Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Rabu, 02 Mei 2012

laporan praktikum dasar ilmu tanah tentang penetapan angka atterberg


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH

ACARA V
(PENETAPAN ANGKA-ANGKA ATTERBERG)








Semester :
Genap 2011/2012

Disusun Oleh :
Nama          : Lukman Prasetyo
NIM             : A1L011062
Rombongan : 3                      
Asisten         : Septia Linda


KEMENTERIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ringan beratnya suatu tanah bukan saja berhubungan dengan mudah tidaknya tanah diolah, namun juga berhubungan dengan gaya menahan air tanah, infiltrasi, dan perkolasi. Untuk menghindari faktor subyektif dalam mengklasifikasikan tanah berat atau ringan, dipakai standar angka.
Atterberg menggunakan angka – angka konsistensi tanah. Angka – angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah, karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. Mohr mempraktekan hal ini untuk tanah – tanah di Indonesia. Batas – batas yang dipakai untuk mencirikan berat ringannya tanah adalah Batas Cair (BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG), dan Batas Berubah Warna (BBW).
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rendah dan tingginya indeks plastisitas (Angka Atterberg) yaitu :
1.    Komposisi butiran dari tanah. Karena partikel liat dikelilingi oleh lapisan rangkap, yang terutama terdiri dari air, maka dengan mudah saling bergerak. Hal ini berlawanan dengan partikel pasir, tidak berkaitan satu dengan lainnya.
2.    Pada kenyataan tipe mineral tanah juga penting. Tanah Kaolinit akan menjadi  plastis pada kair yang rendah disbanding dengan montmorilonit.
3.    Bentuk partikel.  Oleh karena liat terdiri dari lempeng-lempeng (laminer) yang dapat berdekatan satu sama lain pada pengeringan, maka liat dapat berpengaruh terhadap tenaga adhesi yang tinggi.berbeda dengan butiran pasir dengan bentuk bentuk bundar dan tajam, tidak  perperan yang  penting.
4.    Dengan adanya bahan organic, maka kadar air  baik pada batas cair maupun batas plastis terendah menjadi meningkat.
Pada pengujian di laboratorium, menggunakan batas-batas untuk mencirikan berat ringannya tanah yaitu Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG) dan Batas Berubah Warna (BBW).


B.  Tujuan
1.      Mengetahui Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC)
2.      Mengetahui Batas Lekat (BL)
3.      Mengetahui Batas Gulung (BG)
4.      Mengetahui Batas Berubah Warna (BBW)



BAB II
 METODE KERJA
A.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Acara V Penetapan Angka-angka Atterberg ini diantaranya Casagrande, stop watch, colet/spatel, timbangan analitik, botol semprot, lap/serbet, kertas label, lempeng kaca, oven dan eksikator. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Contoh tanah kering udara, halus berdiameter 0,5 mm (Inseptisol, Andisol, Ultisol, Vertisol, Entisol).

B.  Prosedur Kerja.
1.      Batas Cair
·      Alat casagrande yang mempunyai tinggi 1 cm disiapkan.
·      Tanah basah yang homogen dibuat pasta secukupnya dengan cawan porselin.
·      Latihan memutar alat casagrande dengan kecepatan konstan 2x per detik.
·      Pasta tanah yang telah dibuat di atas cawan casagrande dan permukaannya diratakan dengan colet sampai setebal 1 cm, kemudian dengan colet pembelah pasta tanah dibelah di tengahnya dengan gerakan tegak lurus pada bidang cawan. Hasilnya pada dasar cawan harus terlihat bagian yang bersih dari tanah, lebar alur yang terjadi 2mm.
·      Alat casagrande segera diputar dengan kecepatan konstan (2x per detik). Diamati sampai alur menutup selebar 1cm, putaran dihentika dan catat jumlah putaran yang diperlukan tadi.
·      Setelah diperoleh jumlah ketukan antara 10-40, ambil pasta tanah disekitar alur yang menutup sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar air tanahnya.
·      Kerjakan untuk 4 ulangan dengan banyak ketukan diatas 25, dua ulangan dan dibawah 25 (2 ulangan).

2.      Batas Lekat.
·      Sisa pasta tanah dari acara BC diambil, gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet kdalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1cm per detik. Dapat juga dijalankan dengan menggumpalkan pasta tanah dengan ujung colet sepanjang 2,5cm ada didalamnya dan kemudian colet ditarik dengan kecepatan 0,5 detik.
·      Permukaan colet diperiksa: 1) bersih, tidak ada tanah lebih kering, 2) tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari BL.
·      Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2, pasta tanah dibasahi atau dikurangi kelembabannya, dan langkah ke-1 diulang-ulang lagi sampai dicapai keadaan dipermukaan colet disebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 kali dalamnya penusukan (kira-kira 0,8cm)
·      Tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar airnya.
·      Dikerjakan untuk 2 ulangan.

3.      Batas Gulung.
·      Pasta tanah diambil kurang lebih 15 gram dan bentuk bulat sosis atau pita tanah dengan cara menggulung-gulungkan diatas lempeng kaca dengan telapak tangan yang digerakkan maju mundur tanpa ditekan. Pada waktu menggolek-golekkan pasta tanah, gerakan jari memanjang.
·      Tabung tanah yang terbentuk diperiksa: 1) tidak menunjukkan keretakan sewaktu mencapai tebal 3mm, 2) sudah retak-retak pada diameter lebih dari 3mm. Pada kejadian 1) pasta tanah lebih basah dari BG dan pada kejadian 2) pasta tanah lebih kering.
·      Praktikum diulangi lagi sampaidiperoleh tambang tanah yang retak pada diameter 3mm. Ambil tambang tanah yang retak tersebut, masukkan ke dalam botol timbang untuk ditetapkan kadar airnya, kerjakan untuk dua ulangan.

4.      Batas Berubah Warna.
·      Dengan colet pasta tanah diratakan tipis dan permukaan licin mengkilat di atas permukaan papan kayu dan dibuat bentuk elips. Tebal bagian tengah 3mm, makin ketepi makin menipis.
·      Hasil kerja tadi diletakkan pada tempat teduh dan yang diperangin-anginkan, air akan mulai menguap dan kering mulai dari tepi (bagian yang tipis) berjalan ketengah.
·      Setelah jalur yang kering pada bagian tepi mulai mengering selebar 0,5cm, ambil bagian yang kering dan pada bagian tanah yang berwarna gelap selebar 1cm (atau maing-masing selebar 0,5cm)
·      Kemudian dimasukkan kedalam botol imbang dan tentukan kadar airnya, dikerjakan untuk 2 ulangan.

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Contoh Tanah Vertisol
1)      Tabel Batas Cair (BC)

Ulangan
Ketukan ke
Botol timbang kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b setelah dioven (c) gr
KA %
1
13
23,4453
33,0748
26,8418
64,72 %
2
11
24,2366
30,2629
26,4112
63,91 %
3
37
23,0608
30,7802
26,1937
59,41%
4
37
22,9506
30,7377
25,4338
68,11 %

2)      Tabel Batas Lekat (BL)

Ulangan
Botol Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b ) gram
b setelah dioven
KA %
1
22,4014
29,0516
25,2881
56,59 %
2
24,3851
32,8013
27,4147
64,00 %

     3) Tabel Batas Gulung (BG)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,4823
24,4621
24,0930
22,91 %
2.
23,8221
25,4276
24,7718
63,05 %

     4) Tabel Batas Berubah Warna (BBW)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,8152
24,4238
24,2378
13,07 %
2.
24,1924
24,3182
25,5527
-90,75 %







PERHITUNGAN BC
No.
Log ∑ ketukan (X)
Kadar air (Y)
X . Y
X2
1.
13=1,11
183,51 %
203,7
1,2321
2.
11=1,04
177,12 %
184,2
1,0816
3.
37=1,57
146,39 %
229,8
2,4649
4.
37=1,57
213,59 %
335,3
2,4649
Æ©X = 5,29
Æ©Y = 720,61 %
Æ©XY = 953
Æ©X2 = 7,2435




Perhitungan :
1.   =  
          =
          = 1,3225
2 =
        =
        = 180,1525
3. b =
       =
       = 
         = 2,48
4.   a =  – b .
           = 180,1525 – (- 2,48)(1,3225 )
          = 180,1525 – (- 3,27 )
          = 183,4
5. Y = a + bx
       = 183,4 + ( -2.48 )x
6. Log 25 = 183,4 + ( - 2.48 )x
          1.4 = 183,4 + ( - 2.48 )x
2,48 x  = 183,4 – 1.4
            x =
           x = 73,39 %





B. Pembahasan
Atterberg menggunakan angka-angka konsistensit anah. Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah., karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. (Black, 1965)
Batas mengalir (batas cair) adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak tanah bersama air akan mengalir. Dalam hal ini tanah diaduk dulu dengan air sehingga tanah bukan dalam keadaan alami. Hal ini berbeda dengan istilah kapasitas lapang (field capacity) yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah dalam keadaan alami atau undisturbed.  (Foth, 1998)
BL ( Batas Lekat) yaitu kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain.  Bila tanah yang telah mencapai batas mengalir atau batas melekat tersebut dapat membentuk gulungan atau pita yang tidak mudah patah maka dikatakan plastis, bila tanah tidak dapat dibentuk pita atau gulungan ( selalu patah- patah) maka disebut tidak plastis (Harjowigeno, 2010)
Batas gulung atau batas menggolek adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek-golekkan lagi. Kalau digolek-golekkan tanah akan pcah-pecah ke segala jurusan. Pada kadar air lebih kecil dari batas menggolek tanah sukar diolah. (Hardjowigeno,2010)
Batas berubah warna atau titik ubah adalah jika tanah yang telah mencapai batas menggolek, masih dapat terus kehilangan air, sehingga tanah lambat laun akan menjadi kering dan pada suatu ketika tanah menjadi berwarna lebih terang. Titik ini dinamakan titk batas ganti warna atau titik ubah. (Hardjowigeno,2010)
Vertisol adalah tanah – tanah mineral yang mempunyai liat 30 % atau lebih, retakannya lebar dan dalam bila kering, dan kedua mukroreliefnya gilgai, sisi antar bagiannya licin, atau struktur agregat berbentuk baji, menikam pada suatu sudut dari garis horisontal. ( Henry, 1988).

Sedangkan menurut sarwono (2010), vertisol adalah tanah dengan kandungan liat 30% atau lebih, mempunyai sifat mengembang dan mengerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak retak karena mengerut, kalau basah mengembang dan lengket.

Tanah Vertisol memilki tekstur liat karena cirinya rasa agak licin ,  membentuk bola dalam keadaan dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat. Karena tanah  ini dikembangkan  dari bahan induk liat dimanailkim musim basah dan kering jelas (Foth,1988).
Dari data dan perhitungan Batas Cair yang kami lakukan mendapatkan hasil bahwa tanah Vertisol mempunyai Persamaan Regresi sebesar 73,39 %. Hasil perhitungan Batas Lekat  sampel I dan II masing – masing adalah 56,59 % dan 64,00 %. Pada perhitungan sampel Batas Gulung yaitu I = 22,91 % dan II = 63,05 %. Perhitungan Batas Berubah Warna   sampel didapat hasil yang masing – masing memiliki kadar air 13,07 % dan -90,75 %. Hasil yang didapatkan negative dikarenakan kurang akuratnya praktikan dalam melakukan pengukuran. Seharusnya bobot setelah dioven akan lebih kecil dibandingkan bobot sebelum dioven. Dengan adanya kesalahan tersebut, maka hasil yang didapatkan menjadi negative.
Harkat angka-angka Atterberg menurut Harjowigeno (2010) adalah
Harkat
Batas Mengalir
Indeks Plastisitas
Jangka Olah
....................................................................... (% kadar air)........................................................
Sangat rendah
<20
0-5
1-3
Rendah
20-30
6-10
4-8
Sedang
31-45
11-17
9-15
Tinggi
46-70
18-30
16-25
Sangat tinggi
71-100
31-43
26-40
Ekstrim tinggi
>100
>43
>40







BAB IV
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Angka-angka Atterberg merupakan metode untuk menentukan klasifikasi suatu konsistensi tanah dalam pengolahan tanah. Penentuan angka atterberg dengan menetapkan Batas Cair, Batas Lekat, Batas Gulung dan Batas Berubah Warna. Untuk Batas Cair tanah Tanah Vertisol dapat diperoleh data KA berturut-turut dengan ketukan ke 13, 11, 37, 37 adalah 64,72 % , 63,91 % , 59,41 % , dan 68,11 %.Untuk nilai BL didapat 56,59 % dan 64,00 %. Untuk BG didapat 22,91 % dan 63,05 %. Untuk BBW, setelah dioven diperoleh data 13,07 % dan -90,75 %. Nilai BBW seharusnya bernilai positif, akan tetapi karena kesalahan dalam praktikum, hasil yang didapat bernilai negative.





















DAFTAR PUSTAKA
Black, C. A. 1965. Methods of Soil Analysis part.1. Am. Soc. Agron. Publ. Madison.
Wisconsin : USA.

Foth, Henry d. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Munir, Moch. 1996.  Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.

ACARA V
(PENETAPAN ANGKA-ANGKA ATTERBERG)


Semester :
Genap 2011/2012

Disusun Oleh :
Nama           : Kustam
NIM             : A1L111053
Rombongan : AGT par 2                   
Asisten         : Septia Linda


KEMENTERIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Ringan beratnya suatu tanah bukan saja berhubungan dengan mudah tidaknya tanah diolah, namun juga berhubungan dengan gaya menahan air tanah, infiltrasi, dan perkolasi. Untuk menghindari faktor subyektif dalam mengklasifikasikan tanah berat atau ringan, dipakai standar angka.
Atterberg menggunakan angka – angka konsistensi tanah. Angka – angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah, karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. Mohr mempraktekan hal ini untuk tanah – tanah di Indonesia. Batas – batas yang dipakai untuk mencirikan berat ringannya tanah adalah Batas Cair (BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG), dan Batas Berubah Warna (BBW).
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap rendah dan tingginya indeks plastisitas (Angka Atterberg) yaitu :
1.    Komposisi butiran dari tanah. Karena partikel liat dikelilingi oleh lapisan rangkap, yang terutama terdiri dari air, maka dengan mudah saling bergerak. Hal ini berlawanan dengan partikel pasir, tidak berkaitan satu dengan lainnya.
2.    Pada kenyataan tipe mineral tanah juga penting. Tanah Kaolinit akan menjadi  plastis pada kair yang rendah disbanding dengan montmorilonit.
3.    Bentuk partikel.  Oleh karena liat terdiri dari lempeng-lempeng (laminer) yang dapat berdekatan satu sama lain pada pengeringan, maka liat dapat berpengaruh terhadap tenaga adhesi yang tinggi.berbeda dengan butiran pasir dengan bentuk bentuk bundar dan tajam, tidak  perperan yang  penting.
4.    Dengan adanya bahan organic, maka kadar air  baik pada batas cair maupun batas plastis terendah menjadi meningkat.
Pada pengujian di laboratorium, menggunakan batas-batas untuk mencirikan berat ringannya tanah yaitu Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC), Batas Lekat (BL), Batas Gulung (BG) dan Batas Berubah Warna (BBW).


B.  Tujuan
1.      Mengetahui Batas Cair (Batas Mengalir = Liquid limit = BC)
2.      Mengetahui Batas Lekat (BL)
3.      Mengetahui Batas Gulung (BG)
4.      Mengetahui Batas Berubah Warna (BBW)



BAB II
 METODE KERJA
A.  Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum Acara V Penetapan Angka-angka Atterberg ini diantaranya Casagrande, stop watch, colet/spatel, timbangan analitik, botol semprot, lap/serbet, kertas label, lempeng kaca, oven dan eksikator. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Contoh tanah kering udara, halus berdiameter 0,5 mm (Inseptisol, Andisol, Ultisol, Vertisol, Entisol).

B.  Prosedur Kerja.
1.      Batas Cair
·      Alat casagrande yang mempunyai tinggi 1 cm disiapkan.
·      Tanah basah yang homogen dibuat pasta secukupnya dengan cawan porselin.
·      Latihan memutar alat casagrande dengan kecepatan konstan 2x per detik.
·      Pasta tanah yang telah dibuat di atas cawan casagrande dan permukaannya diratakan dengan colet sampai setebal 1 cm, kemudian dengan colet pembelah pasta tanah dibelah di tengahnya dengan gerakan tegak lurus pada bidang cawan. Hasilnya pada dasar cawan harus terlihat bagian yang bersih dari tanah, lebar alur yang terjadi 2mm.
·      Alat casagrande segera diputar dengan kecepatan konstan (2x per detik). Diamati sampai alur menutup selebar 1cm, putaran dihentika dan catat jumlah putaran yang diperlukan tadi.
·      Setelah diperoleh jumlah ketukan antara 10-40, ambil pasta tanah disekitar alur yang menutup sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar air tanahnya.
·      Kerjakan untuk 4 ulangan dengan banyak ketukan diatas 25, dua ulangan dan dibawah 25 (2 ulangan).

2.      Batas Lekat.
·      Sisa pasta tanah dari acara BC diambil, gumpalkan dalam tangan dan tusukkan colet kdalamnya sedalam 2,5 cm dengan kecepatan 1cm per detik. Dapat juga dijalankan dengan menggumpalkan pasta tanah dengan ujung colet sepanjang 2,5cm ada didalamnya dan kemudian colet ditarik dengan kecepatan 0,5 detik.
·      Permukaan colet diperiksa: 1) bersih, tidak ada tanah lebih kering, 2) tanah atau suspensi tanah melekat, berarti pasta tanah lebih basah dari BL.
·      Tergantung dari hasil pemeriksaan dalam langkah ke-2, pasta tanah dibasahi atau dikurangi kelembabannya, dan langkah ke-1 diulang-ulang lagi sampai dicapai keadaan dipermukaan colet disebelah ujungnya melekat suspensi tanah seperti dempul sepanjang kira-kira 1/3 kali dalamnya penusukan (kira-kira 0,8cm)
·      Tanah sekitar tempat tusukan sebanyak kurang lebih 10 gram dan tetapkan kadar airnya.
·      Dikerjakan untuk 2 ulangan.

3.      Batas Gulung.
·      Pasta tanah diambil kurang lebih 15 gram dan bentuk bulat sosis atau pita tanah dengan cara menggulung-gulungkan diatas lempeng kaca dengan telapak tangan yang digerakkan maju mundur tanpa ditekan. Pada waktu menggolek-golekkan pasta tanah, gerakan jari memanjang.
·      Tabung tanah yang terbentuk diperiksa: 1) tidak menunjukkan keretakan sewaktu mencapai tebal 3mm, 2) sudah retak-retak pada diameter lebih dari 3mm. Pada kejadian 1) pasta tanah lebih basah dari BG dan pada kejadian 2) pasta tanah lebih kering.
·      Praktikum diulangi lagi sampaidiperoleh tambang tanah yang retak pada diameter 3mm. Ambil tambang tanah yang retak tersebut, masukkan ke dalam botol timbang untuk ditetapkan kadar airnya, kerjakan untuk dua ulangan.

4.      Batas Berubah Warna.
·      Dengan colet pasta tanah diratakan tipis dan permukaan licin mengkilat di atas permukaan papan kayu dan dibuat bentuk elips. Tebal bagian tengah 3mm, makin ketepi makin menipis.
·      Hasil kerja tadi diletakkan pada tempat teduh dan yang diperangin-anginkan, air akan mulai menguap dan kering mulai dari tepi (bagian yang tipis) berjalan ketengah.
·      Setelah jalur yang kering pada bagian tepi mulai mengering selebar 0,5cm, ambil bagian yang kering dan pada bagian tanah yang berwarna gelap selebar 1cm (atau maing-masing selebar 0,5cm)
·      Kemudian dimasukkan kedalam botol imbang dan tentukan kadar airnya, dikerjakan untuk 2 ulangan.

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Contoh Tanah Vertisol
1)      Tabel Batas Cair (BC)

Ulangan
Ketukan ke
Botol timbang kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b setelah dioven (c) gr
KA %
1
13
23,4453
33,0748
26,8418
64,72 %
2
11
24,2366
30,2629
26,4112
63,91 %
3
37
23,0608
30,7802
26,1937
59,41%
4
37
22,9506
30,7377
25,4338
68,11 %

2)      Tabel Batas Lekat (BL)

Ulangan
Botol Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b ) gram
b setelah dioven
KA %
1
22,4014
29,0516
25,2881
56,59 %
2
24,3851
32,8013
27,4147
64,00 %

     3) Tabel Batas Gulung (BG)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,4823
24,4621
24,0930
22,91 %
2.
23,8221
25,4276
24,7718
63,05 %

     4) Tabel Batas Berubah Warna (BBW)

Ulangan
Botot Timbang Kosong (a) gr
a + contoh tanah (b) gr
b stelah dioven
KA %
1.
22,8152
24,4238
24,2378
13,07 %
2.
24,1924
24,3182
25,5527
-90,75 %







PERHITUNGAN BC
No.
Log ∑ ketukan (X)
Kadar air (Y)
X . Y
X2
1.
13=1,11
183,51 %
203,7
1,2321
2.
11=1,04
177,12 %
184,2
1,0816
3.
37=1,57
146,39 %
229,8
2,4649
4.
37=1,57
213,59 %
335,3
2,4649
Æ©X = 5,29
Æ©Y = 720,61 %
Æ©XY = 953
Æ©X2 = 7,2435




Perhitungan :
1.   =  
          =
          = 1,3225
2 =
        =
        = 180,1525
3. b =
       =
       = 
         = 2,48
4.   a =  – b .
           = 180,1525 – (- 2,48)(1,3225 )
          = 180,1525 – (- 3,27 )
          = 183,4
5. Y = a + bx
       = 183,4 + ( -2.48 )x
6. Log 25 = 183,4 + ( - 2.48 )x
          1.4 = 183,4 + ( - 2.48 )x
2,48 x  = 183,4 – 1.4
            x =
           x = 73,39 %





B. Pembahasan
Atterberg menggunakan angka-angka konsistensit anah. Angka-angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah., karena pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. (Black, 1965)
Batas mengalir (batas cair) adalah jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah. Kalau air lebih banyak tanah bersama air akan mengalir. Dalam hal ini tanah diaduk dulu dengan air sehingga tanah bukan dalam keadaan alami. Hal ini berbeda dengan istilah kapasitas lapang (field capacity) yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah dalam keadaan alami atau undisturbed.  (Foth, 1998)
BL ( Batas Lekat) yaitu kadar air dimana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain.  Bila tanah yang telah mencapai batas mengalir atau batas melekat tersebut dapat membentuk gulungan atau pita yang tidak mudah patah maka dikatakan plastis, bila tanah tidak dapat dibentuk pita atau gulungan ( selalu patah- patah) maka disebut tidak plastis (Harjowigeno, 2010)
Batas gulung atau batas menggolek adalah kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek-golekkan lagi. Kalau digolek-golekkan tanah akan pcah-pecah ke segala jurusan. Pada kadar air lebih kecil dari batas menggolek tanah sukar diolah. (Hardjowigeno,2010)
Batas berubah warna atau titik ubah adalah jika tanah yang telah mencapai batas menggolek, masih dapat terus kehilangan air, sehingga tanah lambat laun akan menjadi kering dan pada suatu ketika tanah menjadi berwarna lebih terang. Titik ini dinamakan titk batas ganti warna atau titik ubah. (Hardjowigeno,2010)
Vertisol adalah tanah – tanah mineral yang mempunyai liat 30 % atau lebih, retakannya lebar dan dalam bila kering, dan kedua mukroreliefnya gilgai, sisi antar bagiannya licin, atau struktur agregat berbentuk baji, menikam pada suatu sudut dari garis horisontal. ( Henry, 1988).

Sedangkan menurut sarwono (2010), vertisol adalah tanah dengan kandungan liat 30% atau lebih, mempunyai sifat mengembang dan mengerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak retak karena mengerut, kalau basah mengembang dan lengket.

Tanah Vertisol memilki tekstur liat karena cirinya rasa agak licin ,  membentuk bola dalam keadaan dalam keadaan kering sukar dipijit, mudah digulung serta melekat. Karena tanah  ini dikembangkan  dari bahan induk liat dimanailkim musim basah dan kering jelas (Foth,1988).
Dari data dan perhitungan Batas Cair yang kami lakukan mendapatkan hasil bahwa tanah Vertisol mempunyai Persamaan Regresi sebesar 73,39 %. Hasil perhitungan Batas Lekat  sampel I dan II masing – masing adalah 56,59 % dan 64,00 %. Pada perhitungan sampel Batas Gulung yaitu I = 22,91 % dan II = 63,05 %. Perhitungan Batas Berubah Warna   sampel didapat hasil yang masing – masing memiliki kadar air 13,07 % dan -90,75 %. Hasil yang didapatkan negative dikarenakan kurang akuratnya praktikan dalam melakukan pengukuran. Seharusnya bobot setelah dioven akan lebih kecil dibandingkan bobot sebelum dioven. Dengan adanya kesalahan tersebut, maka hasil yang didapatkan menjadi negative.
Harkat angka-angka Atterberg menurut Harjowigeno (2010) adalah
Harkat
Batas Mengalir
Indeks Plastisitas
Jangka Olah
....................................................................... (% kadar air)........................................................
Sangat rendah
<20
0-5
1-3
Rendah
20-30
6-10
4-8
Sedang
31-45
11-17
9-15
Tinggi
46-70
18-30
16-25
Sangat tinggi
71-100
31-43
26-40
Ekstrim tinggi
>100
>43
>40







BAB IV
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Angka-angka Atterberg merupakan metode untuk menentukan klasifikasi suatu konsistensi tanah dalam pengolahan tanah. Penentuan angka atterberg dengan menetapkan Batas Cair, Batas Lekat, Batas Gulung dan Batas Berubah Warna. Untuk Batas Cair tanah Tanah Vertisol dapat diperoleh data KA berturut-turut dengan ketukan ke 13, 11, 37, 37 adalah 64,72 % , 63,91 % , 59,41 % , dan 68,11 %.Untuk nilai BL didapat 56,59 % dan 64,00 %. Untuk BG didapat 22,91 % dan 63,05 %. Untuk BBW, setelah dioven diperoleh data 13,07 % dan -90,75 %. Nilai BBW seharusnya bernilai positif, akan tetapi karena kesalahan dalam praktikum, hasil yang didapat bernilai negative.





















DAFTAR PUSTAKA
Black, C. A. 1965. Methods of Soil Analysis part.1. Am. Soc. Agron. Publ. Madison.
Wisconsin : USA.

Foth, Henry d. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo : Jakarta.
Munir, Moch. 1996.  Tanah-Tanah Utama Indonesia. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.

laporan praktikun dasar ilmu tana tentang derajat kerut tanah


LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR-DASAR ILMU TANAH

ACARA III
(DERAJAT KERUT TANAH)





Semester :
Genap 2011/2012

Disusun Oleh :
Nama          : Kustam
NIM             : A1L111053
Rombongan : AGT par 2            
Asisten         : Ratri Noorhidayah
                     


KEMENTERIAN  PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Secara fisik tanah mineral merupakan campuran dari bahan anorganik, bahan organik, udara dan air. Masing - masing fraksi mempunyai ukuran dan sifat yang berbeda beda. Bahan anorganik secara garis besar dibagi atas golongan fraksi tanah yaitu :
1.   Pasir (0,05 mm – 2,00 mm) yaitu Tidak plastis dan tidak liat, daya menahan air rendah, ukuran yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak, perkolasi cepat, sehingga aerasi dan drainase tanah pasir relative baik. Partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain.
2.   Debu (0,002 mm – 0,005 mm) yaituMerupakn pasir mikro. Tanah keringnya menggumpal tetapi mudah pecah jika basah, empuk dan menepung. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik.
3.   Liat (<0,002 mm) yaituBerbentuk lempeng, punya sifat lekat yang tinggi sehingga bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat mengmbang dan mengkerut yang besar.
Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.  Tanah dalam pertanian mempunyai peranan sebagai media tumbuh tanaman dalam hal tempat akar memenuhi cadangan makanan, cadangan nutrisi (hara) baik yang berupa ion-ion organik maupun anorganik.
Berat ringannya tanah akan menentukan besarnya derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah.Selain itu bahan organik tanah, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah maka derajat kerut tanah makin kecil.
Secara fisik tanah  mineral merupakan campuran dari bahan anorganik, bahan organik, udara dan air. Bahan anorganik secara garis besar terdiri dari golongan fraksi tanah yaitu pasir, debu dan liat. Tanah yang mengandung pasir sifatnya sukar diolah sedangkan semakin berat tanahnya (liat tinggi) semakin besar derajat kerutnya. Mengetahui derajat kerut suatu jenis tanah akan mempermudah untuk mengetahui kandungan bahan organic dalam tanah tersebut

B.  Tujuan
Mengetahui besarnya derajat kerut tanah dari beberapa jenis tanah dan membandingkan besarnya derajat kerut antar jenis tanah yang diamati.




BAB II
METODE KERJA
A.  Alat dan Bahan
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum Acara III Derajat kerut Tanah ini adalah contoh tanah halus (<0,5 mm), botol semprot, air, cawan porselin, colet, cawan dakhil, jangka sorong dan serbet / lap pembersih.

B.  Prosedur Kerja
1.   Tanah halus diambil secukupnya, dimasukkan ke dalam cawan porselin, ditambah air dengan menggunakan botol semprot, lalu diaduk secara merata dengan colet sampai pasta tanah menjadi homogen.
2.   Pasta tanah yang sudah homogen tadi dimasukkan ke dalam cawan dakhil yang telah diketahui diameternya dengan menggunakan jangka sorong (diameter awal).
3.   Cawan dakhil yang telah berisi pasta tanah tersebut dijemur dibawah terik matahari, kemudian dilakukan pengukuran besarnya pengkerutan setiap 2 jam sekali sampai diameternya konstan (diameter akhir).
Perhitungan :
                            Derajat kerut =
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
No
Jenis Tanah

Pengamatan ke :
1
2
3
4
1.
Ultisol I
Ø1
3,56
3,55
3,43
3,15
Ø2
3,43
3,39
3,39
3,11
X
3,49
3,47
3,41
3,13
2.
Ultisol II
Ø1
5,38
5,26
5,13
4,72
Ø2
5,24
5,30
5,22
4,94
X
5,31
5,28
5,17
4,83

Perhitungan :
                            Derajat kerut I =
    Derajat kerut I =  
    Derajat kerut I = 1 %

   Derajat kerut II =
   Derajat kerut II =
   Derajat kerut II = 9 %

B Pembahasan
Tanah dapat terbagi menjadi beberapa jenis yang masing-masing memiliki sifat yang berbeda-beda. Ada jenis tanah yang mempunyai sifat mengembang (bila basah) dan mengkerut (bila kering). Akibatnya pada musim kering karena tanah mengerut maka tanah menjadi pecah-pecah. Sifat mengembang dan mengerutnya tanah disebabkan oleh kandungan mineral liat montmorillonit yang tinggi. Besarnya pengembangan dari pengerutan tanah dinyatakan dalam nilai COLE (Coefficient Of Linear Extensibility) atau PVC (Potential Volume Change = Swell index = index pengembangan). Istilah COLE banyak digunakan dalam bidang ilmu tanah (pedology) sedang PVC digunakan dalam bidang engineering (pembuatan jalan, gedung-gedung dsb). (Hardjowigeno,2010)
Percobaan derajat kerut tanah, kami mendapat Jenis Tanah Ultisol. Pengamatan dilakukan pada 2 wadah yaitu cawan I dan cawan II yang berisi tanah Ultisol yang sebelumnya telah diolesi vaseline agar saat penjemuran tanah yang mengkerut tidak menempel pada cawan. Dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari, dan diamati setiap 2 jam sekali. Dilakukan pengukuran sebanyak 4 kali. Pada cawan pertama setelah dihitung dengan rumus derajat kerut hasilnya sebesar 1 %. Dan pada cawan kedua didapat hasil sebesar 9%.
Ultisol adalah tanah – tanah dimana terjadi penimbunan liat di horison bawah (horison argilik), bersifat masam, kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 180cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Tanah ini dulu disebut tanah Podzolik Merah Kuning yang banyak terdapat di Indonesia. Kadang – kadang juga termasuk tanah Latosol dan Hidromorf kelabu. (Hardjowigono, 2010)
Secara fisik tanah mineral merupakan campuran dari bahan anorganik, bahan organic, udara dan air. Bahan anorganik secara garis besar terdiri dari golongan fraksi tanah yaitu pasir, debu dan liat. Masing-masing fraksi mempunyai ukuran sifat yang berbeda-beda, antara lain:
1.      Pasir (0,05 mm-2,00 mm), bersifat tidak plastis dan tidak liat, daya menahan air rendah, ukurannya yang besar menyebabkan ruang pori makro lebih banyak, perkolasi cepat sehingga tanah pasiran beraerasi baik dan drainasenya baik.
2.      Debu (0,002 mm-0,05 mm), sebenarnya merupakan pasir mikro dan sebagian besar adalah kuarsa. Fraksi debu mempunyai sedikit sifat plastis dan kohesi yang cukup baik.
3.      Liat (<0,002 mm), berbentuk mika atau lempeng, bila dibasahi amat lengket dan sangat plastis, sifat mengembang dan mengerut yang besar. Bila kering menciut dan banyak menyerap energi panas, bila dibasahi terjadi pengembangan volume dan terjadi pelepasan panas yang disebut sebagai panas pembasahan (heat of wetting).
            Tanah ringan adalah tanah yang mengandung banyak pasir akan mempunyai tekstur kasar, mudah diolah, merembeskan air. Sedangkan tanah berat adalah tanah yang banyak mengandung liat, sulit meloloskan air, aerasi jelek, lengket dan sulit dalam pengelolaannya.
            Masing-masing fraksi mempunyai ukuran dan sifat yang berbeda-beda. Tanah yang banyak mengandung pasir akan mempunyai tekstur yang kasar, mudah untuk diolah, mudah untuk merembeskan air dan disebut sebagai tanah ringan. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi derajat kerut pada tanah adalah Berat ringannya tanah akan menentukan derajat kerut tanah. Semakin tinggi kandungan liat, semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu, bahan organik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin kecil.

                                                    







BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan persobaan  dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa suatu tanah semakin tinggi kandungan liatnya, maka semakin besar derajat kerut tanah. Selain itu, bahan orgaik tanah berpengaruh sebaliknya. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, maka derajat kerut tanah semakin kecil.


















DAFTAR PUSTAKA
Foth, Henry. 1988. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Hakim, Nurhajati dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA : Lampung.
Hardjowigeno, Sarwono.2010. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo : Jakarta.
Poerwowidodo. 1991. Genesa Tanah, Proses Genesa dan Morfologi. Fahutan : Institut Pertanian Bogor.
Sarief, Saifuddin.1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung.