the quality of fresh-cut iceberg lettuce. Journal of Agricultural and Food Chemistry 51:1231–1236.

Gehring, R. 1985. The effect of gamma radiation on Salix nigra Marsh. Cuttings.
Arkansas Academy of Science Proceedings, 39:40-43.

Gruner, M.M., Horvatic, D., Kujundzic, and Magdalenic, B. 1992. Effect of gamma irradiation on the lipid components of soy protein products. Nahrung, 36: 443-
450.

Habba, I.E. 1989. Physiological effect of gamma rays on growth and productivity of Hyoscyamus muticus L. and Atropa belladonna L. Ph.D. Thesis, Fac. Agric. Cairo Univ., Cairo, Egypt. 65-73.

Hai, L., Diep, T.B., Nagasawa, N., Yoshii, F., and Kume, T. 2003. Radiation depolymerization of chitosan to prepare oligomers. Nucl. Instrum. Methods Phys. Res. B, 208: 466470.

Hameed, A., Shah, T.M., Atta, M.B., Haq, M.A., and Sayed, H. 2008. Gamma irradi- ation effects on seed germination and growth, protein content, peroxidase and protease activity, lipid peroxidation in desi and kabuli chickpea. Pakistan Journal of Botany 40:1033–1041.

Handayati, W. 2013. Perkembangan pemuliaan mutasi tanaman hias di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 9 (1): 67- 80.

Harahap, F. 2005. Induksi variasi genetik tanaman manggis (Garcinia mangostana)
dengan radiasi sinar gamma. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hell, K.G., and Silveira, M. 1974. Imbibition and germination of gamma irradiation
Phaseolus vulgaris seeds. Field Crop Abst., 38(6): 300.

Hutami, S., Mariska, I., dan Yati Supriati. 2006. Peningkatan  keragaman genetik tanaman melalui keragaman somaklonal. Jurnal Agro Biogen 2(2):81-88.

IAEA. 2009. Induced Mutation in Tropical Fruit Trees. IAEA-TECDOC-1615. Plant Breeding and Genetics Section. International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria. p161.

Iglesias-Andreu, L.G., Octavio-Aguilar, P. and Bello-Bello, J. 2012. Current importance  and  potential  use  of  low  doses  of  gamma  radiation  in  forest species. In Gamma radiation (Adrovic, F., Ed.).   InTech Europe. Rijeka, Croatia. p. 265-280.

Indrayanti,  R.,  N.A.  Mattjik,  A.  Setiawan,  Sudarsono.  2011.  Radiosensitivity  of banana  cv.  Ampyang  and  potential  application  of  gamma  irradiation  for variant induction. J. Agron. Indonesia 39:112-118.

Iqbal, J. 1980. Effects of acute gamma irradiation, developmental stages and cultivar differences on growth and yiel of wheat and sorghum plants. Environmental and Experimental Botany, 20(3):219-231.

Ishak. 2012. Agronomic traits, heritability and G x E interaction of upland rice (Oryza sativa L.) mutant lines. J. Agron. Indonesia 40:105-111.

Khan M.R., Qureshi, A.S., Syed, A.H. and Ibrahim, M. 2005.   Genetic variability induced by gamma irradiation and its modulation with gibberellic acid in M2 generation of Chickpea (Cicer arietinum L.). Pakistan J. Bot.  37(2):285-292.

Kim, J.; Chung, B.; Kim, J. and Wi, S. 2005). Effects of in planta gamma-irradiation on   growth,   photosynthesis,   and   antioxidative   capacity   of   red   pepper (Capsicum annuum L.) plants. Journal of Plant Biology, 48(1): 47-56.

Kovacs E, and Keresztes A. 2002. Effect of gamma and UVB/C radiation on plant cell. Micron, 33:199210.

Kovalchuk, I., Molinier, J., Yao, Y., Arkhipov, A., and Kovalchuk, O. 2007. Tran- scriptome analysis reveals fundamental differences in plant response to acute and chronic exposure to ionizing radiation. Mutation Research 624:101–113.

Kumar, G. and Singh, Y. 2010. Induced intergenomic chromosomal rearrangements in Sesamum indicum L. CYTOLOGIA, 75 (2):157-162.

Kumari, R. and Singh, Y. 1996. Effect of gamma rays and EMS on seed germination and  plant  survival  of  Pisum  sativum  L.,  and  Lens  culinaris.  Med.  Neo Botanica, 4(1): 25-29.

Kuzin, A.M., Vagabova, M.E., and Revin, A.F. 1976. Molecular mechanisms of the stimulating action of ionizing radiation on seeds. 2.  ctivation of protein and high molecular RNA synthesis. Radiobiologiya, 16: 259-261.

Kuzin, A.M., Vagabova, M.E., and Prinak-Mirolyubov, V.N. 1975. Molecular mechanisms of the stimulating effect of ionizing radiation on seed. Activation of RNA synthesis. Radiobiologiya., 15: 747-750.

Kuzin, A.M. 1997. Natural atomic radiation and pehnomenon of life. Bulletin of
Experimental Biology and Medicine 123:313–315.

Luckey, T. 2003. Radiation hormesis overview. RSO Magazine 4:19–36.

Luckey,  T.  1998.  Radiation  hormesis:  Biopositive  effect  of  radiation.  Radiation
Science and Health. CRC press. Boca Raton, FLO, USA.

Marcu, D., Cristea, V., and L. Daraban. 2012.   Dose-dependent effects of gamma radiation on lettuce (Lactuca sativa var. capitata) seedlings. International Journal of Radiation Biology, 1–5.

Melki,  M.,  and  Morouani,  A. 2009.    Effects  of gamma rays  irradiation  on  seed germination and growth of hard wheat. Environ Chem Lett. 8:307-310.

Piri, I., Babayan, M., Tavassoli, A. and Javaheri, M. 2011. The use of gamma irradiation   in   agriculture.   African   Journal   of   Microbiology   Research
5(32):5806-5811.

Poster, B.P., and Shu, Q.Y. 2012. Plant Mutagenesis in Crop Improvement: Basic Terms and Applications. In Plant Mutation Breeding and Biotechnology (Shu, Q.Y., Poster, B.P. and Nakagawa, Eds.). Joint FAO/IAEA Division of Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria.

Qosim, W.A. 2006. studi Irradiasi Sinar Gamma Pada Kultur Kalus Nodular Manggis Untuk      Meningkatkan   Keragaman   Genetik   Dan   Morfologi   Regeneran. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Relleve, L., Nagasawa, N., Luan, L.Q., Yagi, T., Aranilla, C., and Abad, L. 2005.
Degradation of carrageenan by radiation. Polymer Degradation and Stability,
87: 403–410.

Rombo, G.O., Taylor, J.R.N., and Minnaar, A. 2004. Irradiation of maize and bean flours: Effects on starch physicochemical properties. J. Sci. Food Agric., 84:
350–356.

Santosa, E., Pramono, S., Mine Y., and N. Sugiyama. 2014. Gamma Irradiation on Growth and Development of Amorphophallus muelleri Blume. J. Agron. Indonesia 42 (2) : 118-123.

Shu, Q.Y. 2013. Plant  Mutation Breeding.  Joint FAO/IAEA Division  of Nuclear Techniques in Food and Agriculture International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria.

Singh, N. K. and Balyan H. S. 2009 Induced mutations in bread wheat (Triticum aestivum L.) CV. Kharchia 65” for reduced plant height and improve grain quality traits. Advances in Biological Research, 3(5-6):215-221.

Sjodin, J. 1962. Some observations in X1 and X2 of Vicia faba L. after treatment with different mutagens. Hereditas 48:565–573. Sjodin J. 1962. Some observations

in  X1  and  X2  of  Vicia  faba  L.  after  treatment  with  different  mutagens. Hereditas 48:565–573.

Sobir dan Poerwanto, R. 2007. Mangosteen genetic and improvement. Intl J Pl Breed
1(2): 105-111.

Sobrizal.  2007.  Rice  mutation  on  candidate  of  restorer  mutant  lines.  J.  Agron.
Indonesia 35:75-80.

Soeranto, H. dan Sihono. 2010. Sorghum breeding for improved drought tolerance using induced mutation with gamma irradiation. J. Agron. Indonesia 38:95-99.

Sokolov, M.; Isayenkov, S. and Sorochynskyi, B. 1998. Low-dose irradiation can modify viability characteritics of common pine (Pinus sylvestris) seeds. Tsitologiya Genetika, 32(4): 65- 71.

Sparrow, A. and  Woodwell,  G. (1962). Prediction  of the sensitivity of plants  to chronic gammairradiation. Radiation Botany, 2(1): 9-12.

Surya, M.I. dan Soeranto R. Pengaruh Irradiasi Sinar Gamma terhadap Pertumbuhan Sorgum manis (Sorghum bicolor L.). Risalah Seminar Ilmiah Aplikasi lsotop dan Radiasi, 2006. Pp206-215.

Toker C., B. Uzen, H. Canci and F.O. Ceylan. 2005. Effects of gamma irradiation on the shoot length of Cicer seeds. Radiation Physics and Chemistry. 73:365-367.

Vaiserman, A. (2010). Hormesis, adaptive epigenetic reorganization, and implications for human health and longevity. Dose Response, 8(1):16–21.

Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding. Theory and Practical Aplication. Press
Syndicate of the Univ. of Cambridge. UK.

WHO  (World  Health  Organization).  1988.  Food  irradiation:  A  technique  for preserving and improving the safety of food (WHO Publication in Collaboration with FAO). pp. 144-149.

Zaka, R., Chenal, C., and Misset, M.T. 2004. Effect of low doses of short-term gamma irradiation on  growth and development  through two  generation of Pisum sativum. Science of the Total Environment 320:121–129.

Zanzibar, M dan Witjaksono.   2011. Pengaruh Penuaan dan Iradiasi Benih dengan Sinar Gamma (60C) Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona sureni Blume Merr). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8 (2):89-95.

Zanzibar, M. and Sudrajat, D.J. 2015. Effect of Gamma Irradiation on Seed Germination, Storage, and Seedling Growth of Magnolia champaca (L.) Baill. ex Pierre.  Belum dipublikasikan.

Zanzibar, M., Sudrajat, D.J., Putra, P.G., dan Supardi, E. 2008. Teknik Invigorasi Benih Tanaman Hutan. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.

1

Smangat

Kamis, 27 Juli 2017

Kehidupan dalam kata

Semoga bermanfaat, saling mengingatkan antar sesama. Terima kasih

Alat-alat Klimatologi

Smangat

alat-alat klimatologi
Menentukan iklim suatu daerah diperlukan data yang telah terkumpul lama, hasil dari pengukuran alat ukur khusus yang disebut instrumentasi klimatologi. Instrumentasi tak jauh beda bahkan kadang sama dengan instrumentasi meteorologi. Alat-alat ini harus tahan setiap waktu terhadap pengaruh-pengaruh buruk cuaca sehingga ketelitiannya tidak berubah. Pemeliharaan alat akan membuat ketelitian yang baik pula sehingga pengukuran dapat dipercaya. Data yang terkumpul untuk iklim diperlukan waktu yang lama, tak cukup satu tahun bahkan 10-30 tahun.
Pemasangan alat di tempat terbuka memerlukan persyaratan tertentu tertentu agar tak salah ukur misalnya dipikirkan tentang halangan berupa bangunan-bangunan dekat alat ataupun pepohonan. Alat-alat pengukur memerlukan penetapan waktu tertentu mengikuti prosedur tertentu yang sama di semua tempat. Maksudnya agar data dapat dibandingkan sehingga perbedaan data bukanlah akibat kesalahan prosedur tapi betul-betul karena iklimnya berbeda. Jadi perlu keseragaman dalam: peralatan, pemasangan alat, waktu pengamatan dan pengumpulan data.
Alat-alat yang umum digunakan di stasiun klimatologi data cuaca menghasilkan data yang makro. Alat-alat terbagi dua golongan, manual dan otomatis (mempunyai perekam). Unsur-unsur iklim yang diukur adalah: radiasi surya, suhu udara dan suhu tanah, kelembapan udara, curah hujan, evaporasi dan angin.
RADIASI
Alat ukur radiasi umumnya dua tipe:
1) pengukur jumlah energi radiasi (Cal/cm2/waktu)
2) pengukur lamanya penyinaran surya (jam).
Tipe pertama contohnya :
Aktinograf
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg36tqDgm48z8eoQ8vucsp-HEsD41cwjWCRJyJIc_5NsCDBYQEtjNV3DRTLDVpgxjQwpYL6xBw8ojpslUWZLCMeviWgaecsDmduQFdTYsHWTjs7jfrxgxQcA5q5u_0z_ZDobyyFUTs_Y05o/s200/aktinograf.JPGBerperekam atau otomatis mengukur setiap saat pada siang hari radiasi surya yang jatuh ke alat. Sensor atau yang peka bila kena sinar surya terdiri atas bimetal (dwilogam) berwarna hitam mudah menyerap radiasi surya. Panas karena radiasi yang diserap ini membuat bimetal melengkung. Besarnya lengkungan sebanding radiasi yang diterima sensor. Lengkungan ini disampaikan secara mekanis ke jarum penulis di atas pias yang berputar menurut waktu. Hasil rekaman sehari ini berbentuk grafik. Luas grafik/integral dari grafik sebanding dengan jumlah radiasi surya yang ditangkap oleh sensor selama sehari.
Gun Bellani
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9tPJQWwC3KBFrU2-0p96LFJIi5GrwKIMlC89Aaon7gXx5_Bs-HQifeNmAUBSW4_sFF9KKxQYcQT-Hg-rRheXmxFNfmKW10mre3kTzEiR2T62Lm4rrN7_K7qeSmyl7chx93uUKEfumw0ED/s200/gunn+bellani.jpgPrinsip alat adalah menangkap radiasi pada benda berbentuk bola sensor. Panas yang timbul akan menguapkan zat cair dalam bola hitam. Ruang uap zat cair berhubungan dengan tabung kondensasi. Uap zat cair yang timbul akan dikondensasi dalam tabung berbentuk buret yang berskala. Banyaknya air kondensasi sebanding dengan radiasi surya diterima oleh sensor dalam sehari. Pengukuran dilakukan sekali dalam 24 jam, yaitu pada pagi hari dibandingkan dengan alat yang pertama hasilnya lebih kasar.
Campbell Stokes
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGj0oD3wKOZf-Ot7bgkKoHq8qCFeCp7w5-a7y01c0EaqtaBNC2lBXzNpqlKLkTovBoUuGNBgA9dxZzVx4UtO1Rbx1VpCcFq3gBMpDzmJt94Gukx9eeY4gaIUxQYSWpwk00JMTKnKoWbSND/s200/campbell-stokes.jpgPrinsip alat adalah pembakaran pias. Panjang pias yang terbakar dinyatakan dalam jam. Alat ini mengukur lama penyinaran surya. Hanya pada keadaan matahari terang saja pias terbakar, sehingga yang terukur adalah lama penyinaran surya terang.
Pias ditaruh pada titik api bola lensa. Pembakaran pias terlihat seperti garis lurus di bawah bola lensa. Kertas pias adalah kertas khusus yang tak mudah terbakar kecuali pada titik api lensa.
Alat dipasang di tempat terbuka, tak ada halangan ke arah Timur matahari terbit dan ke barat matahari terbenam. Kemiringan sumbu bola lensa disesuaikan dengan letak lintang setempat. Posisi alat tak berubah sepanjang waktu hanya pemakaian pias dapat diganti-ganti setiap hari. Ada 3 tipe pias yang digunakan pada alat yang sama:
* Pias waktu matahari di ekuator
* Pias waktu matahari di utara
* Pias waktu matahari di selatan
SUHU
Setiap benda yang perubahan bentuknya sebagai fungsi dari suhu dapat digunakan sebagai thermometer. Perubahan bentuk ini akibat pemuaian thermal. Pada umumnya yang dipakai dalam instrumen klimatologi adalah air raksa dalam tabung kapiler gelas.
Termometer Maksimum
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCEpkF1yBiXdrICcN4SsVUEHNC98F5vK5nbdEck8c2-zSuJi4vuJ0huNUm_wUyGPPoP72_5qlgbOyJ6voK-Y5_cAmvoskc8QlcnGrz2OSmDCznSs5Qby_5HjT68iuCub7QAqmkAijGLw0o/s200/liquid_thermometer.jpgCiri khas dari termometer ini adalah terdapat penyempitan pada pipa kapiler di dekat reservoir. Air raksa dapat melalui bagian yang sempit ini pada suhu naik dan pada suhu turun air raksa tak bisa kembali ke reservoir, sehingga air raksa tetap berada posisi sama dengan suhu tertinggi. Setelah dibaca posisi ujung air raksa tertinggi, air raksa dapat dikembalikan ke reservoir dengan perlakuan khusus (diayun-ayunkan). Termometer maksimum diletakkan pada posisi hampir mendatar, agar mudah terjadi pemuaian . Pengamatan sekali dalam 24 jam.
Termometer minimum
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWPhhZrG1RNfqSKtiPKQmAEiZwGitOW6KqEaS4yjBIhPr2XNl_25eP1C9iy0dE-jeW7iK9UYdn8Oz7zPfkqVV2Nm39rLBfQ2Z_lmrwNLrt0U6p0pY19N_urAiOc6fTEtiF8ODPtcVA-Niw/s200/Grass+Minimum+Thermometer.jpgMengukur suhu udara ekstrim rendah. Zat cair dalam kapiler gelas adalah alkohol yang bening. Pada bagian ujung atas alkohol yang memuai atau menyusut terdapat indeks. Indeks ini hanya dapat didorong ke bawah pada suhu rendah oleh tegangan permukaan bagian ujung kapiler alkohol. Bila suhu naik alkohol memuai, indeks tetap menunjukkan posisi suhu terendah.
Setelah ujung indeks yang dekat miniskus alkohol dibaca dan dicatat, dengan perlakuan khusus indeks dikembalikan mendekati miniskus alkohol. Posisi termometer pada waktu mengukur hampir sama dengan termometer maksimum yaitu agak mendatar. Perlu diperhatikan bahwa kapiler alkohol harus dalam keadaan bersambung, tidak boleh terputus-putus. Bila kapiler alkohol terputus, termometer tidak boleh lagi dipakai sebagai alat pengukur suhu, harus dibetulkan terlebih dahulu, Pengamatan sekali dalam 24 jam.
Termometer biasa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilan7xuNlBNMG9Ifne-UO0ud_L8DMTSZw7CbgK1K2uJhF0-lfgdZaIRTE7teRRXQc6USYhi4sraWpBaJeadZxY-1WRZ9wiUKAnGAfxPkkucCOglEY9SemwZ7UZFtZ1eYT6Ui1zZA2qskP6/s200/termosangkar+.jpgMengukur suhu udara sesaat, zat cair yang digunakan adalah air raksa. Umumnya termometer ini disebut termometer bola kering yang dipasang berdampingan dengan termometer bola basah. Kedua termometer ini dipasang dalam keadaan tegak. Semua termometer pengukur suhu udara pada waktu pengukuran berada di dalam sangkar cuaca. Maksudnya adalah termometer tidak dipengaruhi radiasi surya langsung maupun radiasi dari bumi. Kemudian terlindung dari hujan ataupun angin kencang. Warna sangkar cuaca putih menghindari penyerapan radiasi surya. Panas ini dapat mempengaruhi pengukuran suhu udara.
Termometer tanah
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSpTuJypbOeVbAjfriWqsP4mqMPGAFNJm5fCOoNKJdr8Zz9ilxazPfBDqxNWKSDv8DYLdj8gX4mcmnajVi8_wuwZrNKgVCIYqL9key8tdIPGgnvHdWSOaMV1EmI1pFlU_F6ubIBLF1ncHZ/s200/soiltm.gifPrinsipnya hampir sama dengan termometer biasa, hanya bentuk dan panjangnya berbeda. Pengukuran suhu tanah lebih teliti daripada suhu udara. Perubahannya lambat sesuai dengan sifat kerapatan tanah yang lebih besar daripada udara.
Suhu tanah yang diukur umumnya pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 20 cm, 50 cm dan 100 cm. Macam alat disesuaikan dengan kedalaman yang akan diukur. Termometer tanah untuk kedalaman 50 cm dan 100 cm bentuknya berbeda dengan kedalaman lain. Termometer berada dalam tabung gelas yang berisi parafin, kemudian tabung diikat dengan rantai lalu diturunkan dalam selongsong tabung logam ke dalam tanah sampai kedalaman 50 cm atau 100 cm. Pembacaan dilakukan dengan mengangkat termometer dari dalam tabung logam, kemudian dibaca. Adanya parafin memperlambat perubahan suhu ketika termometer terbaca di udara. Termometer tanah pada kedua kedalaman ini bila meruapakan suatu kapiler yang panjang dari mulai permukaan tanah, mudah sekali patah apabila tanah bergerak turun atau pecah karena kekeringan.
KELEMBAPAN
Ada beberapa tipe dan prinsip kerja alat pengukur kelembapan udara. Pada umumnya alat yang digunakan adalah psikrometer. Alat ini terdiri dari dua termometer yang disebut termometer bola basah dan termometer bola kering. Kelembapan udara sebanding dengan selisih kedua termometer yang dapat dicari melalui tabel atau rumus. Alat pengukur kelembapan lain adalah sensor rambut. Prinsipnya bila udara lembab rambut bertambah panjang dan udara kering rambut menyusut. Perubahan panjang ini secara mekanis dapat ditransfer ke jarum penunjuk pada skala antara 0 sampai 100 %. Alat pengukur kelembapan udara tipe ini disebut higrometer.
Termohigrograf
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEilA2lIjy_yiKLWDDVV79K75qpmxpVxyIHyG3V6dkYmfTwb3jr2UEOenurRqAlmKeYYJM4dnUPZDTnh9tljwXPQ0O4Prhc2fPETf10ySrQcEzc2odmarATNKkr6_d223x7xD6jrmPvjs0Nu/s200/termohidrograf.jpgMenggunakan prinsip dengan sensor rambut untuk mengukur kelembapan udara dan menggunakan bimetal untuk sensor suhu udara. Kedua sensor dihubungkan secara mekanis ke jarum penunjuk yang merupakan pena penulis di atas kertas pias yang berputar menurut waktu. Alat dapat mencatat suhu dan kelembapan setiap waktu secara otomatis pada pias. Melalui suatu koreksi dengan psikrometer kelembapan udara dari saat ke saat tertentu.
Psikrometer standar
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMUjWwpDfTb-yIGue0ZqDzymiliP40UDoahbOJKZjoSSGIcDlfZGKTld3MX-QTQatZ3w8_TyrJDQ5u_zUrK3psfZq_a4UKa91peL4DiQogQX8ZyeH-kR_u3SrYA5xIWq0y1w0ayHTr9DSy/s200/Psychrometer.preview.JPGAlat pengukur kelembapan udara terdiri dari dua termometer bola basah dan bola kering. Pembasah termometer bola basah harus dijaga agar jangan sampai kotor. Gantilah kain pembasah bila kotor atau daya airnya telah berkurang. Dua minggu atau sebulan sekali perlu diganti, tergantung cepatnya kotor. Musim kemarau pembasah cepat sekali kotor oleh debu. Air pembasah harus bersih dan jernih. Pakailah air bebas ion atau aquades. Air banyak mengandung mineral akan mengakibatkan terjadinya endapan garam pada termometer bola basah dan mengganggu pengukuran. Waktu pembacaan terlebih dahulu bacalah termometer bola kering kemudian termometer bola basah. Suhu udara yang ditunjukkan termometer bola kering lebih mudah berubah daripada termometer bola basah. Semua alat pengukur kelembapan udara ditaruh dalam sangkar cuaca terlindung dari radiasi surya langsung atau radiasi bumi serta hujan.
CURAH HUJAN
Alat pengukur hujan, mengukur tinggi hujan seolah-olah air yang jatuh ke tanah menumpuk ke atas merupakan kolom air. Bila air yang tertampung volumenya dibagi dengan luas corong penampung maka hasilnya dalah tinggi. Satuan yang dipakai adalah milimeter (mm).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkG49f7Ct0hV8tZARUWojjRBsOanxyGpaCIavHjbI1byQq7x7MzBhc66fS2rYbW3hi0vXx8zNDPfkjGgxR9My2QSJ2y4Ct9SQZPF2WwJelNskpIs6jGTfHGXQyMds17JZMGxFqTIxOTWzm/s200/raingaugeobs.jpgPenakar hujan yang baku digunakan di Indonesia adalah tipe observatorium. Semua alat penakar hujan yang beragam bentuknya atau yang otomatis dibandingkan dengan alat penakar hujan otomatis (OBS). Penakar hujan OBS adalah manual. Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur yang telah dikonversi dalam satuan tinggi atau gelas ukur yang kemudian dibagi sepuluh karena luas penampangnya adalah 100 cm sehingga dihasilkan satuan mm. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam yaitu pada pagi hari. Hujan yang diukur pada pagi hari adalah hujan kemarin bukan hari ini.
Penakar hujan Hellman
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiojsDQ8puLXy5qXz5stDli7_BsVsLt1cFEP2WBWCYWU6iXjyYufd4T5ZURclyj1tGR2l8K7UubJlZe-PkNJNW8bycNdXO5rG0rkCA0tfn8fah0sBMJuvw5ochqKdr4T6y5-XqQYdmyeMJy/s200/hellman.jpgAlat ini merupakan penakar hujan otomatis dengan tipe siphon. Bila air hujan terukur setinggi 10 mm, siphon bekerja mengeluarkan air dari tabung penampungan dengan cepat, kemudian siap mengukur lagi dan kemudian seterusnya. Di dalam penampung terdapat pelampung yang dihubungkan dengan jarum pena penunjuk yang secara mekanis membuat garis pada kertas pias posisi dari tinggi air hujan yang tertampung. Bentuk pias ada dua macam, harian dan mingguan. Pada umumnya lebih baik menggunakan yang harian agar garis yang dibuat pena tidak terlalu rapat ketika terjadi hujan lebat. Banyak data dapat dianalisadari pias, tinggi hujan harian, waktu datangnya hujan, derasnya hujan atau lebatnya hujan per satuan waktu.
Penakar hujan Bendix

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMWZSkt-FQ8FDamQ6rxwdwODfrlHQckykIwLvg80yAjstS7pxgar0tZU_rMXnAwsX-yzO_Zt7U33pWvx3TYL0k_ASdrAsH4cIP3wvNzy-jPXrfRLLffz33OSgUs9j4BaUofk0NXIkau9n7/s200/bendix.jpg
Penakar hujan otomatis, prinsip secara menimbang air hujan yang ditampung. Melalui cara mekanis timbangan ini ditransfer ke jarum petunjuk berpena di atas kertas pias.
Penakar hujan Tilting Siphon
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM7K-G8nNtXECmWvLjOq6Mx_be6jJmBfqLZGtQlwsXXTCAtUONI7BlNNXKTDfJyxuI3Dt9gK8SaqvxuCBv9At-0J4pqbVaRwfcWos7hsG5XyUS78RcO-u5rPnJME5kDfB4EakxuZhBwKYv/s200/tilting_siphonraingauge.jpgPrinsip alat, air hujan ditampung dalam tabung penampung. Bila penampung penuh, tabung menjadi miring dan siphon mulai bekerja megeluarkan air dari dalam tabung. Setiap pergerakan air dalam tabung penampung tercatat pada pias sama seperti alat penakar hujan otomatis lainnya.
Penakar hujan Tipping Bucket
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5-lnvHytgIiGVHW2mJd_kfV3aClairDwgVIW_3dMhdrAsC9NPU87thG2zW6jnT51EIvQyPrZfkPVPqcI50HaAHlhWVrcQBMKryVx-MK4c6IHbrE3DHnP31zLRPRq_uJJmx2A6_YDGSDQM/s200/TippingBucket_cut.jpgPrinsip alat, air hujan ditampung pada bejana yang berjungkit. Bila air mengisi bejana penampung yang setara dengan tinggi hujan 0,5 mm akan berjungkit dan air dikeluarkan. Terdapat dua buah bejana yang saling bergantian menampung air hujan. Tiap gerakan bejana berjungkit secara mekanis tercapat pada pias atau menggerakkan counter (penghitung). Jumlah hitungan dikalikan dengan 0,5 mm adalah tinggi hujan yang terjadi. Curah hujan di bawah 0,5 mm tidak tercatat.
Semua alat penakar hujan di atas harus diperhatikan penempatannya di lapangan terbuka bebas dari halangan. Alat yang teliti dengan menempatkan yang salah akan mengukur besaran yang salah pula. Alat yang otomatis, pemeliharaannya harus lebih intensif. Keadaan alat baik yang manual ataupun yang otomatis harus diperiksa dari kebocoran, saluran penampung yang tersumbat kotoran, tinta pena jangan sampai kering dan jam pemutar silinder pias dalam keadaan berjalan dengan baik.
EVAPORASI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjgI3ZCqBZgOI8JSffXfDdAQk_E77WNU7VSvEUrcPLyMtbROq0kTLxOThcbep6h8kJ9E_49HKABEou0gZQC048L_nhCdc7J9fckIlJlE4xs8APqML5bSUYOHFwVPBUIg6D8XaI-hoM2Ja-/s200/Evaporation_Pan.jpgPengukuran air yang hilang melalui penguapan (evaporasi) perlu diukur untuk mengetahui keadaan kesetimbangan air antara yang didapat melalui curah hujan dan air yang hilang melalui evaporasi. Alat pengukur evaporasi yang paling banyak digunakan sekarang adalah Panci kelas A. Evaporasi yang diukur dengan panci ini dipengaruhi oleh radiasi surya yang datang, kelembapan udara, suhu udara dan besarnya angin pada tempat pengukuran. Ada dua macam peralatan pengukur tinggi muka air dalam panci. Pertama alat ukur micrometer pancing dan yang kedua alat ukur ujung paku yang dipasang tetap (fixed point). Kesalahan yang besar dari pengukuran evaporasi terletak pada tinggi air dalam panci. Oleh sebab itu muka air selamanya harus dikembalikan pada tinggi semula yaitu 5 cm di bawah bibir panci. Makin rendah muka air dalam panci, makin rendah pula terjadinya penguapan. Kejernihan air dalam panci perlu diperhatikan. Air yang keruh, evaporasi yang terukur akan rendah pula. Usahakan air jangan sampai berlumut. Tinggi air diukur dengan satuan mm. Alat ukur mikrometer mampu mengukur dalam mm dengan ketelitian seperti seratus mm. Ketelitian pengukuran itu diperlukan karena tinggi yang diukur tidak sama besar meliputi 5 sampai 8 mm. Pada musim penghujan nilainya kecil sedangkan pada musim kemarau besar. Pengamatan dilakukan sekali dalam 24 jam ketika pagi hari. Pengamat yang setiap hari mengukur evaporasi harus mempunyai keterampilan dan kejelian melihat batas air yang diukur. Alat perlengkapannya adalah tabung peredam, termometer maksimum-minimum permukaan air yang tertampung, termometer maksimum-minimum di permukaan panci dan anemometer cup counter setinggi 30 cm di atas tanah. Sekeliling panci harus ditumbuhi rumput pendek. Permukaan tanah yang terbuka atau gundul menyebabkan evaporasi yang terukur tinggi (efek oase). Pasanglah alat pada tempat yang terbuka tidak terhalang oleh benda-benda lain dan berada di tengah-tengah lapang rumput dari stasiun klimatologi.
ANGIN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6zwgifd4StdiZrxmmWovJosWGhOthaaZxmLbKiIVwCclcxhs9w121TPcX2CjMmM-RZeVwuqCrK3yHV48ow4lEzKC4-6P2jkhuguPeBl4m6WslS5ozlRfHuXVXG0e8CUCvlcY-oQfLDZ0f/s200/Wind_speed_and_direction_instrument_-_NOAA.jpgAngin merupakan suatu vektor yang mempunyai besaran dan arah. Besaran yang dimaksud adalah kecepatannya sedang arahnya adalah darimana datangnya angin. Kecepatan angin dapat dihitung dari jelajah angin (cup counter anemometer) dibagi waktu (lamanya periode pengukuran). Ada alat pengukuran angin yang langsung mengukur kecepatannya. Jadi jarum penunjuk suatu kecepatan tertentu bila ada angin. Arah angin ditunjukkan oleh wind-vane yang dihubungkan dengan alat penunjuk arah mata angin atau dalam angka. Angka 360 derajat berarti ada angin dari utara, angka 90 ada angin dari timur demikian seterusnya.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfrHt58mewvJUoTi1zCArLoiV3swbNdzwGkpKMeh9yWMSByYaQQp9v37QqJnTltPHNP5zxehTERfLeoP8_c_4wtm3h-kVvGfA_ka-ruh1OzJzNmVW7kSKHi7lWN9JuQxm0AcrYg0FhsDhh/s200/Cca1.jpgPerlu diperhatikan bahwa tidak ada angka nol, karena angka nol menandakan tak ada angin. Mengukur arah angin haruslah ada angin atau cup counter anemometer dalam keadaan bergerak. Sebagaimana alat lainnya pemasangan alat di lapang terbuka penting sekali karena mempengaruhi besaran yang akan diukur. Di lapangan terbuka tak ada pohon-pohonan tinggi alat dipasang 2 meter di atas tanah. Bila ada halangan, alat dipasang pada ketinggian 10 sampai 15 meter dari atas tanah. Waktu pengamatan tergantung dari data yang diinginkan. Bila data harian, pengamatan sekali dalam 24 jam untuk jelajah angin yaitu pada pagi hari.
Waktu pengamatan arah angin lebih dari sekali dalam 24 jam. Arah yang paling banyak ditunjuk dalam 24 jam merupakan arah rata-rata dalam hari tersebut.
Sensor yang menghubungkan dengan alat mencatat otomatis disebut anemograf. Alat ini mencatat kecepatan dan arah angin setiap saat pada kertas pias. Alat pencatat ini ada yang harian, mingguan ataupun bulanan.
Diposkan oleh hiyu di 08:25

Pertanian Indonesia (Dialog) @tvri

Smangat

Materi Kuliah Perlindungan Tanaman (Proteksi Tanaman)

Smangat

Materi Kuliah Perlindungan Tanaman
PERAN PERLINDUNGAN TANAMAN DALAM BUDIDAYA PERTANIAN
PADA ERA GLOBALISASI٭)
Oleh :
YV. Pardjo Notosandjojo٭٭)
I. PENDAHULUAN
Pembangunan sektor pertanian baik dunia maupun kawasan bertujuan untuk menaikkan produksi pertanian guna meningkatkan pendapatan petani dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, terutama kebutuhan pangan bagi penduduk yang populasinya meningkat dengan cepat. Meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya budaya bangsa, transportasi, komunikasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia menuntut adanya kebutuhan pangan yang berkualitas tinggi, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dangayahidup yang semakin meningkat. Hal tersebut berarti diperlukan lahan pertanian yang semakin luas, produksi lahan pangan, sandang, dan papan yang semakin meningkat baik jumlah maupun mutunya.
Di Indonesia peningkatan produksi pertanian diupayakan melalui ektensifikasi, intensifikasi, dan deversifikasi. Upaya ekstensifikasi dilakukan antara lain dengan perluasan daerah irigasi, pembukaan lahan pasang-surut di Kalimantan dan Sumatera, serta pembukaan lahan 1.000.000 hektar persawahan di lahan gambut di Sumatera. Upaya-upaya tersebut belum mampu mengatasi masalah pangan bagi negara kita yang laju pertumbuhan penduduknya sangat cepat. Upaya lain adalah dengan intensifikasi, yaitu meningkatkan produksi pertanian per satuan luas. Intensifikasi dilakukan melalui panca-usaha pertanian sebagai berikut : (1) Pemilihan bibit unggul yang berpenghasilan tinggi, sedapat mungkin yang tahan terhadap hama dan penyakit, serta memiliki rasa enak; (2) Penggunaan pupuk berimbang dan rasional; (3) Mengusahakan irigasi yang teratur; (4) Meningkatkan teknik bercocok tanam yang lebih menguntungkan; (5) Pengendalian terhadap OPT melalui higenis pertanaman, dan penggunaan bahan kimia pestisida yang rasional. Upaya deversifikasi dilakukan dengan meningkatkan keragaman pertanaman, bukan monokultur.
Upaya intensifikasi telah dirasakan memberikan peningkatan hasil positip, ini ditandai dengan meningkatnya produksi pertanian secara nyata sehingga mampu  memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Puncak produksi pangan khususnya beras dicapai pada tahun 1996 dikenal sebagai swa sembada beras. Namun pada tahun 1999Indonesiatelah mengimpor beras kembali dari luar negeri. Mengapa demikian ?; Karena peningkatan produksi pertanian masih merupakan hal yang cukup rawan, mengingat banyak hal yang dihadapi. Kendala tersebut antara lain pengaruh dari dua faktor yang sangat dominan, yaitu faktor abiotik dan faktor biotik.
________________________________________________________________________

٭) Makalah Pengantar Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian UNS Surakarta Klas AB-3 C & D
٭٭) Dosen Pengampu MK Perlindungan Tanaman


Kendala faktor abiotik seperti adanya musim kering berkepanjangan, berkurangnya lapisan ozon mengakibatkan ribuan bahkan jutaan hektar pertanaman padi kering dan tidak dapat dipanen. Bencana banjir sering melanda ribuan bahkan jutaan hektar pertanaman, yang mengakibatkan tanaman puso. Angin puyuh sering mengakibatkan tanaman roboh, patah, defoliasi, aborsi bunga atau buah, dan kerusakan lain pada tanaman. Logam berat yang berasal dari limbah industri sering mengganggu pertumbuhan tanaman. Bencana alam gunung berapi, seperti lava (panas atau dingin), awan panas, dan hujan abu dapat menurunkan produksi tanaman atau bahkan memusnahkan tanaman pertanian.
Kendala yang berasal dari faktor biotik adalah gangguan dari organisme pengganggu tanaman (OPT), yang terdiri atashama, penyakit, dan gulma.  Gangguan adalah setiap perubahan pertanaman yang mengarah kepada pengurangan kuantitas dan atau kualitas dari hasil yang diharapkan. Pengurangan kuantitas dan atau kualitas berdampak pada kerugian ekonomik.
Perlindungan tanaman perlu dilakukan dalam rangka mengeliminasi gangguan OPT. Perlindungan dapat dilakukan melalui cara preventif (mencegah OPT masuk ke pertanaman) dan cara kuratif (mengendalikan OPT yang telah ada pada pertanaman). Perlindungan tanaman terhadap OPT dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai taktik pengendalian secara terpadu, dengan memperhatikan terhadap kelestarian lingkungan hidup, sosial, ekonomik, dan kesehatan masyarakat. Dengan demikian taktik pengendalianhamadengan pestisida merupakan pilihan terakhir apabila taktik pengendalian lain tidak mampu membendung laju populasihamaatau tingkat kerusakan tanaman. Sebagai dasar penggunaan pestisida adalah Ambang Ekonomi, atau Ambang Kendali. Mengingat pestisida merupakan sumber pencemaran bahan kimia beracun baik pada tanaman atau produknya, air, tanah, maupun udara. Pengendalian semacam itu lebih dikenal sebagai Sistem Pengendalian atau Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).
Kedudukan Perlindungan Tanaman dalam budidaya tanaman adalah sangat penting dan mutlak dilakukan, mengingat Perlindungan Tanaman merupakan jaminan dalam mempertahankan produksi tanaman terhadap gangguan OPT. Tanpa dilakukan Perlindungan Tanaman pada budidaya tanaman sulit dipastikan bahwa petani akan mampu panen sesuai dengan harapan mereka.
II. PENGERTIAN DAN ARTI PENTING ORGANISME
OPT, terdiri atas binatang, mikro-organisme, dan tumbuhan liar (gulma). Binatang yang berperan sebagai OPT dapat berasal dari binatang menyusui (Klas Mammalia), binatang lunak (Klas Mollusca), binatang cacing parasit tanaman (Klas Nematoda), dan binatang Serangga (Klas Insekta dan Klas Arachnida). Dari binatang menyusui misalnya babi hutan, kera, dan rusa yang menjadi musuh petani di luar Jawa terutama di kawasan pemukiman transmigrasi. Gajah bahkan sering merusak ladang petani maupun perkebunan tebu di Sumatera Selatan dan Lampung. Tidak kalah pentingnya adalahhamatikus sawah yang mampu menyerang dan membinasakan ribuan bahkan jutaan hektar pertanaman padi yang sudah siap panen. Tidak hanya pertanaman padi yang diserang tetapi pertanaman pangan lain, palawija, dan tebu. Tidak hanya tikus sawah yang menimbulkan masalah, tetapi juga tikus rumah yang sering menimbulkan masalah pada bahan dan produk pertanian yang disimpan di dalam gudang. Disamping itu sangat mengganggu kenyamanan dan kesehatan manusia. Tikus pohon juga banyak menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa atau kelapa sawit, salak, padi, dan jagung. Demikian juga tupai yang banyak menimbulkan masalah pada pertanaman kelapa, mengerat buah kakao, mangga, dan durian. Kalong dan codhot (bangsa kelelawar) banyak menimbulkan masalah karena menyerang buah-buahan di pedesaan. Burung (bangsa Aves) juga sering dijumpai mengganggu tanaman budidaya pertanian terutama burung-burung pemakan biji-bijian seperti burung gelatik, burung pipit, burung gereja. Namun beberapa jenis burung memakan buah-buahan.
Binatang lunak yang sering menimbulkan masalah adalah bangsa siput seperti siput Singapura (bekecot), keong emas, dan jenis siput lain baik yang bercangkang maupun tidak bercangkang. Cacing parasit tanaman (bangsa Nematoda) banyak menimbulkan masalah baik lokal, nasional, maupun internasional. Nematoda puru akar banyak menimbulkan permasalahan pada pertanaman terutama dari familia Solanaceae, seperti tanaman tembakau, kentang, tomat, cabai, terung. Namun sifat nematoda puru akar adalah polifag sehingga nematoda tersebut mampu menyerang berbagai komoditi pangan, palawija, hortikultura, bahkan tanaman perkebunan. Nematoda dari marga Pratylenchus, Radopholus, dan Radinaphelenchus mampu merusak tanaman kopi, lada, pisang, dan kelapa/kelapa sawit. Marga lain misalnya Aphelenchoides, Ditylenchus, dan Anguina mampu menyerang padi, gandum, tanaman hias, dan hortikultura. Pada tahun 2000 an Indonesia heboh dengan masuknya “golden nematode” dari Marga Globodera, jenis nematoda ini menyerang pertanaman kentang, pada hal nematoda tersebut merupakan masalah besar di Amerika dan Eropa. Masuknya nematoda tersebut menunjukkan bahwa sistem perlindungan tanaman kita terutama Dinas Karantina Tumbuhan masih lemah.
Binatang serangga menduduki sekitar 75% dari seluruh binatang yang ada di dunia ini. Dengan demikian peran serangga dalam sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan sangat penting. Serangga yang memiliki dua klas, yaitu klas insekta dan klas arachnida memiliki anggota yang besar yang berperan sebagai OPT. Dari klas insekta dikenal Bangsa-Bangsa penting, antara lain,  Bangsa kupu-kupu (Lepidoptera), bangsa kumbang (Coleoptera), bangsa lalat (Diptera), bangsa lebah (Hymenoptera), bangsa belalang (Orthoptera), bangsa kepik atau kepinding (Hemiptera), bangsa kutu & wereng (Homoptera), bangsa trip (Thysanoptera), bangsa rayap (Isoptera), dan bangsa capung (Odonata). Dari klas arachnida dikenal bangsa tungau (Mite). OPT binatang tersebut untuk selanjutnya disebut binatanghamaatauhamasaja.
OPT mikro-organisme dapat berupa jamur patogen tanaman, bakteri, virus, mikoplasma, protozoa. Dikenal jamur embun tepung yang menyerang pertanaman apel di daerah Batu, Pujon (Malang, Jatim) meluas sampai daerah Nongkojajar (Pasuruan, Jatim). Jamur Fusarium dan Phytophthora yang sangat berbahaya pada tanaman tembakau, kentang, tomat, teh, dan lain-lain. Bakteri busuk batang sangat berbahaya pada tanaman panili, bakteri lanas berbahaya pada tanaman tembakau, kentang dan tomat. Virus CVPD telah terbukti mampu menghancurkan ribuan bahkan jutaan tanaman jeruk diIndonesia. Virus mozaik sangat menurunkan kualitas daun tembakau dan teh. Masih banyak lagi peran mikro-organisme sebagai OPT terlebih bila mikro-organisme tersebut ditularkan via serangga vektor. OPT mikro-organisme tersebut untuk selanjutnya disebut penyakit tanaman.
OPT berasal dari tumbuhan liar (gulma) mengganggu pertanaman budidaya pertanian dalam berbagai hal, antara lain : persaingan (kompetisi) dalam memperoleh unsur hara, tempat tinggal, cahaya matahari, kadang terjadi alelopati. Rumput alang-alang merupakan masalah di lahan pertanian luar Jawa, baik di Sumatera danKalimantan. Enceng gondok yang dahulu sebagai tanaman hias di kolam-kolam telah berubah menjadi gulma baik di persawahan maupun di waduk, dam, atau rawa-rawa. Hampir setiap lahan pertanian, perkebunan, maupun tegalan pasti selalu tumbuh gulma baik berupa rumput-rumputan, gulma berdaun sempit, maupun berdaun lebar, yang tentunya sebagai pesaing berat bagi tanaman budidaya. OPT tumbuhan liar tersebut untuk selanjutnya disebut gulma.
Berdasarkan uraian di atas tentunya dapat dibedakan secara mudah antarahama, penyakit, dan gulma. Dari segi jasat pengganggunya, dari cara jasat tersebut mengganggu, dan dampak dari gangguan yang ditimbulkan.
Tidak semua organisme di dunia ini selalu berperan sebagai OPT, namun ada sebagian organisme yang berperan membantu tanaman atau membantu petani yang lebih dikenal sebagai Organisme Benefisial (OB). Dari golongan binatang menyusui dikenal kucing dan anjing yang merupakan pemangsa tikus dan babi hutan. Binatang melata seperti ular sangat efektif memangsa tikus. Di perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara telah dipelihara burung hantu sebagai pemangsa tikus pohon.Adajenis-jenis nematoda yang berperan sebagai pemangsa nematoda parasit tanaman, ada yang memangsa jamur patogen atau bakteri. Demikian pula serangga yang banyak berperan sebagai pemangsa (predator) seperti kumbang buas, kepik buas, lebah buas, capung, dan laba-laba buas. Namun ada jenis-jenis serangga yang hidupnya menumpang pada serangga lain dan dapat menyebabkan kematian pada serangga tersebut, yang lebih dikenal sebagai parasitoid. OB serangga dapat pula membantu dalam proses penyerbukan tanaman, menghasilkan lak sebagai bahan baku cat atau pelitur, dan menghasilkan madu serta royal jelly. Kelompok mikro-organisme juga ada yang bermanfaat manakala mereka berperan sebagai patogenhama, yang menyebabkanhamamenjadi sakit, dan mati. Jenis-jenis mikro-organisme lain bermanfaat bagi proses fermentasi dalam pembuatan tape, anggur, dan minuman keras (brem, ciu, arak), pembuatan susu asam (kefir, yakult), juga bermanfaat dalam pembuatantempedan tauco. Bahkan dapat dimanfaatkan sebagai obat antibiotika sepert penisilin. Demikian pula tumbuhan liar tidak selalu sebagai gulma, tetapi ada yang bermanfaat seperti sebagai penahan longsor, penahan air, sarana olah raga (lapangan sepak bola, golf), untuk taman-taman, dapat menghasilkan pakan (polen, nektar, madu) bagi imago parasitoid, dan merupakan sumber pakan bagi ternak (kambing, sapi, kerbau, kuda, kelinci).

III. HUBUNGAN ANTARA TANAMAN DENGAN OPT
Tanaman bagi OPT binatang merupakan sumber pakan, tempat berlindung atau tempat hidup, dan tempat melakukan kopulasi. Sedang keberadaan OPT binatang bagi tanaman merupakan sumber gangguan, karena binatang mampu memakan tanaman mulai dari bagian akar sampai pucuk bahkan bunga, buah, ataupun bijinya. Beberapa binatang merusak secara mekanik seperti daun berlobang-lobang karena dimakan ulat daun atau belalang atau kumbang, akar-akar rusak bahkan terputus karena dimakan Lundi, tanaman padi nampak patah-patah porak poranda karena dimakan tikus sawah. Binatang juga dapat mengeluarkan semacam ludah yang bersifat toksik (beracun) bagi tanaman, seperti layu pucuk kapas karena dicucuk dan dihisap cairan selnya oleh kepik hijau. Serangan binatang juga mampu mempengaruhi pertumbuhan sel atau jaringan tanaman sehingga menyimpang dari normal, terjadinya puru pada akar tanaman karena adanya penyimpangan sel-sel akar akibat terserang nematoda Meloidogyne. Lebih bahaya lagi apabila saat binatang memakan tanaman, sekaligus menularkan patogen tanaman, dengan demikian terjadilah serangan ganda.
Tanaman sebagai sumber pakan sering disebut inang, inang yang paling disukai dikenal sebagai inang utama, namun tentunya binatang tidak mau mati kelaparan mana kala inang utamanya tidak ada dan mereka akan memakan tanaman lain meskipun tidak suka atau sekedar untuk mempertahankan hidup saja, tanaman lain tersebut disebut inang alternatif. Banyak sedikitnya tanaman sebagai inang dikenal sebagai kisaran inang, bila binatang memiliki inang banyak artinya binatang tersebut memiliki kisaran inang luas (euro-phagic), sebaliknya bila kisaran inangnya sedikit disebut kisaran inangnya sempit (steno-phagic). Bila binatang memiliki kisaran inang luas dan jenis-jenis  tanaman tersebut berasal dari banyak suku (familia) maka binatang tersebut disebut polifag, namun bila kisaran inangnya sempit hanya beberapa jenis tanaman yang berasal dari beberapa marga (genus) dinamakan oligofag, sedang bila tanaman inangnya hanya beberapa jenis saja dari satu marga dinamakan monofag. Binatang yang mengkonsumsi tanaman sebagai sumber pakan dinamakan herbivora, namun ada yang mengkonsumsi ganda baik tanaman maupun binatang dinamakan omnivora, sedang bila binatang hanya mengkonsumsi binatang saja dinamakan karnivora. Dengan demikian jelas bahwa OPT binatang berupa herbivora dan omnivora.
Tanaman bagi OPT mikro-organisme sebagai media tumbuh dan berkembang biak. Keberadaan OPT mikro-organisme sangat mengganggu dalam proses fisiologi tanaman sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan pertumbuhan tanaman yang mengarah kepenurunan angka hasil dan mutu hasil. Namun kadang penyimpangan tersebut justru meningkatkan nilai ekonomi komoditi tersebut, sepertu bunga tulip yang terserang virus kelihatan lebih indah dan lebih mahal. Kelapa kopyor sangat digemari orang dan mahal harganya.
Tanaman bagi OPT gulma sebenarnya sebagai pesaing, sama seperti gulma bagi tanaman. Tanaman dan gulma sama-sama tumbuhan tingkat tinggi jadi wajarlah bila persaingan tersebut didasarkan pada kebutuhan hidup bagi tanaman, yaitu kebutuhan akan unsur hara, kebutuhan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, dan kebutuhan tempat tinggal atau ruang hidup. Namun kadang akar gulma mampu mengeluarkan senyawa yang bersifat racun bagi tanaman sehingga terjadilah alelopati. Dengan demikian keberadaan gulma pada pertanaman budidaya sangat mengganggu penyediaan unsur hara tanaman, berkurangnya fotosintesa, terjadinya etiolasi, sampai pertumbuhan tanaman merana.
IV. KERUSAKAN TANAMAN DAN KERUGIAN EKONOMIK
Setiap kali terjadi serangan hamatentu akan menimbulkan luka (injury), dan luka tersebut akan mengakibatkan kerusakan (damage) pada tanaman. Jadi luka lebih difokuskan kepadahama dan aktifitasnya, sedang kerusakan lebih difokuskan kepada penyimpangan dari normal dan respon tanaman tersebut terhadap serangan. Dampak kerusakan adalah penurunan angka hasil (kuantitas) dan atau mutu hasil (kualitas). Bila penurunan angka hasil dan atau mutu hasil dirasakan secara ekonomik, maka OPT tersebut baru dapat dikategorikan sebagaihama, penyakit, maupun gulma. Jadi tolok ukurnya adalah nilai ekonomik kerusakan tanaman tersebut.
Sebagai ilustrasi dapat disampaikan beberapa contoh kejadian-kejadian sebagai berikut : serangan ulat kipat pada tanaman kedondong dan jambu mete mengakibatkan daun-daun kedondong dan mete meranggas bahkan habis dimakan oleh ulat tersebut yang populasinya ratusan sampai ribuan ekor per tanaman. Serangan ulat tersebut tidak pernah dihiraukan oleh pemiliknya, karena pemiliknya tahu bahwa dampak serangan itu akan membawa keuntungan ganda, yaitu setelah ulat menjadi kepompong maka kepompong tersebut bernilai ekonomik karena kandungan proteinnya tinggi. Sedang keuntungan kedua adalah tidak lama lagi tanaman akan bersemi kembali sambil muncul bunga-bunga yang cukup lebat. Dan tentunya hasil panennya lebih tinggi dibanding bila tidak terjadi serangan ulat tersebut. Apakah ulat kipat dapat dikategorikan sebagaihama?. Kelapa kopyor adalah penyimpangan buah akibat terserang virus, namun kelapa kopyor memiliki nilai ekonomik lebih tinggi dibanding kelapa biasa. Demikian juga bunga tulip yang terserang virus akan terjadi trotol-trotol yang membawa bunga tulip tersebut bernilai ekonomik lebih tinggi. Apakah patogen tersebut dapat dikategorikan sebagai penyakit tanaman ?
Ditinjau dari segi ekonomik ada beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu : Aras Luka Ekonomik (Economic Injury Level) adalah aras populasi hama terendah yang telah dapat menimbulkan kerugian secara ekonomik. Oleh karena itu tugas perlindungan tanaman adalah menjaga tingkat populasi hama agar tidak pernah sampai pada aras tersebut. Tidak kalah pentingnya adalah Ambang Ekonomik (Economic Threshold) adalah aras populasihama atau tingkat kerusakan tanaman yang pada aras tersebut telah dibenarkan penggunaan taktik pestisida untuk menekan populasihama agar tidak pernah sampai ke Aras Luka Ekonomik. Nilai ALE dan AE senantiasa berubah (dinamis) karena dipengaruhi oleh faktor pendukung yang tidak tetap seperti harga komoditi, biaya pengendalian OPT, kepekaan komoditi tersebut terhadap OPT, dan minat masyarakat terhadap komoditi tersebut.
V. RANGKUMAN
Semakin sempitnya lahan pertanian karena terjadinya alih fungsi dari lahan pertanian ke perumahan, gedung-gedung, pabrik-pabrik industri, jalan-jalan bebas hambatan, depo penyediaan BBM (premium, solar, premix), stadion-stadion, terminal-terminal angkutan, pasar-pasar, dan lain-lain, maka dalam proses budidaya tanaman perlu diupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi. Upaya tersebut juga dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang meningkat secara cepat, dan meningkatkan penghasilan petani.
Dalam budidaya pertanian selalu ada kendala-kendala baik secara abiotik, yaitu terjadinya bencana alam yang tak mungkin kita kuasai seperti banjir dimusim penghujan, turunnya hujan es, sambaran petir, terjadinya tanah longsor, banjir lahar dingin, serangan angin puyuh, bencana kekeringan pada musim kemarau, hujan abu, gunung meletus, awan domba (awan panas), terjadinya fros. Tidak kalah pentingnya adalah kendala biotik yang dikenal sebagai OPT. OPT pada garis besarnya terbagi menjadi tiga golongan besar, yaitu golongan binatang (Vertebrata dan Avertebrata), golongan mikro-organisme, dan golongan tumbuhan liar. Gangguan yang ditimbulkan dari golongan binatang dinamakanhama, dari mikro-organisme dinamakan penyakit, dan dari tumbuhan liar dinamakan gulma.
Tidak semua binatang berperan sebagai OPT, tetapi banyak juga yang berperan sebagai OB (Organisme Benefisial) misalnya berperan sebagai predator, parasitoid, pollinator, penghasil madu, lak. Demikian juga dari golongan mikro-organisme tidak selalu sebagai OPT, tetapi banyak juga yang bersifat sebagai OB seperti sebagai patogen hama, patogen gulma, membantu proses fermentasi, ragi tape, ragi tempe, penghasil zat antibiotika, perombak bahan organik dan masih banyak lagi. Tumbuhan liar juga tidk selalu sebagai OPT, tetapi banyak juga yang berperan sebagai OB seperti gulma penahan longsor, penahan air, memperindah taman, lapangan bola, golf, pakan ternak, penggembalaan ternak, tempat berlindung musuh alami hama, menyediakan pakan bagi parasitoid imago seperti nektar, polen, madu, dan sebagai ramuan obat-obatan. Oleh karena itu suatu kewajiban untuk mengenal organisme secara mendalam, mana yang berperan sebagai OPT dan mana OB. Dengan demikian memudahkan dalam pengendalian OPT, dan selalu berorientasi untuk pelestarian OB.
Perlindungan tanaman terhadap OPT perlu dilakukan untuk mengeliminasi gangguan tersebut sehingga tidak berdampak pada kerugian ekonomik. Berbagai cara dapat dilakukan baik secara preventif (mencegah masuknya gangguan) maupun kuratif (mengendalikan gangguan yang ada). Baik mencegah maupun mengendalikan OPT dikenal berbagai taktik pengendalian yang pada garis besarnya dibagi menjadi dua, yaitu taktik non-pestisida dan taktik pestisida. Taktik non-pestisida meliputi taktik mekanis, fisis, kultur teknis, penanaman varietas tahan, taktik pemanfaatan musuh alami (biologis), taktik pemanfaatan senyawa atraktan, repellen, tatik rekayasa  genetik, dan taktik regulasi (peraturan, perundang-undangan). Taktik pestisida adalah taktik yang berisiko tinggi, berbahaya terhadap manusia, berbahaya terhadap lingkungan hidup, mengurangi bahkan menghilangkan fungsi OB. Taktik-taktik tersebut digunakan secara terpadu dalam satu tindakan pengendalian OPT yang dikenal sebagai Pengendalian atau Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Karena taktik pestisida berisiko tinggi maka taktik tersebut merupakan pilihan terakhir bila taktik non-pestisida tidak mampu menanggulangi OPT sasaran. Batas diperbolehkan menggunakan taktik pestisida dinamakan Ambang Ekonomi.
Dalam rangka mengikuti dinamika populasi OPT atau tingkat kerusakan tanaman maka perlu dilakukan pemantauan atau monitoring secara rutin dan cermat. Hal tersebut perlu dilakukan agar langkah-langkah perlindungan tanaman dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan efisien. Dengan demikian penurunan hasil tanaman akibat gangguan OPT dapat dieliminasi, produksi dapat diselamatkan, dan pendapatan petani akan meningkat.

Selamat Belajar Semoga Berhasil