Mari Berusaha, Berdo'a Kemudian Tawakal

Saya Hanya Manusia Biasa

Kamis, 28 Juni 2012

Pupuk

Smangat
Pupuk

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi katersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Pemakaian pupuk kimia kemudian berkembang seiring dengan ditemukannya deposit garam kalsium di Jerman pada tahun 1839.

Dalam pemilihan pupuk perlu diketahui terlebih dahulu jumlah dan jenis unsur hara yang dikandungnya, serta manfaat dari berbagai unsur hara pembentuk pupuk tersebut. Setiap kemasan pupuk yang diberi label  yang menunjukkan jenis dan unsur hara yang dikandungnya. Kadangkala petunjuk pemakaiannya juga dicantumkan pada kemasan.karena itu, sangat penting untuk membaca label kandungan pupuk sebelum memutuskan untuk membelinya. Selain menentukan jenis pupuk yang tepat, perlu diketahui juga cara aplikasinya yang benar, sehingga takaran pupuk yang diberikan dapat lebih efisien. Kesalahan dalam aplikasi pupuk akan berakibat pada terganggunya pertumbuhan tanaman. Bahkan unsur hara yang dikandung oleh pupuk tidak dapat dimanfaatkan tanaman.
A. Penggolongan Pupuk

Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya, kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi.

Pupuk anorganik atau pupuk buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam. Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen.

Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium phospat yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor.

Menurut cara aplikasinya, pupuk buatan dibedakan menjadi dua yaitu pupuk daun dan pupuk akar. Pupuk daun diberikan lewat penyemprotan pada daun tanaman. Contoh pupuk daun adalah Gandasil B dan D, Grow More, dan Vitabloom. Pupuk akar diserap tanaman lewat akar dengan cara penebaran di tanah. Contoh pupuk akar adalah urea, NPK, dan Dolomit.

Menurut cara melepaskan unsur hara, pupuk akar dibedakan menjadi dua yakni pupuk fast release dan pupuk slow release. Jika pupuk fast release ditebarkan ke tanah dalam waktu singkat unsur hara yang ada atau terkandung langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kelemahan pupuk ini adalah terlalu cepat habis, bukan hanya karena diserap oleh tanaman tetapi juga menguap atau tercuci oleh air. Yang termasuk pupuk fast release antara lain urea, ZA dan KCL.

Pupuk slow release atau yang sering disebut dengan pupuk lepas terkendali (controlled release) akan melepaskan unsur hara yang dikandungnya sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan tanaman. Dengan demikian, manfaat yang dirasakan dari satu kali aplikasi lebih lama bila dibandingkan dengan pupuk fast release. Mekanisme ini dapat terjadi karena unsur hara yang dikandung pupuk slow releasedilindungi secara kimiawi dan mekanis.

Perlindungan secara mekanis berupa pembungkus bahan pupuk dengan selaput polimer atau selaput yang mirip dengan bahan pembungkus kapsul. Contohnya, polimer coated urea dan sulfur coated urea. Perlindungan secara kimiawi dilakukan dengan cara mencampur bahan pupuk menggunakan zat kimia, sehingga bahan tersebut lepas secara terkendali. Contohnya Methylin urea, Urea Formaldehide dan Isobutilidern Diurea. Pupuk jenis ini harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi.
B. Jenis-jenis Pupuk
1. Pupuk Sumber Nitrogen

Hampir seluruh tanaman dapat menyerap nitrogen dalam bentuk nitrat atau amonium yang disediakan oleh pupuk. Nitrogen dalam bentuk nitrat lebih cepat tersedia bagi tanaman. Amonium juga akan diubah menjadi nitrat oleh mikroorganisme tanah, kecuali pada tembakau dan padi. Tembakau tidak dapat mentoleransi jumlah amonium yang tinggi. Untuk menyediakan nitrogen pada tembakau, gunakan pupuk berbentuk nitrat (NO3-) dengan kandungan nitrogen minimal 50%. Pada padi sawah, lebih baik gunakan pupuk berbentuk amonium (NH4+) karena pada tanah yang tergenang, nitrogen mudah berubah menjadi gas N2. umumnya pupuk dengan kadar N yang tinggi dapat membakar daun tanaman sehingga pemakaiannya perlu lebih hati-hati.
a. Amonium Nitrat

Kandungan nitratnya membuat pupuk ini cocok untuk daerah dingin dan daerah panas. Pupuk ini dapat membakar tanaman jika diberikan terlalu dekat dengan akara atau langsung kontak dengan daun. Ketersediaan bagi tanaman sangat cepat sehingga frekuensi pemberiannya harus lebih sering. Amonium nitrat bersifat higroskopis sehingga tidak dapat disimpan terlalu lama.
b. Amonium Sulfat (NH4)2 SO4

Pupuk ini dikenal dengan nama pupuk ZA. Mengandung 21% nitrogen (N) dan 26% sulfur (S), berbentuk kristal dan kurang higroskopis. Reaksi kerjanya agak lambat sehingga cocok untuk pupuk dasar. Sifat reksinya asam, sehingga tidak disarankan untuk tanah ber-pH rendah. Selain itu, pupuk ini sangat baik untuk sumber sulfur. Lebih disarankan dipakai didaerah panas.


c. Kalsium Nitrat

Pupuk ini berbentuk butiran, berwarna putih, sangat cepat larut didalam air, dan sebagai sumber kalsium yang sangat baik karena mengandung 19% kalsium Ca. sifat lainnya adalah bereaksi basa dan higroskopis.
d. Urea (CO(NH2)2)

Pupuk urea mengandung 46% nitrogen (N). Karena kandungan N yang tinggi menyebabkan pupuk ini sangat higroskopis. Urea sangat mudah larut dalam air dan bereaksi cepat, juga menguap dalam bentuk amonia.
2. Pupuk Sumber Fosfor
a. SP36

Mengandung 36% fosfor dalam bentuk P2O5.pupuk ini terbuat dari fosfat alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut dalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis dan bersifat membakar.
b. Amonium Phospat

Monoamonium Phospat (MAP) memiliki analisis 11.52.0. Diamonium Phospat memiliki (DAP) analisis 16.48.0 atau 18.46.0. pupuk ini umumnya digunakan untuk merangsang pertumbuhan awal tanaman (styarter fertillizer). Bentuknya berupa butiran berwarna cokelat kekuningan. Reaksinya termasuk alkalis dan mudah larut di dalam air. Sifat lainnya adalah tidak higroskopis sehingga tahan disimpan lebih lama dan tidak bersifat membakar karena indeks garamnya rendah.
3. Pupuk Sumber Kalium
a. Kalium Chlorida (KCl)

Mengandung 45% K2O dan khlor, bereaksi agak asam, dan bersifat higroskopis. Khlor berpengaruh negatif terhadap tanaman yang membutuhkannya, misalnya kentang, wortel dan tembakau.
b. Kalium Sulfat (K2SO4)

Pupuk ini lebih dikenal dengan nama ZK. Kadar K2O-nya sekitar 48-52%. Bentuknya berupa tepung putih yang larut didalam air, sifatnya agak mengasamkan tanah. Dapat digunakan untuk pupuk dasar sesudah tanam. Tanaman yang peka terhadap keracunan unsur Cl, seperti tembakau disarankan untuk menggunakan pupuk ini.
c. Kalium Nitrat (KNO3

Mengandung 13% N dan 44% K2O. berbentuk butiran berwarna putih yang tidak bersifat higroskopis dengan reaksi yang netral.
4. Pupuk Sumber Unsur Hara Sekunder
a. Kapur Dolomit

Berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan. Dikenal sebagai bahan untuk menaikkan pH tanah. Dolomit adalah sumber Ca (30%) dan Mg (19%) yang cukup baik. Kelarutannya agak rendah dan kualitasnya sangat ditentukan oleh ukuran butiran. Semakin halus butirannya akan semakin baik kualitasnya.
b. Kapur Kalsit

Berfungsi untuk meningkatkan pH tanah. Dikenal sebagai kapur pertanian yang berbentuk bubuk. Warnanya putih dan butirannya halus. Pupuk ini mengandung 90-99% Ca. Bersifat lebih cepat larut dalam air.
c. Paten Kali (Kalium Magnesium Sulfat)

Berbentuk butiran berwarna kuning. Mengandung 30% K2O, 12% S, dan 12% MgO. Sifatnya agak sukar larut dalam air. Selain untuk memperbaiki defisiensi Mg, pupuk ini juga bermanfaat untuk memperbaiki kejenuhan basa pada tanah asam.
d. Kapur Gypsum

Berbentuk bubuk dan berwarna putih. Mengandung 39% Ca, 53% S dan sedikit Mg. Ditebarkan dalam sekali aplikasi. Jika terkena air, gypsum yang ditebarkan akan menggumpal dan mengeras seperti tanah liat (cake). Gypsum digunakan untuk menetralisir tanah yang terganggu karena kadar garam yang tinggi, misalnya pada tanah di daerah pantai. Aplikasi gypsum tidak banyak berpengaruh pada perubahan pH tanah.
e. Bubuk Belerang (Elemental Sulfur)

Umumnya, sulfor disuplai dalam bentuk sulfat yang terdapat pada berbagai jenis pupuk. Kandungan sulfat tersebut tidak berpengaruh dalam penurunan pH tanah. Selain terdapat dalam berbagai jenis pupuk, bubuk belerang adalah sumber sulfur yang terbesar, kandungannya dapat mencapai 909%. Namun, bubuk ini tidak lazim digunakan untuk mengatasi masalah defisiensi sulfur, tetapi tidak lebih banyak digunakan untuk menurunkan pH tanah. Penggunaannya tidak boleh melebihi 25 gram/m2, karena bubuk sulfur dapat mengakibatkan gejala terbakarnya daun tanaman (burning effect).
5. Pupuk Sumber Unsur Hara Mikro

Saat ini kebutuhan pupuk mikro sudah mulai terasa di Indonesia. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa tanaman padi sawah dan teh di beberapa daerah di Jawa sudah memulai membutuhkan tambahan Zn dari pupuk.

Pupuk sebagai unsur hara mikro tersedia dalam dua bentuk, yakni bentuk garam anorganik dan bentuk organik sintesis. Kedua bentuk ini mudah larut dalam air. Contoh pupuk mikro yang berbentuk garam organik adalah Cu, Fe, Zn dan Mn yang seluruhnya bergabung dengan sulfat. Sebagai sumber boron, umumnya digunakan sodium tetra borat yang banyak digunakan sebagai pupuk daun. Sumber Mo umumnya menggunakan sodium atau amonium molibdat.

Bentuk organik sintesis ditandai dengan adanya agen pengikat unsur logam yang disebut chelat. Chelat adalah bahan kimia organik yang dapat mengikat ion logam seperti yang dilakukan oleh koloid tanah. Unsur hara mikro yang tersedia dalam bentuk chelat adalah Fe, Mn, Cu, dan Zn.

Selain disediakan oleh kedua jenis pupuk diatas, unsur hara mikro juga disediakan oleh pupuk majemuk yang beredar di pasaran. Pupukslow release dan pupuk daun biasanya dilengkapi dengan satu atau lebih unsur mikro.
a. Pupuk Majemuk

Pemakaian pupuk majemuk saat ini sudah sangat luas. Berbagai merk, kualitas dan analisis telah tersedia di pasaran.kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk tetap dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Pupuk majemuk berkualitas prima memiliki besaran butiran yang seragam dan tidak terlalu higroskopis, sehingga tahan disimpan dan tidak cepat menggumpal. Hampir semua pupuk majemuk bereaksi asam, kecuali yang telah mendapatkan perlakuan khusus, seperti penambahan Ca dan Mg.

Variasi analisis pupuk mejemuk sangat banyak. Meskipun demikian, perbedaan variasinya bisa jadi sangat kecil, misalnya antara NPK 15.15.15  dan NPK 16.16.16. Variasi analisis pupuk, seperti 15.15.15, 16.16.16, dan 20.20.20 menunjukkan ketersediaaan unsur hara yang seimbang. Fungsi pupuk majemuk dengan variasi analisis seperti ini antara lain untuk mempercepat perkembangan bibit; sebagai pupuk pada awal peneneman; dan sebagai puk susulan saat tanaman memasuki fase generatif, seperti saat mulai berbunga.

Dalam memilih pupuk majemuk perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain kandungan unsur hara yang tinggi, kandungan unsur hara mikro dan harga perkilogramnya.contoh cara mempertimbangkan pemilihan pupuk majemuk, variasi analisis pupuk NPK 20.20.20 memiliki kandungan hara yang lebih tinggi daripada NPK 15.15.15, tetapi sifatnya sangat higroskopis sehingga mudah sekali menggumpal. Karena itu, variasi analisis pupuk ini sebaiknya tidak dipilih karena bagian yang menggumpal tidak dapat digunakan.


b. Pupuk Daun

Daun memiliki mulut yang dukenal dengan nama stomata. Sebagian besar stomata terletak di bagian bawah daun. Mulut daun ini berfungsi untuk mengatur penguapan air dari tanaman sehingga air dari akar dapat sampai daun. Saat suhu udara terlalu panas, stomata akan menutup sehingga tanaman tidak akan mengalami kekeringan. Sebaliknya, jika udara tidak terlalu panas, stomata akan membuka sehingga air yang ada di permukaan daun dapat masuk dalam jaringan daun. Dengan sendirinya unsur hara yang disemprotkan ke permukaan daun juga masuk ke dalam jaringan daun.

Sebenarnya, kandungan unsur hara pada pupuk daun identik dengan kandungan unsur hara pada pupuk majemuk. Bahkan pupuk daun sering lebih lengkap karena ditambah oleh beberapa unsur mikro. Pemilihan analisis yang tepat pada pupuk daun perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang sama dengan analisis pada pupuk majemuk. Hanya saja, faktor sifat fisik dan kimia tanah tidak dijadikan sebagai faktor utama. Sebagai faktor utamanya adalah manfaat tiap unsur hara yang dikandung oleh pupuk daun bagi perkembangan tanaman dan peningkatan hasil panen.

Pupuk daun berbentuk serbuk dan cair. Kualitasnya dianggap baik jika mudah larut di dalam air tanpa menyisakan endapan. Karena mudah larut dalam air, sifat pupuk daun menjadi sangat higroskopis. Akibatnya tidak dapat disimpan terlalu lama jika kemasannya telah dibuka.

Kentungan menggunakan pupuk daun antara lain respon terhadap tanaman sangat cepat karena langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu, tidak menimbulkan kerusakan sedikitpun pada tanaman, dengan catatan aplikasinya dilakukan secara benar. Dalam pemakaian pupuk daun dikenal istilah konsentrasi pupuk atau kepekatan larutan pupuk. Besarnya konsentrasi pupuk daun dinyatakan dalam bobot pupuk daun yang harus dilarutkan kedalam satuan volume air. Penentuan volume air dapat diketahui dengan membaca skala pada alat semprot. Angka konsentrasi ini sering dicantumkan p[ada kemasan pupuk. Jika konsentrasi pupuk yang digunakan melebihi konsentrasi yang disarankan, daun akan terbakar.

Penyemprotan pupuk daun idealnya dilakukan pada pagi atau pada sore hari karena bertepatan pada saat membukanya stomata. Prioritaskan penyemprotan pada bagian bawah daun karena paling banyak terdapat stomata. Faktor cuaca termasuk kunci sukses dalam penyemprotan pupuk daun. Dua jam setelah penyemprotan jangan sampai terkena hujan karena akan mengurangi efektifitas penyerapan pupuk. Tidak disarankan menyemprotkan pupuk daun pada saat suhu udara sedang panas karena konsentrasi larutan pupuk yang sampai ke daun cepat meningkat sehingga daun dapat terbakar. Contoh pupuk daun yang beredar di pasaran yaitu Gandasil Daun 14.12.14 dilengkapi dengan Mn, Mg, B, Cu dan Zn.
c. Pupuk Organik

Kandungan unsur hara yang terdapat di dalam pupuk organik jauh lebih kecil daripada yang sempat di dalam pupuk buatan. Cara aplikasinya juga lebih sulit karena pupuk organik dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar daripada pupuk kimia dan tenaga kerja yang diperlukan juga lebih banyak. Namun, hingga sekarang pupuk organik tetap digunakan karena fungsinya belum tergantikan oleh pupuk buatan. Berikut ini beberapa manfaat dari pupuk organik.
Mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah yang jauh lebih kecil.
Memperbaiki granulasi tanah berpasir dan tanah padat sehingga dapat meningkatkan kualitas aerasi, memperbaiki drainase tanah, dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
Mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan kapasitas tukar kation tanah.
Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah.
Pada tanah asam, penambahan pupuk organik dapat membantu meningkatkan pH tanah.
Penggunaan pupuk organik tidak menyebabkan polusi tanah dan air.

Jenis pupuk organik yang banyak dikenal sebagai berikut

- Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Kualitas pupuk kandang sangat tergantung pada jenis ternak, kualitas pakan ternak, dan cara penampungan pupuk kandang.

Pupuk kandang dari ayam atau unggas memiliki unsur hara yang lebih besar daripada jenis ternak lain. Penyebabnya adalah kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya, kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi daripada kotoran padat.seperti kompos, sebelum digunakan, pupuk kandang perlu mengalami proses penguraian. Dengan demikian kualitas pupuk kandang juga turut ditentukan oleh C/N rasio.

Dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk dingin terjadi sebaliknya, C/N yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak menimbulkan panas.

Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi. Ciri fisiknya yaitu berwarna cokelat kehitaman, cukup kering, tidak menggumpal, dan tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio kecil (bahan pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil.



- Kompos

Kompos adalah kasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos ditentukan oleh besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N ratio).

Jika C/N rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna. Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibanding dengan C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika memiliki C/N rasio antara 12-15.

Bahan kompos seperti sekam, jerami padi, batang jagung dan serbuk gergaji memiliki C/N rasio antara 50-100. daun segar memiliki C/N rasio sekitar 10-20. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N rasio hingga 12-15. sampai dengan proses penguraian sempurna, tanaman akan bersaing dengan mikroorganisme tanah untuk memperebutkan unsur hara. Karena itu disarankan untuk menambah pupuk buatan apabila bahan kompos yang belum terurai sempurna terpaksa digunakan.

Kandungan unsur hara dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kandungan unsur hara kompos sebagai berikut.

-       Nitrogen 0,1 – 0,6%

-       Fosfor 0,1 – 0,4%

-       Kalium 0,8 – 1,5%

-       Kalsium 0,8 – 1,5%

Ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna cokelat kehitaman, agak lembab, gembur dan bahan pembentuknya sudah tidak tampak lagi. Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah daripada untuk menyediakan unsur hara.

- Mikroba Penyubur Tanah

Kemajuan ilmu mikrobiologi tanah berhasil memperbanyak mikroba tanah yang bermanfaat dan mengemasnya sebagai pupuk cair. Mikroba yang telah dikemas ini kemudian disemprotkan ke tanah hingga berkembang biak dan memberi dampak positif bagi kesuburan tanah.

Jenis bakteri dan jamur yang biasa digunakan diantaranya Rhizobium, Lactobacillus, Streptomyces, Micoriza, dan Aspergillus. Jenis dan fungsi mikroba sangat beragam, cara penggunaanpun berbeda-beda. Karena itu sebaiknya baca petunjuk pada label atau brosur dengan seksamasebelum menggunakannya.

Mikroba juga membutuhkan waktu untuk berkembang biak sehingga hasil aplikasi mikroba penyubur tanah tidak langsung terlihat pada tanaman. Jumlah mikroba yang telah disemprotkan pun sangat mungkin akan berkurang karena faktor cuaca. Aplikasi mikroba sebaiknya dilaksanakan secara rutin setiap dua minggu sekali. Alat semprot yang digunakan sebaiknya bukan yang biasa dipakai untuk menyemprot pestisida, karena pestisida akan mematikan mikroba. Selain itu, tidak disarankan menyemprotkan pestisida terutama fungisida pada tanah yang telah diaplikasi mikroba.
C. Cara Aplikasi
1. Cara Aplikasi Pupuk Kimia
a. Larikan

Caranya, buat parit kecil disamping barisan tanaman sedalam 6-10 cm. Tempatkan pupuk di dalam larikan tersebut, kemudian tutup kembali. Cara ini dapat dilakukan pada satu atau kedua sisi baris tanaman. Pada jenis pepohonan, larikan dapat dibuat melingkar di sekeliling pohon dengan jari-jari 0,5-1 kali jari-jari tajuk. Pupuk yang tidak mudah menguap dapat langsung ditempatkan di atas tanah.

Setelah itu, larikan tidak perlu ditutup kembali dengan tanah. Hindari membuat larikan hanya pada salah satu sisi baris tanam karena menyebabkan perkembangan akar tidak seimbang. Karena itu, aplikasi pupuk kedua harus ditempatkan pada sisi yang belum mendapatkan pupuk (bergantian). Biasanya cara ini dilakukan untuk memberikan pupuk susulan. Tanaman dengan pertumbuhan cepat dan perakaran yang terbatas disarankan untuk menggunakan cara larikan.
b. Penebaran Secara Merata di Atas Permukaan Tanah

Cara ini biasanya dilakukan sebelum penanaman. Setelah penebaran pupuk, lanjutkan dengan pengolahan tanah, seperti pada aplikasi kapur dan pupuk organik. Cara ini menyebabkan distribusi unsur hara dapat merata sehingga perkembangan akarpun lebih seimbang. Tidak disarankan untuk menebar pupuk urea karena sangat mudah menguap.
c. Pop Up

Caranya, pupuk dimasukkan ke lubang tanam pada saat penanaman benih atau bibit. Pupuk yang digunakan harus memiliki indeks garam yang rendah agar tidak merusak benih atau biji. Cara ini lazim menggunakan pupuk jenis SP36, pupuk organik, atau pupuk slow release.
d. Penugalan

Caranya, tempatkan pupuk ke dalam lubang di samping tanaman sedalam 10-15 cm. Lubang tersebut dibuat dengan alat tugal. Kemudian setelah pupuk dimasukkan, tutup kembali lubang dengan tanah untuk menghindari penguapan. Cara ini dapat dilakukan disamping kiri dan samping kanan baris tanaman atau sekeliling pohon. Jenis pupuk yang dapat diaplikasikan dengan cara ini adalah pupuk slow release dan pupuk tablet.
e. Fertigasi

Pupuk dilarutkan dalam air dan disiramkan pada tanaman melalui air irigasi. Lazimnya, cara ini dilakukan untuk tanaman yang pengairannya menggunakan sistem sprinkle. Cara ini telah banyak diterapkan pada pembibitan tanaman Hutan Tanaman Industri (HTI), lapangan golf, atau nursery tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Lewat cara ini, akurasi dan penyerapan pupuk oleh akar dapat lebih tinggi.

Pada pertanian intensif pemupukan sering dilakukan berkali-kali sehingga beberapa cara diatas dapat dilakukan bersama-sama dalam satu musim tanam.
2. Cara Aplikasi Pupuk Organik

Tanah berpasir, bekas pertambangan, tanah tererosi, atau tanah sangat padat yang mudah retak pada musim kemarau, sebaiknya diberi pupuk organik dalam jumlah besar sebelum digunakan untuk bercocok tanam. Setelah diberi pupuk organik, dilanjutkan dengan pengolahan tanah. Kedua perlakuan tersebut dilakukan supaya sifat fisik tanah membaik dan pemakaian pupuk kimia menjadi lebih efisien.

Kebutuhan dosis pupuk organik yang sangat besar seringkali menyulitkan proses penebarannya. Namun, sekarang telah dipasarkan pupuk organik yang dipadatkan dalam bentuk pelet atau konsentrat. Pupuk organik dalam bentuk tersebut lebih mudah diaplikasikan dan dosis yang diperlukan menjadi lebih kecil. Pupuk organik seperti ini diantaranya dipasarkan dengan merk dagang Ostindo, OCF, dan Green Pride.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aplikasi pupuk organik adalah sebagai berikut.

-         penebaran pupuk organik sebaiknya diikuti dengan pengolahan tanah seperti pembajakan atau penggemburan tanah agar pupuk organik dapat mencapai lapisan tanah yang lebih dalam.

-         Pemberian pupuk organik dengan dosis kecil tetapi sering lebih baik dari pada dosis banyak yang diberikan sekaligus.

-         Pada jagung, cabai, tomat, dan beberapa jenis sayuran, pupuk organik sebaiknya ditempatkan pada lubang tanam satu minggu sebelum bibit ditanam.

-         Pada media tanam dalam pot, perbandingan antara kompos dan tanah yang ideal adalah 1:1. sementara itu, perbandingan pupuk kandang dan tanah yang ideal adalah 1:3.

-         Jika harus menggunakan pupuk organik yang belum terurai sempurna (rasio C/N masih tinggi) harus diberi jeda waktu antara pemberian pupuk organik dan penanaman bibit yakni minimal satu minggu. Hal itu dilakukan untuk menghindari dampak buruk yang mungkin terjadi pada tanaman ketika proses penguraian pupuk organik berlangsung.

Blog : http://wong168.wordpress.com/2012/01/19/pupuk/
Sumber: http://eone87.wordpress.com/2010/04/03/jenis-jenis-pupuk-dan-cara-aplikasinya/

Senin, 25 Juni 2012

Senam Otak

Smangat

Kembali Segar Dengan Senam Otak
senamotakOtak juga seperti tubuh, oleh karena itu kita perlu merawat dan memperlakukannya dengan benar, jadi ketika kita ingin mendapatkan kesegaran otak tidak jauh berbeda dengan bagaimana  menjaga kesegaran tubuh karena tubuh dan otak saling berkaitan, salah satu cara adalah dengan senam otak.
Dari segi fungsi, otak yang terdiri dari dua belahan kiri dan kanan itu seolah memiliki tiga dimensi yang saling berhubungan. Dengan mengoptimalkan penggunaan seluruh bagian ini, fungsi otak dapat dioptimalkan.Salah satu cara mengoptimalkan penggunaan semua dimensi otak adalah dengangerakan  senam otak.
Senam otak adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas); meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan); merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbis) serta otak besar (dimensi pemusatan).
Anda bisa melakukannya lewat gerakan sederhana sambil melakukan kegiatan sehari-hari, seperti sambil menonton televisi dan kegiatan rumah lainnya,. meski sederhana senam otak mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari.
Senam otak bisa dilakukan oleh semua kelompok umur ada senam otak anak maupun  senam otak lansia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

Smangat

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi

Begitu besarnya bahaya erosi yang pada akhirnya merugikan kehidupan manusia, oleh karena itu beberapa ahli membagi faktor-faktor yang menjadi penyebab erosi dan berupaya untuk menanggulanginya. Menurut (Rahim, 2000) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi adalah 
  1. Energi, yang meliputi hujan, air limpasan, angin, kemiringan dan panjang lereng,
  2. Ketahanan; erodibilitas tanah (ditentukan oleh sifat fisik dan kimia tanah), dan
  3. Proteksi, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya serta ada atau tidaknya tindakan konservasi.
Morgan (1979) dalam Nasiah (2000) menyatakan bahwa kemampuan mengerosi, agen erosi, kepekaan erosi dari tanah, kemiringan lereng, dan keadaan alami dari tanaman penutup tanah merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi tanah.
Erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan (vegetasi), dan manusia terhadap tanah (Arsyad, 1989) yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
E = f ( i.r.v.t.m )
Dimana :
E = Erosi
i = Iklim
v = Vegetasi
m = Manusia
f = fungsi
r = Topografi
t = Tanah 

a. Iklim 
Iklim merupakan faktor terpenting dalam masalah erosi sehubungan dengan fungsinya. Sebagai agen pemecah dan transpor. Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan (Arsyad 1989). Banyaknya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan dispersi hujan tehadap tanah, jumlah dan kecepatan permukaaan serta besarnya kerusakan erosi. Angin adalah faktor lain yang menentukan kecepatan jatuh butir hujan. Angin selain sebagai agen transport dalam erosi di beberapa kawasan juga bersama-sama dengan temperatur, kelambaban dan penyinaran matahari berpengaruh terhadap evapotranspirasi, sehingga mengurangi kandungan air dalam tanah yang berarti memperbesar kembali kapasitas infiltrasi tanah.

b. Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian (Asdak, 1995). Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng (Arsyad, 1989).
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas.

c. Vegetasi
Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal, atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad, 1989). Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bahwa karena ia merupakan stratum vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi dalam lima bagian (Arsyad, 1989), yakni:
  1. Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
  2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
  3. Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah.
  4. Transpiransi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi.

d. Tanah
Arsyad (1989), menerangkan bahwa berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas menahan air, dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. 

e. Manusia
Manusia dapat mencegah dan mempercepat terjadinya erosi, tergantung bagaimana manusia mengelolahnya. Manusialah yang menentukan apakah tanah yang dihasilkannya akan merusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mempertahankan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka waktu yang tidak terbatas (Arsyad, 1989).

DAFTAR PUSTAKA
Rahim, Sufli Efendi. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. Bumi Aksara . Jakarta
Nasiah. 2000. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk Prioritas Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca sarjana, UGM. Yogyakarta.
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press. Yogyakarta.
Powered  By: 
http://samrumi.blogspot.com/2009/01/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-erosi.html

ANALISIS KOMPERATIF PENDAPATAN PETANI ORGANIK DAN PETANI ANORGANIK

Smangat
ANALISIS KOMPERATIF PENDAPATAN PETANI ORGANIK
DAN PETANI ANORGANIK

Bambang Hermanto, SP, MSi.[1]

Abstrak

Analisis komperatif pendapatan petani organik dan petani anorganik (konvensional) petani padi sawah di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai. Tujuan untuk mengetahui (a) Untuk mengetahui berapa besar perbedaan pendapatan petani organik dan petani anorganik (konvensional) pada tanaman padi sawah di daerah penelitian, (b) Manakah yang lebih layakan antara petani organik dan anorganik (konvensional) pada tanaman padi sawah di daerah penelitian. Berdasarkan Pertimbangan populasi dalam penelitian digunakan metode Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel dengan pertimbangan.
         Nilai R/C rata-rata keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar 2.27  dan yang didapat petani anorganik adalah sebesar 1.66. Berdasarkan hasil dari nilai R/C dapat diketahui bahwa usaha petani organik layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 2.27 > 1) dan usaha petani anorganik masih layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 1.66 > 1). Analisis komperatif pendapatan petani organik dan petani anorganik (konvensional) petani padi sawah di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai menyatakan bahwa luas lahan, pupuk, pestisida, zat perangsang tumbuh (ZPT) dan tenaga kerja  berpengaruh signifikan terhadap keuntungan petani padi sawah pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kata kunci : Keuntungan Petani padi sawah, luas lahan (rante) , pupuk (Kg), pestisida (cc), ZPT (cc), dan tenaga kerja (HKSP).

Pendahuluan

Latar Belakang
Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari aspek kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman tanaman, kontribusi untuk mengurangi jumlah orang-orang miskin dipedesaan dan peranannya terhadap nilai devisa yang dihasilkan dari ekspor. Sektor pertanian masih diharapkan tetap memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia dan sektor pertanian akan lebih berperan lagi bagi sektor  industri kalau sektor pertanian sebagai pemasok (supply) bahan baku disektor industri (Soekartawi, 2003)
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan tanaman pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Akan tetapi karena kerawanan pangan sering terjadi dibanyak negara  yang sedang berkembang, maka negara-negara industri berusaha mengembangkan teknologi  “revolusi hijau” untuk mencukupi kebutuhan pangan dunia. Sebagai konsekwensi dikembangkannya teknologi “revolusi hijau” maka kearifan lokal/ pengetahuan tradisional yang berkembang sesuai dengan budaya setempat mulai terdesak bahkan mulai dilupakan. Teknologi modern yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida kimia serta bahan kimia pertanian lainnya lebih diminanti petani daripada melaksanakan pertanian yang akrab lingkungan   (S. Sabastian Eliyas, 2008).
Pertanian organik sebagai bagian pertanian akrab lingkungan perlu segera dimasyarakatkan atau diingatkan kembali sejalan makin banyak dampak negatif terhadap lingkungan yang terjadi akibat dari penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan kimia pertanian. Disamping itu, makin meningkatkanya jumlah konsumen produksi bersih dan menyehatkan serta meluasnya gerakan “ green consumer ” merupakan pendorong segera disosialisasikan  gerakan pertanian organik. Gerakan pertanian organik di Indonesia dipelopori oleh Organisasi Non Pemerintah (ORNOP) yang kemudian menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta dipercepat dengan adanya program ekolabel dan Internasional Standart Organik (ISO) 14000 (Sutanto Rachman, 2002)
Upaya melakukan gerakan pertanian organik mulai berkembang di Indonesia sejalan dengan perkembangan  pertanian organik dunia. Konsumen negara-negara maju menjadi pemicu awal dan inspirasi dari bergulirnya pertanian organik ini. Di Indonesia, pertanian organik menjadi “tren” karena tumbuhnya kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi produk yang aman dan sehat. Selain itu, proses produksinya juga cukup bersahabat dengan lingkungan. Tanpa disadari, di Indonesia telah berkembang praktek pertanian organik untuk berbagai komoditas seperti beras, sayuran dan buah-buahan  walaupun kenyataannya  bahwa secara kualitas beberapa dari produk ini belum memenuhi persyaratan baku SNI ( Standar Nasional Indonesia) yang bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap produk organik yang dihasilkan petani  (Prasetio Y.T, 2006).
Tentu pemerintah tidak mau ketinggalan respons. Kemudian, sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap gerakan pertanian organik di Indonesia dilakukan melalui Departemen Pertanian  yang telah mencanangkan beberapa paket kebijakan degan motto; “ Go Organic 2010 ” yang bertujuan  menjadikan Indonesia sebagai produsen pangan organik yang permintaan pasarnya cendrung meningkat dengan signifikan (S. Sabastian Eliyas, 2008).
 Indonesia pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia. Indonesia menjadi “ price leading “  dalam perdagangan beras Internasional. Artinya, hagar beras dipasaran dunia ditentukan oleh pemerintah Indonesia. Pada tahun 1960, impor beras Indonesia terus mencapai 0,6 jutan ton. Pada tahun-tahun berikutnya impor beras Indonesia terus melonjak hingga puncaknya terjadi pada tahun 1980 yakni  mencapai 2 juta ton. Jumlah impor beras Indonesia mulai menurun pada tahun 1981 hingga tahun 1984. Pada tahun 1990 tercatat produksi beras nasional sudah mencapai  45,176 juta ton gabah kering giling (GKG) atau kira-kira sentra 29 juta ton beras. Lima tahun kemudian, angka produksi mencapai 49,449 juta ton (GKG) (Arifin. B. 2007).
Proses pencapaian swasembada beras tak lepas dari penerapan dan innovási teknologi yang dikembangkan pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan, pengendalian organisme pengganggu, pengolahan tanah. Dalam kaitannya dengan status beras sebagai comoditas “strategis” maka taraf swasembada harus tetap dimantapkan dan dilestarikan (Prasetio Y.T, 2006).
Strategi atau industrialisasi yang dipimpin permintaan petani terdiri dari pembangunan pasar konsumsi masal domestik dengan cara memperbaiki produktivitas pertanian skala kecil dan menengah. Pertanian skala kecil dan menengah memiliki efek kaitan yang lebih besar dengan industri domestik  dibanding dengan pertanian skala besar sementara juga memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Usaha-usaha pertanian yang lebih kecil adalah padat karya dan menggunakan alat-alat dan permesinan domestik. Petani-petani kecil memiliki kecenderungan konsumsi marginal yang lebih besar, dan bagian marginal lebih besar dari konsumsi mereka diarahkan ke tekstil produksi lokal, pakaian, alas kaki dan alat-alat konsumsi yang sederhana seperti lemari es, sepeda, mesin jahit, dan alat-alat elektronik yang sederhana. Juga mereka cenderung mengadakan banyak penanaman dalam pembangunan modal manusia, dengan mengeluarkan bagian besar dari penghasilan  mereka untuk pendidikan (TB. Tulus , 2003).
  Penggunaan input secara baik akan menghasilkan produksi yang semakin meningkat dan seiring dengan peningkatan keuntungan masyarakat. Sehingga dengan keuntungan yang meningkat akan mewujudkan peningkatan laju pembangunan ekonomi negara dan merangsang pertumbuhan ekonomi, maka tujuan ini berkaitan dengan lebih menekankan pada biaya produksi. Dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja akan meningkatkan produksi beras ( Soekartawi, 2001).

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui berapa besar perbedaan pendapatan petani organik dan petani anorganik (konvensional) pada tanaman padi sawah di daerah penelitin.
b.      Manakah yang layakan antara petani organik dan anorganik (konvensional) pada tanaman padi sawah di daerah penelitian



Tinjauan Pustaka

Pengertian petani organik dan anorganik
       Pertani organik adalah petani yang melakukan pengolahan lahan dengan didasarkan pada proses sumber daya alam menurut siklus kehidupan, dengan sistem yang membudaya untuk memproduksi tanaman dengan kondisi pertumbuhan yang baik dan sehat. Pertanian organik meliputi kegiatan seperti bertani dengan menggunakan kompos, kotoran ternak dan bahan organik lainnya sehingga dapat membangun siklus kehidupan secara alamiah.
Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tananaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan. Menurut IFOAM  (International  Federation  of  Organik Agriculture Movements), tujuan yang hendak dicapai dengan penggunaan system pertanian organik adalah sebagai berikut:
1.      Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup.
2.      Melaksanakan interaksi efektif  dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
3.      Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, tanaman, serta hewan.
4.      Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan.
5.      Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbarui yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri. 
6.      Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik didalam maupun diluar usahatani.
7.      Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak hidup sesuai dengan perilaku yang hakiki.
8.      Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
9.      Mempertahankan keanekaragaman hayati termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan.
10. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usaha tani terhadap kondisi fisik dan sosial (Wartaya Winagun Y, 2005)
Petani anorganik (konvensional) cendrung menggunakan pupuk kimia dan memaksa tanaman tumbuh, tetapi hasil dari sistem ini adalah menambah kerentanan tanaman terhadap hama dan penyakit yang mengakibatkan menaiknya kebutuhan tambahan bahan kimia berbahaya lainnya. Sistem ini juga melawan proses alamiahnya alam secara turun temurun, sehingga masalah serupa akan terjadi terus menerus ( TB. Tulus, 2003).

Konsep Pertanian Organik
           Konsep pertanian organik adalah tidak berbeda dengan pertanian berkelanjutan, tetapi aplikasinya mungkin berjalan sesuai dengan pemahaman individu. Bahkan kata berkelanjutan sekarang dipakai dalam lingkungan pembangunan, ketika kata ini sudah diartikan sebagai menjaga suatu upaya agar terus berlangsung, dan tidak menjadi merosot. Disektor pertanian organik, berkelanjutan ditafsir sebagai usaha mengelolah sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia dengan tetap melestarikan lingkungan dan sumber daya alam, juga adanya kegiatan pengelolahan lahan sebagai campur tangan manusia, untuk kemudian ditanami dengan berbagai jenis tanaman yang menghasilkan, sebagai bahan makanan manusia dan mahkluk hidup lainnya (Susanto Rachman, 2002).

Penerapan Pertanian Organik
          Perlunya diterapkan pertanian organik ke petani supaya mereka  berkeinginan untuk  menanam tanaman tanpa pengaruh atau dampak kimia berbahaya, kemudian mulai diterapkan dalam pengembangan “ pertanian organik”. Sehingga, defenisi umum tentang pertanian organik adalah sistem  pengembangan tanam yang menggunakan bahan organik ke dalam tanah seperti kompos, kotoran ayam, dan sumber pupuk organik lainnya, juga terbebas dari bahan  kimia, insektisida kimia, dan pestisida kimia. Prinsip seperti ini didasarkan pada keyakinan bahwa ketika kompos dan kotoran binatang yang berkwalitas diberikan kepada tanah, mikroorganisme menjadi kuat dan berkembang biak, kemudian secara alami akan menambah daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit, sehingga memutus kebutuhan akan bahan-bahan kimia pertanian. Dengan demikian, penggunaan bahan organik membuat pupuk kimia menjadi tidak berguna (S. Sabastian Eliyas, 2008).

Hipotesis
        Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian serta kerangka penelitian maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Ada perbedaan pendapatan antara petani organik dengan petani anorganik (konvensional) tanaman padi sawah
2.      Petani organik lebih layak dari pada  petani anorganik ( konvensional ) pada tanaman padi sawah.

Metode Analisis
a.   Untuk menguji hipotesis pertama  akan dianalisa dengan uji validitas (kesahihan) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
    th =
                            
          S2gab =

           S2
           Dimana :
                 = nilai sampel petani organik
                               = nilai sampel petani anorganik (konvensional)
                           = rata-rata petani organik
                          = rata-rata petani anorganik (konvesional)      
                         S     =  standart deviasi 
                         gap   = gabungan
          untuk pengujian hipotesis pertama digunakan uji t, dengan kriteria sebagai
          berikut:
t hitung > t tabel Ho ditolak dan H1 diterima maka hipotesis diterima (a = 0.05 % )
t hitung < t tabel Ho diterima dan H1 ditolak (a = 0.05 % )                            
(Husaini Usman, 2006)

b.         Untuk menguji hipotesis kedua digunakan rumus sebagai berikut :
    R/C ratio  
            Untuk pengujian hipotesis kelayakan usaha, dengan kriteria:
Apabila R/C ratio > 1, maka hipotesis diterima, dikatakan layak diusahakan.
            Apabila R/C ratio < 1, maka hipotesis ditolak, tidak layak
            (Soekartawi, 2003)     

Hasil Dan Pembahasan
1.  Hasil Analisis dan Perhitungan Hipotesis Terhadap Petani Organik dan
       Anorganik.
Tabel 1. Daftar Analisa Usaha Tani
Rata-Rata Usaha Tani
Petani Organik
Petani Anorganik
Luas Lahan
12.56 Hektar
8.96 Hektar
Pupuk
251.0 Kg
71.68 Kg
Pestisida
2009.60 cc
358.40 cc
ZPT
251.20 cc
179.20 cc
Jumlah Tenaga Kerja
86.66 HKSP
61.82 HKSP
Keuntungan
Rp. 4.268.019,44
Rp. 1.568.244,00

2.      Perbandingan Luas Lahan Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Dari daftar tabel 1 diketahui bahwa jumlah rata-rata luas lahan yang menjadi petani organik seluas 12.56 hektar dan yang menjadi petani anorganik seluas 8.96 hektar. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk luas lahan diperoleh t hitung > t tabel  (10.58 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan luas lahan antara petani organik dan anorganik diterima.
Dimana luas lahan petani organik lebih luas dari petani anorganik karena petani organik luas lahannya masih ada diatas 1 hektar sedangkan petani anorganik luas lahannya masih di bawah 1 hektar.

3.      Perbandingan Pupuk Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Dari daftar tabel 1 diketahui bahwa jumlah rata-rata pupuk yang digunakan petani organik sebesar 251.20 kg dan yang digunakan petani anorganik sebesar 71.68 kg. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan pupuk diperoleh t hitung > t tabel  (28.67 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan pupuk antara petani organik dan anorganik diterima.
Dimana dari penggunaan pupuk bagi petani organik lebih banyak sesuai dengan luas lahan  dan harga pupuk murah dengan harga Rp.1.000/kg – Rp 1.500/kg,  sedangkan untuk petani anorganik pupuk yang digunakan lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan lahan dan harga pupuk lebih mahal dengan harga Rp.2.500/kg – Rp. 4.000/kg.

4.      Perbandingan Pestisida Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Dari daftar tabel 1 diketahui bahwa jumlah rata-rata pestisida yang digunakan petani organik adalah pestisida nabati  sebanyak  2009.60 cc dan yang digunakan petani anorganik adalah pestisida kimia sebanyak 358.40 cc. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan pestisida diperoleh t hitung >  t tabel  (33.33 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan pestisida antara petani organik dan petani anorganik diterima (Lampiran 13).
Dimana dari penggunaan pestisida bagi petani organik lebih banyak sesuai dengan luas lahan  dan harga pestisida sebesar Rp.15/cc – Rp 20/cc,  sedangkan untuk petani anorganik pestisida  yang digunakan lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan lahan dan harga pestisida sebesar Rp.25/cc – Rp. 75/cc .

5.      Perbandingan Zat Perangsang Tumbuh (ZPT) Terhadap Petani Organik dan Anorganik

Dari daftar tabel 1 diketahui bahwa jumlah rata-rata ZPT yang digunakan petani organik adalah  sebanyak  249.20 cc dan yang digunakan petani anorganik adalah sebanyak 179.20 cc. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan ZPT diperoleh t hitung >  t tabel ( (10.20 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan ZPT antara petani organik dan petani anorganik diterima.
Dimana dari penggunaan ZPT bagi petani organik lebih banyak sesuai dengan luas lahan  dan harga ZPT sebesar Rp.25/cc – Rp 40/cc,  sedangkan untuk petani anorganik ZPT  yang digunakan lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan lahan dan harga ZPT sebesar Rp.25/cc – Rp. 60/cc .

6.      Perbandingan Tenaga Kerja Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Dari daftar tabel 1 diketahui bahwa jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan petani organik adalah tenga kerja  sebanyak  86.66 HKSP dan yang digunakan petani anorganik adalah tenaga kerja sebanyak 61.82 HKSP. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan tenaga kerja diperoleh t hitung > t tabel ( (10.52 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan tenaga kerja antara petani organik dan petani anorganik diterima.
Dimana dari penggunaan tenaga kerja bagi petani organik lebih banyak sesuai dengan luas lahan  dan upah tenaga kerja sebesar Rp.30.000/orang – Rp 40.000/orang,  sedangkan untuk petani anorganik tenaga kerja  yang digunakan lebih sedikit sesuai dengan kebutuhan lahan dan upah tenaga kerja sebesar Rp.30.000/orang – Rp 40.000/orang .

7.      Perbandingan Kelayakan Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya suatu produksi/penjualan. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari perkalian jumlah tanaman yang terjual dengan harga jual tanaman tersebut. 
Dari hasil penelitian diperoleh nilai R/C rata-rata keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar 2.27  dan yang didapat petani anorganik adalah sebesar 1.66. Berdasarkan hasil dari nilai R/C dapat diketahui bahwa usaha petani organik layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 2.27 > 1) dan usaha petani anorganik masih layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 1.66 > 1).
Dimana dari nilai R/C ratio rata-rata keuntungan petani organik dan petani anorganik dapat diartikan semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Dari analisa perbandingan R/C ratio ternyata R/C yang paling besar adalah petani organik sebesar 2.27 dan petani  anorganik sebesar 1.66 ( 2.27  > 1.66).

8.      Perbandingan Keuntungan Terhadap Petani Organik dan Anorganik
Total Keuntungan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya suatu produksi/penjualan. 
Dari hasil penelitian diperoleh total keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar Rp. 4.268.019,44  dan total keuntungan yang didapat dari petani anorganik adalah sebesar Rp. 1.568.244,00. Berdasarkan hasil dari total keuntungan dapat diketahui bahwa petani organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan petani anorganik.
Dimana dari total rata-rata keuntungan petani organik dan petani anorganik dapat dilihat selisih total keuntungan sebesar Rp. 2.699.775,44

Kesimpulan

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan:
1)          Jumlah rata-rata luas lahan yang menjadi petani organik seluas 12.56 rante dan yang menjadi petani anorganik seluas 8.96 rante. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk luas lahan diperoleh t hitung > t tabel ( (10.58 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan luas lahan antara petani organik dan anorganik diterima.
2)          Jumlah rata-rata pupuk yang digunakan petani organik sebesar 251.20 kg dan yang digunakan petani anorganik sebesar 71.68 kg. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan pupuk diperoleh t hitung > t tabel ( (28.67 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan pupuk antara petani organik dan anorganik diterima.
3)          Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan petani organik adalah pestisida nabati  sebanyak  2009.60 cc dan yang digunakan petani anorganik adalah pestisida kimia sebanyak 358.40 cc. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan pestisida diperoleh t hitung >  t tabel ( (33.33 > 1.71) dengan taraf kenyataan  a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan pestisida antara petani organik dan petani anorganik diterima.
4)          Jumlah rata-rata ZPT yang digunakan petani organik adalah ZPT  sebanyak  249.20 cc dan yang digunakan petani anorganik adalah ZPT sebanyak 179.20 cc. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan ZPT diperoleh t hitung >     t tabel ( (10.20 > 1.71) dengan taraf kenyataan a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan ZPT antara petani organik dan petani anorganik diterima.
5)          Jumlah rata-rata tenaga kerja yang digunakan petani organik adalah tenga kerja  sebanyak  86.66 HKSP dan yang digunakan petani anorganik adalah tenaga kerja sebanyak 61.82 HKSP. Berdasarkan hasil dari analisa statistik untuk penggunaan tenaga kerja diperoleh t hitung >  t tabel ( (10.52 > 1.71) dengan taraf kenyataan       a = 0.05 % dengan kata lain bahwasanya t hitung > t tabel sehingga hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan penggunaan tenaga kerja antara petani organik dan petani anorganik diterima.
6)          Nilai R/C rata-rata keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar 2.27  dan yang didapat petani anorganik adalah sebesar 1.66. Berdasarkan hasil dari nilai R/C dapat diketahui bahwa usaha petani organik layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 2.27 > 1) dan usaha petani anorganik masih layak di usahakan karena nilai R/C lebih besar dari satu ( 1.66 > 1)
7)          Nilai total keuntungan yang didapat petani organik adalah sebesar Rp. 4.268.019,44 dan yang didapat petani anorganik adalah sebesar Rp. 1.568.244,00. Dari perbandingan pendapatan petani organik dan petani anorganik pada padi sawah maka, pendapatan yang lebih besar adalah pada petani organik. Total rata-rata keuntungan petani organik dan petani anorganik dapat dilihat selisih total keuntungannya  sebesar Rp. 2.699.775,44

Daftar Pustaka
Arifin Bustanul, 2007. Diagnosisi Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Prasetio Y.T, 2006. Budidaya Tanaman Padi Tanpa Olah Tanah (T.O.T). Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

S. Sabastian Eliyas , 2008. Pertanian Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soekartawi, 2001. Pembangunan Pertanian Teori dan Aplikasi. Rajawali Pers, Jakarta.

Soekartawi, 2003. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Pers, Jakarta.
                            
Sutanto Rachman, 2002. Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

TB Tulus, 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Indonesia. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Usman Husaini, 2006. Pengantar Statistika. Bumi Aksara, Jakarta.

Wartaya Winagun Y, 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Suratiyah.K. 2008 Ilmu usaha Tani Penerbit  Kanisius.Yogyakarta.


[1] Dosen Yayasan UMN Al Washliyah